Koi Nante Vol 2 Chapter 9 End

1 komentar

 

Di malam hari, berpisah dengan duo yang bersisik di stasiun, dan dengan perasaan agak lemas, aku pulang.

Saat berada di dalam bus yang bergoyang, aku berpikir untuk merapikan kamarku malam ini. Besok, ibu akan pulang. Sebelum itu, aku harus memastikan bahwa semua hal yang disebut-sebut dua orang itu ditutupi. Dalam hal ini, aku mungkin juga berterima kasih kepada dua orang yang berisik dan ingin tahu itu.

Hampir segera setelah aku turun dari bus, ada panggilan telepon di ponselku. Itu ......, itu adalah orang yang maunya ku telepon saat sampai di rumah. Wajahku tanpa sadar tersenyum.

Aku menjawab panggilan itu sambil berjalan. Orang di ujung telepon bertanya dengan malas,

"Apa yang kamu lakukan hari ini?"

"Oh, ...... kamu tahu, Katsuya, dan Tamura ini yang dulunya di kelas B? Aku berteman baik dengan Katsuya. Mereka datang mengunjungiku kemarin dan pergi begitu saja."

"Oh, kemarin? Maksudmu setelah aku pergi?”

"Ya. Meninggalkan stasisun dan pulang ke rumah, saat bersih-berish tiba-tiba “pin-pon”. Gak ada pemberitahuan sebelumnya atau apa pun, jadi aku terkejut.”

Kejadian yang benar-benar tak kuharapkan. Saat aku melihat ke belakang dan mengingat saat itu lagi, Kitaoka bilang, "Heeh," seolah terkesan.

"Kalau begitu berbahaya kalau aku berlama-lama di rumah. Apa kamu bersenang-senang?"

"Senang sih senang, tapi…”

Itu adalah pertanyaan biasa, tapi aku tidak bisa langsung berbohong, aku mengucapkan kata-kataku dengan samar. Kitaoka sepertinya merasakan kejanggalannya.

"Kenapa deh?”

“Yah…. Sedikit”

"Apa maksudmu, sedikit? Aku penasaran."

"... kita ketahuan pacaran."

"Apa?"

 

Sebenarnya, yang katusya pegang bersama dengannya saat menyudutkanku di tebing adalah kartu garansi untuk kacamata yang dia buat kemarin. Toko tempat aku membelinya, nomor model lensa dan bingkai, dan hasil tes mata (frekuensi kacamata) dicetak secara digital di sana. Dan di atas "tanggal pembelian", yang merupakan tanggal kemarin, tertulis dengan jelas "Kitaoka-sama (キタオカ サマ)" dengan huruf kecil.

Tamura, yang melihat kertas di tangan Katsuya, berbicara dengan kekaguman.

"Berarti kalian pergi membeli kacamata bersama dan dia tidak sengaja menulis namanya sendiri saat itu."

Deduksi yang brilian. Tebakan yang bagus. Aku sadar itu bukan nama ku, tapi petugas tidak bilang apapun, jadi aku bodoamat.

"Kitaoka ....... Apakah Anda tahu siapa wanita dengan nama belakang ini, Inspektur Tamura?

“Tidak ...... Saya tidak tahu. Ini tidak biasa, tapi juga tidak terlalu umum. Ada satu atau dua di sekolah. ......"

Dan kemudian mereka menoleh ke arahku dengan ekspresi yang jelek di wajah mereka. Saat aku berdiri dengan enggan, menghela nafas yang paling berat selama setahun ini.

"Begini ya, kalian, kalau sudah tahu, jangan nanya lagi….”

Katsuya sering menyebutkannya, dan Tamura pernah bilang, "Kau punya hubungan baik dengan orang itu?” Tidak mungkin mereka berdua bisa melupakan fakta itu.

Katsuya menyeringai dan mencondongkan tubuh lebih dekat ke arahku

“Ya. Yah, ...... Aku tahu, tapi... Aku ingin mendengarnya langsung, Yasan. "Aku mencintaimu, Emma,” begitu”

"Kau bodoh, mengatakan hal yang seperti itu"

"Tapi Meshhi—, bisa dapat wanita cantik itu. Aku gak paham lagi."

"Hei, hei, kalian memanggil satu sama lain apa?"

"Itu hanya ......, "Iijima" dan "Kitaoka."

"Ya, meragukan—, Aku yakin kau punya nama panggilan yang lebih memalukan. Kau mungkin bilang "Kyun Kyun" dan "Eman-yan."

"Yasu-kyun" dari "Kyunkyun" kan? ....... Dan bukannya lebih baik dia juga jadi "nyannyan" lol?"

Jika dibiarkan sendiri, mereka berdua akan berfantasi dan menjadi bersemangat sendiri, aku memutuskan untuk tidak ikut campur secara khusus. Tapi hari ini, aku diombang-ambingkan dengan cerita itu sepanjang hari.

 

Aku tidak bisa menjelaskan detailnya, jadi aku hanya memberitahu kami bertiga sedang melakukan perjalanan panjang pagi ini, dan mereka menemukan keberadaanmu dari barang yang tertinggal dirumah (aku tidak bilang isi tas di lemari dan formulir aplikasi untuk kacamata), dan aku mengakuinya begitu saja.

"Oh, beneran? Dan apa yang Saito-kun bilang?”

“Ini seperti, “Sudah kuduga!". Yah, bukannya mereka berdua akan mengoceh kemana-mana tentang kita ......"

Aku ingin tahu apa dia tetap akan marah karena aku berbicara tanpa izin. Saat aku khawatir dengan reaksi Kitaoka, aku mendapat jawaban yang tidak terduga.

"Aku sebenarnya juga memberi tahu Kumiko kemarin."

"Eh!?"

