Menggunakan cara yang
sama saat pergi, aku menyusup ke gedung melalui jendela setinggi pinggang di
lantai pertama.
Aku menjatuhkan kantong
plastik melalui jendela, lalu aku melompat dengan sedikit momentum untuk
memanjat bingkai jendela.
Saat masuk, aku melepas
kaus kaki yang berlumpur dan membuangnya ke tempat sampah. Bukan hanya kotor,
setelah berjalan jauh di aspal, bagian-bagian yang awalnya tipis robek dan
lubang baru terbuka.
Aku menaiki tangga
untuk kembali ke ruang klub kelas F. Saat aku membuka pintu geser dan masuk,
suasana sebelum aku pergi telah hilang.
Aku meletakkan
barang-barang yang aku beli di tengah ruang klub dan menoleh ke arah Katsuya,
yang sedang duduk di sudut menulis sesuatu di buku catatan.
"Aku
kembali…"
Saat aku mendekatinya,
Katsuya buru-buru menutup buku catatannya. Mungkin itu buku hariannya atau
semacamnya.
“Yassan, selamat datang
kembali. Terlambat, bukan?”
"Ah? well… yah…”
Tiba-tiba melihat jam,
sudah hampir satu jam sejak aku pergi. Pada saat itu, tampaknya orang-orang
dari kelas lain kembali ke kamar mereka sendiri. Sekitar setengah dari mereka
yang tersisa berbaring di futon dan menggosok mata.
Meskipun aku bersusah
payah keluar dan belanja, aku merasa aku menyianyiakan waktuku, tetapi fakta
bahwa semuanya berakhir tanpa mendengar sesuatu seperti 'Sangat lambat! Apa
yang kau lakukan?’ bagus. Jika fakta bahwa aku kembali sendirian dengan Kitaoka
ketahuan, sepertinya akan ada banyak orang ribut yang membicarakan ini dan itu.
Aku memilih dua minuman
yang aku pilih sendiri dan memberikan
satu kepada Katsuya dan mendentingkan kaleng kecil kami untuk bersulang.
Aku meneguk dengan
kuat. Mungkin karena haus berjalan jauh menanjak, cairan berkarbonasi
sepertinya menembus ke seluruh tubuh ku.
–Tidak, bukankah itu
hanya ketegangan ku sendiri …
Aku mengingat momen itu
dari perjalanan pulang.
Wajah sedih yang
berbalik arah; suara terbata-bata dan salah paham yang mengatakan tidak digenodng! mata tertawa yang
mengintip wajah ku.
Dia tidak mengatakan
'Terima kasih,' tetapi mengingatnya, itu cukup menyenangkan. Ketika kami turun
gunung, itu adalah ekspresi yang pasti tidak akan aku lihat lagi, jadi aku membenamkan diriku dalam ingatan
yang tersisa sebentar.
Mulut ku berkedut
sedikit, aku memanggil Katsuya dengan berbisik.
“Hei, Katsuya”
"Apa?"
“Kalau gak salah, kau
membawa sandal pantai mu, kan? Pinjamkan aku
besok, boleh? ”
Selain sepatu kets
untuk jalan-jalan di luar, aku yang kebiasaan berjalan dengan buruk, membawa sandal
pantai untuk berjalan melalui lorong. Mengingat itu, aku bertanya dengan
sungguh-sungguh.
“Tentu, kurasa…
Kenapa?”
Aku lega dengan
tanggapan Katsuya, dan menjawab:
“Nah, tadi aku
menginjak genangan air di pinggir jalan. Sepatu ku menjadi berlumpur dan
sekarang gak bisa dipakai.”
"Oh, begitu. Itu masalah, bukan."
Ya, aku benar-benar punya masalah
Aku berpikir sambil
melihat bagian bawah kaki ku yang telanjang.
Luka yang berasal dari
batu yang menembus kaus kaki itu memanjang secara vertikal, seperti pertanda
sesuatu.
Setelah berhenti di
toilet, aku naik bus. Dari kursi di belakang, aku melihat Miyu di belakang
memanggil "Ema" dan melambai pada ku.
Karena Miyu duduk di
dekat jendela, aku duduk di dekat lorong. Di seberang lorong, Juri dan Kokona,
yang akrab dengan ku, duduk berdampingan.
Pada hari ke-4 kamp
pelatihan, yang merupakan hari terakhir, ada 3 mata pelajaran, bukan 5, dan
setelah makan siang semua orang naik bus, yang akan membawa kami ke sekolah
atau stasiun.
