Di malam hari, berpisah dengan duo yang bersisik di stasiun, dan dengan
perasaan agak lemas, aku pulang.
Saat berada di dalam bus yang bergoyang, aku berpikir untuk merapikan
kamarku malam ini. Besok, ibu akan pulang. Sebelum itu, aku harus memastikan
bahwa semua hal yang disebut-sebut dua orang itu ditutupi. Dalam hal ini, aku
mungkin juga berterima kasih kepada dua orang yang berisik dan ingin tahu itu.
Hampir segera setelah aku turun dari bus, ada panggilan telepon di
ponselku. Itu ......, itu adalah orang yang maunya ku telepon saat sampai di
rumah. Wajahku tanpa sadar tersenyum.
Aku menjawab panggilan itu sambil berjalan. Orang di ujung telepon
bertanya dengan malas,
"Apa yang kamu lakukan hari ini?"
"Oh, ...... kamu tahu, Katsuya, dan Tamura ini yang dulunya di
kelas B? Aku berteman baik dengan Katsuya. Mereka datang mengunjungiku kemarin
dan pergi begitu saja."
"Oh, kemarin? Maksudmu setelah aku pergi?”
"Ya. Meninggalkan stasisun dan pulang ke rumah, saat bersih-berish
tiba-tiba “pin-pon”. Gak ada pemberitahuan sebelumnya atau apa pun, jadi aku
terkejut.”
Kejadian yang benar-benar tak kuharapkan. Saat aku melihat ke belakang
dan mengingat saat itu lagi, Kitaoka bilang, "Heeh," seolah terkesan.
"Kalau begitu berbahaya kalau aku berlama-lama di rumah. Apa kamu
bersenang-senang?"
"Senang sih senang, tapi…”
Itu adalah pertanyaan biasa, tapi aku tidak bisa langsung berbohong, aku
mengucapkan kata-kataku dengan samar. Kitaoka sepertinya merasakan
kejanggalannya.
"Kenapa deh?”
“Yah…. Sedikit”
"Apa maksudmu, sedikit? Aku penasaran."
"... kita ketahuan pacaran."
"Apa?"
Sebenarnya, yang katusya pegang bersama dengannya saat menyudutkanku di
tebing adalah kartu garansi untuk kacamata yang dia buat kemarin. Toko tempat
aku membelinya, nomor model lensa dan bingkai, dan hasil tes mata (frekuensi
kacamata) dicetak secara digital di sana. Dan di atas "tanggal
pembelian", yang merupakan tanggal kemarin, tertulis dengan jelas
"Kitaoka-sama (キタオカ サマ)" dengan
huruf kecil.
Tamura, yang melihat kertas di tangan Katsuya, berbicara dengan
kekaguman.
"Berarti kalian pergi membeli kacamata bersama dan dia tidak
sengaja menulis namanya sendiri saat itu."
Deduksi yang brilian. Tebakan yang bagus. Aku sadar itu bukan nama ku,
tapi petugas tidak bilang apapun, jadi aku bodoamat.
"Kitaoka ....... Apakah Anda tahu siapa wanita dengan nama belakang
ini, Inspektur Tamura?
“Tidak ...... Saya tidak tahu. Ini tidak biasa, tapi juga tidak terlalu
umum. Ada satu atau dua di sekolah. ......"
Dan kemudian mereka menoleh ke arahku dengan ekspresi yang jelek di
wajah mereka. Saat aku berdiri dengan enggan, menghela nafas yang paling berat
selama setahun ini.
"Begini ya, kalian, kalau sudah tahu, jangan nanya lagi….”
Katsuya sering menyebutkannya, dan Tamura pernah bilang, "Kau punya
hubungan baik dengan orang itu?” Tidak mungkin mereka berdua bisa melupakan
fakta itu.
Katsuya menyeringai dan mencondongkan tubuh lebih dekat ke arahku
“Ya. Yah, ...... Aku tahu, tapi... Aku ingin mendengarnya langsung,
Yasan. "Aku mencintaimu, Emma,” begitu”
"Kau bodoh, mengatakan hal yang seperti itu"
"Tapi Meshhi—, bisa dapat wanita cantik itu. Aku gak paham lagi."
"Hei, hei, kalian memanggil satu sama lain apa?"
"Itu hanya ......, "Iijima" dan "Kitaoka."
"Ya, meragukan—, Aku yakin kau punya nama panggilan yang lebih
memalukan. Kau mungkin bilang "Kyun Kyun" dan "Eman-yan."
"Yasu-kyun" dari "Kyunkyun" kan? ....... Dan bukannya
lebih baik dia juga jadi "nyannyan" lol?"
Jika dibiarkan sendiri, mereka berdua akan berfantasi dan menjadi
bersemangat sendiri, aku memutuskan untuk tidak ikut campur secara khusus. Tapi
hari ini, aku diombang-ambingkan dengan cerita itu sepanjang hari.
Aku tidak bisa menjelaskan detailnya, jadi aku hanya memberitahu kami
bertiga sedang melakukan perjalanan panjang pagi ini, dan mereka menemukan
keberadaanmu dari barang yang tertinggal dirumah (aku tidak bilang isi tas di
lemari dan formulir aplikasi untuk kacamata), dan aku mengakuinya begitu saja.
"Oh, beneran? Dan apa yang Saito-kun bilang?”
“Ini seperti, “Sudah kuduga!". Yah, bukannya mereka berdua akan mengoceh
kemana-mana tentang kita ......"
Aku ingin tahu apa dia tetap akan marah karena aku berbicara tanpa izin.
Saat aku khawatir dengan reaksi Kitaoka, aku mendapat jawaban yang tidak
terduga.
"Aku sebenarnya juga memberi tahu Kumiko kemarin."
"Eh!?"
"Aku mengobrol di telepon dengan Kumiko tadi malam. Dia perhatikan
aku menginap malamnya, dan dia mencoba menanyaiku beberapa perrtanyaan, jadi aku
bilang padanya "Aku sudah berpacaran untuk sementara waktu”
Kumiko juga sudah lama curiga dengan hubunganku dengan Kitaoka, tapi aku
selalu menyangkalnya, jadi pada akhirnya malah sebaliknya justru tidak akan
baik untuk kesannya padaku. Aku diam-diam menanyai bagaimana reaksinya.
"Apa Kumiko-san, terkejut?"
"Enggak. "Oh begitu, jadi begitu," kek gitu.
Mengejutkannya bisa diterima begitu saja."
Aku merasa lega saat mendengarnya. Nah, seperti halnya Kumiko punya hati
yang lembut. Aku tersenyum, tapi kemudian suara berduri menusukku.
"Kudengar kau dan Kumiko pergi ke konser bersama. Kenapa kau gak
kasih tahu aku?"
"Aaa"
Cara dia mengatakannya, dia benar-benar cemberut. Dia tampaknya masih
sensitif karena ditinggalkan. Aku buru-buru membuat alasan.
"Tidak, aku gak ingin ngobrol tentang band yang kau gak kenal
dengan baik. Juga, kan saat itu ......"
Kami pergi ke konser sebelum kami berdua memastikan perasaan kami. Saat
itu, aku tidak menyangka hubungan kami akan menjadi seperti sekarang ini, jadi
maafkan aku karena pergi dengan temanmu.
“Tau, tau. Aku cuma mau ngeluh aja.”
“Maaf ya, aku akan melapor dengan benar dari sekarang”
Aku minta maaf dengan jujur, dan Kitaoka tidak mengeluh lebih jauh.
Sebagai gantinya, setelah beberapa saat, dia bertanya, "Aku bertanya-tanya
tentang ini cukup lama”
"...... Iijima, benar-benar suka pada gadis yang lebih
pendiam?"
"Eh."
“Saat dalam perjalaan pulang sekolah dengan anak itu Kumiko. Khususnya
Kumiko, berbicara seperti biasa dari awal, punya hobi yang sama, dan dia itu
gadis yang sangat baik. Aku pikir itu tipemu, gadis yang kau cari."
...... Setelah begitu dekat sampai kemarin sore, bukannya terlalu dini
untuk menebak-nebak seperti itu? Aku berada di ambang bantahan yang serius,
"Itu tidak benar," saat tiba-tiba kuteringat.
Kitaoka sudah lama curiga terhadap hubungan Kumiko denganku. Ketika memintanya
untuk memberikan DVD, dia membungkukkan perutnya, dan saat bertemu dengannya di
kafe di musim gugur, "Apa kalian berpacaran?" Dia langsung bertanya
padaku. Dengan caranya sendiri, dia mungkin telah mengantisipasi ini dan itu,
dan mengkhawatirkannya. Dengan kata lain, ini semua tentang itu.
"Tidak, yah, Kumiko-san adalah orang yang baik, tapi..."
Aku mengakuinya. Dia cerdas, pintar, perhatian, dan memiliki penglihatan
yang bagus, dan menurutku dia gadis yang terlalu baik. Tapi tetap saja...
"Aku hanya melihatmu, kan?"
Sebuah kebenaran yang memalukan. Biasanya, aku tidak akan merasa nyaman
mengatakan ini, tapi sekarang aku tidak bisa melihat wajahnya melalui telepon, makanya
aku berani.
Di ujung telepon yang lain, Kitaoka menelan ludah. Aku berhati-hati
untuk tidak berbicara terlalu cepat, karena dengan gadis yang mungkin meledak
karena cemburu.
"Sudah seperti itu sejak aku meminjamkanmu sepatuku di kamp
pelatihan."
Itu dimulai saat aku melihat kembali ke punggungnya yang meringkuk di
lereng gunung. Butuh beberapa saat bagiku untuk menyadari bahwa perasaan itu
adalah cinta, tapi sejak saat itu, orang yang sama yang memenuhi sebagian besar
pikiranku. Entah itu sikap Kumiko yang dekat, pengakuan cinta yang penuh gairah
dari Kohai, atau keterkejutan dari beberapa komentar atau tindakan spontan,
baik atau buruk, dia selalu ada di pikiranku.