Wali kelas memastikan
bahwa semua orang di daftar sudah naik, kemudian bus, bersama dengan suara
mesin yang pelan, mulai bergerak.
Tiba-tiba mengangkat
wajah ku, sedikit lebih jauh, di kursi diagonal di depan, seorang anak
laki-laki berkacamata sedang duduk.
Kakinya yang
disilangkan mencuat ke lorong, dan di atas kaki itu dia tidak memakai sepatu,
melainkan sepasang sandal pantai yang murah.
–Aku tidak pernah
berpikir bahwa kemarin akan menjadi seperti itu.
Ema memikirkan tadi
malam dengan rasa kantuk yang tersisa.
Setelah menyelesaikan
makan malam, beberapa anak laki-laki kelas datang untuk bermain di ruang klub
kamp pelatihan. (Sehari sebelumnya, 'Apakah tidak apa-apa jika kita datang
untuk bermain?' aku ditanya, dan tanpa memikirkannya secara mendalam, aku
menjawab 'Tentu.' Aku tidak berpikir mereka akan benar-benar lolos dari jaga
malam.)
Untuk beberapa alasan
ada sesuatu seperti waktu pengakuan yang sudah dijanjikan, dan 10 menit
kemudian mereka diusir. Kemudian kami bersenang-senang dengan obrolan cewek.
"Kalau begitu,
siapa yang akan pergi berbelanja hari ini?"
Siapa yang akan pergi
cukup ditentukan dengan Batu, Gunting, Kertas, tetapi aku sudah tidak beruntung
sehari sebelum hari ketiga. Kegelapan dan jalan pegunungan bukanlah keahlian
ku, tetapi hari pertama, dan hari kedua juga, aku tidak bisa hanya mengatakan
bahwa aku tidak akan pergi dan menyuruh orang lain pergi.
Ketika aku akhirnya
sampai di toko serba ada di kaki gunung, ada seorang anak laki-laki yang aku
kenal.
"Kamu juga
belanja?"
Nada itu memberi ku
firasat buruk. Anak laki-laki itu adalah tahun kedua yang bergabung dengan
komite, dan sejak itu, aku merasa dia menatapku dengan tatapan tidak sopan.
Saat aku selesai
berbelanja, persis seperti yang aku pikirkan, anak laki-laki itu datang. Karena
dia
teman Juri di SMP yang berhubungan baik dengan semua kelas, aku
melanjutkan tanpa menolaknya, dan menjawab saat aku diajak bicara.
'Ema-chan, seperti
itukah penampilanmu tanpa riasan?'
'Eh?'
'…Kamu sangat imut'
Ada apa dengan topik
ini tiba-tiba ini? Aku terkejut. Kemudian, alih-alih menjawab, aku dengan cepat
dipeluk oleh lengannya yang tebal.
'Tidak!'
Karena bibirnya semakin
dekat, aku segera memalingkan wajah ku. Aku, mengerahkan seluruh kekuatan ku,
melarikan diri dari pelukannya. Aku kemudian berlindung di hutan ke sisi jalan.
'Hei, kemana kau
pergi?'
Dari jalan, dia
tiba-tiba berteriak dengan nada yang benar-benar berubah. Sambil duduk di bawah
bayangan pohon dan berusaha menyembunyikan suara napas ku, setelah beberapa
saat aku tidak bisa lagi mendengar suara gemerisik rumput. Sepertinya dia
pergi.
Setelah gemetar tubuh
ku berhenti, aku dengan goyah kembali ke jalan.
Dia benar-benar yang terburuk!
Aku ingin cepat kembali
dan tidur. Jika semuanya akan berjalan seperti ini, aku seharusnya membuat
sedikit keberatan dengan menghentikan Batu, Gunting, Kertas. Sambil memikirkan
itu, aku mulai berjalan lagi.
Sekitar waktu itu, dari
bawah, suara kecil terdengar. Ketika aku bingung dan melihat, tali pada sandal yang aku kenakan
telah putus.
Aku dengan sedih
berjongkok di tempat. Bagaimana ini bisa terjadi? Menatap mata yang mengerikan
dan ditambah, sandal yang baru saja aku beli rusak. Dan karena awalnya aku
tidak berencana berjalan jauh, kaki ku penuh dengan lecet.
Aku tidak ingin
berjalan satu langkah lagi. Tuhan itu jahat. Apakah lebih baik diperlakukan buruk oleh laki-laki seperti itu?
Siapa aja... tolong
aku—saat aku putus asa, dia muncul.
'Ada apa?'
Mengangkat wajah ku,
orang yang ada di sana adalah Iijima dari kelas yang sama.