Kemudian Kitaoka berbicara dengan suara pelan dan teredam.
"Aku juga sama."
Aku berharap ini, tapi agak memalukan untuk tahu bahwa dia benar-benar
merasakan hal yang sama. Aku yakin wajah Kitaoka berubah menjadi merah padam.
Cara bicaranya yang blak-blakan membuktikan bahwa dia menyembunyikan rasa
malunya.
Untung kami berdua tidak bisa melihat ekspresi satu sama lain, aku
mengendurkan mulutku dan menunggu alasan.
"Maksudku, jika kau tidak menyukaiku, kau gila. Apa kamu biasanya
akan bersikap seperti itu kepada teman sekelas?"
"Aku penasaran."
“Aku gak tahu. Sungguh gak adil seperti itu......"
Sebenarnya, bagi Yasuki, dia bukan hanya teman sekelas, tapi gadis yang
tampaknya paling tidak disukainya di antara semua siswa di sekolah. Aku tidak
tahu kenapa aku seperti itu dulu, tapi mungkin, di suatu tempat di sudut kecil
pikiranku, aku mengantisipasi masa depan seperti ini.
"Tapi aku merasa kehilangan."
"Mengapa?"
"Rasanya frustasi kan, “coba aja bisa bertemu lebih awal”, kita
bisa menghabiskan lebih banyak waktu bersama, kan?"
Aku mengerti maksudmu. Andai saja salah satu dari kita cukup berani
untuk melakukannya sedikit lebih awal, kita akan punya lebih banyak kenangan bersama.
Kita tidak akan berakhir kesepian.
Tapi—
"Aku baik-baik saja”
Yasuki sangat tegas. Ini adalah apa yang aku maunya beritahu padamu
kemarin saat kita berpisah. Sekarang setelah aku mengucapkannya, itu akhirnya
membentuk bayangan di pikiranku.
"Itulah yang harus didapatkan kembali mulai dari sekarang.”
Aku sangat keras kepala, dengan putus asa, dan aku telah melangkah
terlalu jauh sehingga aku pikir kami tidak akan pernah bertemu lagi, tapi kami
akhirnya bertemu di tempat yang sama, dengan perasaan yang sama. Karena saat
yang menyakitkan dan menyedihkan itulah yang kita rasakan saat ini begitu
berharga. Jika kau berpikir seperti itu, apa yang telah kau lakukan selama ini
bukanlah suatu penyesalan.
Kitaoka bertanya padaku dengan cara yang konyol.
"Apa kamu benar-benar akan mendapatkannya kembali?”
"Aku sedang merencanakannya. Yah, mungkin butuh waktu lama untuk menebus
dari paruh kedua kelas tiga, kalau kamu mau."
"...... Aku gak peduli berapa tahun yang dibutuhkan. Mau bagaimana
lagi.”
"Tapi aku tidak membutuhkanmu sesering itu lagi, kan?"
"Aku bilang gak apa-apa. Kalau tidak, aku tidak akan berkencan
dengan Iijima.”
Begitu ku mendengarnya, aku hampir menjatuhkan ponselku. Dia beliang,
"Iijima” seperti itu. Seperti biasa, bahasa gadis ini kasar. Tapi aku rasa
dia senang mendengar bahwa tidak masalah berapa tahun waktu yang dibutuhkan.
...... Saat aku mulai sadar, aku mendengar suara yang terdengar agak tidak
tenang.
"Lebih penting lagi, Iijima, apa kamu yakin denganku? Aku egois,
lemah, dan sangat menyebalkan, seperti yang mungkin kamu kenali.”
Aku hampir menjatuhkan ponselku lagi. Aku merasa tidak perlu
mempermalukan diriku sendiri seperti itu, tapi aku bisa mengerti karena aku cenderung
menjadi orang yang mencela diri sendiri, biasanya bilang hal begitu juga pada
diri sendiri.
Dan gimana caranya aku bilang disaat-saat seperti ini—
Aku meniru nada suaranya dan bilang padanya,
"Gak apa-apa kan? Lebih bagus kamu daripada enggak."
Hal dan hal. Kami berdua sadar bahwa kami sama-sama memiliki banyak
kekurangan, tapi karena kami berdua seperti itu, kami salih suka. Kupikir tidak
mungkin dia sepertiku, tapi itu serupa dalam beberapa hal. Tidak peduli
seberapa jauh jaraknya, tidak mungkin ada orang lain diantara kami.
Itu sebabnya kita harus mengatasi malam yang sepi dan kenyataan yang
tidak masuk akal bersama-sama. Meski aku tak bisa berada di dekatmu, perasaanku
akan selalu bersamamu.
Mari kita berjalan bersama selama yang diperlukan.
Thanks min
BalasHapus