Sejujurnya, ketika dia memanggil, aku berpikir 'Mengapa cowok ini ...' Cowok
berkacamata kurus ini adalah teman sekelas ku, tetapi kehadirannya tipis dan
aku tidak pernah berbicara dengannya. Sepertinya kami juga berada di kelas yang
sama di tahun pertama, tapi untuk semua yang bisa aku ingat, dia hanya akan
mengatakan 'Apakah seperti itu?' (Intinya Ema berpikir
Ijima gak bisa diharapkan) Dia bergaul dengan seorang otaku, jadi dia
pasti juga seorang otaku, bukan. Bahkan jika dia tidak bisa menggendong ku, aku
tidak berpikir dia sepertinya tipe orang yang akan pergi begitu saja ketika ada
masalah.
Tetapi pada saat itu,
aku merasa bahwa dia adalah satu-satunya harapan ku. Dengan air mata mengalir
aku membawa situasi ku ke perhatiannya, dan tanpa banyak keraguan, dia
meminjamkan sepatu kets yang dia kenakan.
Seperti yang
diharapkan, Iijima hanya diam saja saat berjalan. Dia tidak memberi ku tatapan
aneh, dan hanya menemani ku, aku sangat berterima kasih. Selain itu, ini adalah
pertama kalinya aku melihatnya dengan pakaian biasa, dan kesannya berbeda dari
kerah kakunya yang biasanya tidak cocok dengan seragam sekolah. T-shirt dan
celana pendeknya secara tak terduga pas di tubuhnya, memikirkan ini, aku merasa dia terlihat sedikit keren.
Kadang-kadang, bagian
dalam sepatu kets akan mengenai lukaku, tetapi dibandingkan dengan tumit ku,
sepatu ini jauh lebih mudah ketika berjalan. Jika aku mengikatnya dengan
kencang, aku tidak perlu khawatir tentang fakta bahwa ukurannya terlalu besar.
Ketika kami kembali ke
kamp pelatihan, Juri sudah menunggu di pintu belakang. Ia menangis karena
khawatir dan sementara aku mencoba menenangkannya, sebelum aku menyadarinya,
Iijima pergi. Padahal aku ingin mengucapkan 'Terima kasih' dan mengembalikan
sepatunya. Tapi aku tidak bisa memakai sandal ku yang rusak, dan untungnya,
Iijima telah meminjam sandal pantai dari suatu tempat untuk kelas pagi. Itu
sebabnya tampaknya tidak terlalu merepotkan. Juga, sepertinya mengganti sepatu
di depan semua orang akan merepotkan, jadi aku akan menggunakan sepatu kets
miiiknya sedikit lebih lama.
...aku tidak tahu bagaimana
itu terlihat, tapi ada jarak sekitar 3cm antara ujung jari kaki ku dan ujung
sepatu. 'Meskipun tidak banyak perbedaan
tinggi, dia memiliki kaki yang cukup besar, ya' pikir ku sambil menggoyangkan
jari-jari kaki di sepatu.
“–Ema, kamu denger gak?”
kata Miyu, menyadarkan
ku kembali.
"Eh...? Oh, maaf.
Tadi kita bicara apa?"
“Seperti yang aku
katakan, Nozawa-senpai membawa seorang teman. Hari ini dia bilang kita akan
pergi ke pesta kembang api."
Nozawa-senpai adalah
cowok yang lebih tua yang berkencan dengan Miyu. Sepertinya Miyu menyalakan
smartphone yang baru saja kembali untuk memeriksa pesannya.
Sebuah festival kembang
api besar akan diadakan hari ini di kota yang agak jauh. Sepertinya Miyu dan
pacarnya berencana untuk memperkenalkan ku kepada teman pacarnya Miyu ini.
"Oh, gitu…"
Aku merasakan sakit
yang berdenyut.
"Aku sedikit
lelah, jadi kurasa aku tidak akan pergi"
Miyu menyerukan 'Ehhh'
dalam ketidakpuasan yang jelas sambil cemberut, tetapi aku bahkan tidak
mempertimbangkan untuk merubah keputusanku.


min ,pas perubahan sudut pandang,kalau bisa kasi tau dong.Tadi tak kira masih si mc yg ngomong,ternyata heroinya ,jadinya baca ulang suapaya lebih dpt feelnya
BalasHapuswkwk sorry gan, soal perubahan sudut pandang, bisa dilihat dari gambar kacamata dan kalung sebagai tanda. Kalau kacamata pov si MC, kalau kalung pov si heroine.
Hapus