"Aku mengobrol di telepon dengan Kumiko tadi malam. Dia perhatikan aku menginap malamnya, dan dia mencoba menanyaiku beberapa perrtanyaan, jadi aku bilang padanya "Aku sudah berpacaran untuk sementara waktu”

Kumiko juga sudah lama curiga dengan hubunganku dengan Kitaoka, tapi aku selalu menyangkalnya, jadi pada akhirnya malah sebaliknya justru tidak akan baik untuk kesannya padaku. Aku diam-diam menanyai bagaimana reaksinya.

"Apa Kumiko-san, terkejut?"

"Enggak. "Oh begitu, jadi begitu," kek gitu. Mengejutkannya bisa diterima begitu saja."

Aku merasa lega saat mendengarnya. Nah, seperti halnya Kumiko punya hati yang lembut. Aku tersenyum, tapi kemudian suara berduri menusukku.

"Kudengar kau dan Kumiko pergi ke konser bersama. Kenapa kau gak kasih tahu aku?"

"Aaa"

Cara dia mengatakannya, dia benar-benar cemberut. Dia tampaknya masih sensitif karena ditinggalkan. Aku buru-buru membuat alasan.

"Tidak, aku gak ingin ngobrol tentang band yang kau gak kenal dengan baik. Juga, kan saat itu ......"

Kami pergi ke konser sebelum kami berdua memastikan perasaan kami. Saat itu, aku tidak menyangka hubungan kami akan menjadi seperti sekarang ini, jadi maafkan aku karena pergi dengan temanmu.

“Tau, tau. Aku cuma mau ngeluh aja.”

“Maaf ya, aku akan melapor dengan benar dari sekarang”

Aku minta maaf dengan jujur, dan Kitaoka tidak mengeluh lebih jauh. Sebagai gantinya, setelah beberapa saat, dia bertanya, "Aku bertanya-tanya tentang ini cukup lama”

"...... Iijima, benar-benar suka pada gadis yang lebih pendiam?"

"Eh."

“Saat dalam perjalaan pulang sekolah dengan anak itu Kumiko. Khususnya Kumiko, berbicara seperti biasa dari awal, punya hobi yang sama, dan dia itu gadis yang sangat baik. Aku pikir itu tipemu, gadis yang kau cari."

...... Setelah begitu dekat sampai kemarin sore, bukannya terlalu dini untuk menebak-nebak seperti itu? Aku berada di ambang bantahan yang serius, "Itu tidak benar," saat tiba-tiba kuteringat.

Kitaoka sudah lama curiga terhadap hubungan Kumiko denganku. Ketika memintanya untuk memberikan DVD, dia membungkukkan perutnya, dan saat bertemu dengannya di kafe di musim gugur, "Apa kalian berpacaran?" Dia langsung bertanya padaku. Dengan caranya sendiri, dia mungkin telah mengantisipasi ini dan itu, dan mengkhawatirkannya. Dengan kata lain, ini semua tentang itu.

"Tidak, yah, Kumiko-san adalah orang yang baik, tapi..."

Aku mengakuinya. Dia cerdas, pintar, perhatian, dan memiliki penglihatan yang bagus, dan menurutku dia gadis yang terlalu baik. Tapi tetap saja...

"Aku hanya melihatmu, kan?"

Sebuah kebenaran yang memalukan. Biasanya, aku tidak akan merasa nyaman mengatakan ini, tapi sekarang aku tidak bisa melihat wajahnya melalui telepon, makanya aku berani.

Di ujung telepon yang lain, Kitaoka menelan ludah. Aku berhati-hati untuk tidak berbicara terlalu cepat, karena dengan gadis yang mungkin meledak karena cemburu.

"Sudah seperti itu sejak aku meminjamkanmu sepatuku di kamp pelatihan."

Itu dimulai saat aku melihat kembali ke punggungnya yang meringkuk di lereng gunung. Butuh beberapa saat bagiku untuk menyadari bahwa perasaan itu adalah cinta, tapi sejak saat itu, orang yang sama yang memenuhi sebagian besar pikiranku. Entah itu sikap Kumiko yang dekat, pengakuan cinta yang penuh gairah dari Kohai, atau keterkejutan dari beberapa komentar atau tindakan spontan, baik atau buruk, dia selalu ada di pikiranku.

Kemudian Kitaoka berbicara dengan suara pelan dan teredam.

"Aku juga sama."

Aku berharap ini, tapi agak memalukan untuk tahu bahwa dia benar-benar merasakan hal yang sama. Aku yakin wajah Kitaoka berubah menjadi merah padam. Cara bicaranya yang blak-blakan membuktikan bahwa dia menyembunyikan rasa malunya.

Untung kami berdua tidak bisa melihat ekspresi satu sama lain, aku mengendurkan mulutku dan menunggu alasan.

"Maksudku, jika kau tidak menyukaiku, kau gila. Apa kamu biasanya akan bersikap seperti itu kepada teman sekelas?"

"Aku penasaran."

“Aku gak tahu. Sungguh gak adil seperti itu......"

Sebenarnya, bagi Yasuki, dia bukan hanya teman sekelas, tapi gadis yang tampaknya paling tidak disukainya di antara semua siswa di sekolah. Aku tidak tahu kenapa aku seperti itu dulu, tapi mungkin, di suatu tempat di sudut kecil pikiranku, aku mengantisipasi masa depan seperti ini.

"Tapi aku merasa kehilangan."

"Mengapa?"

"Rasanya frustasi kan, “coba aja bisa bertemu lebih awal”, kita bisa menghabiskan lebih banyak waktu bersama, kan?"

Aku mengerti maksudmu. Andai saja salah satu dari kita cukup berani untuk melakukannya sedikit lebih awal, kita akan punya lebih banyak kenangan bersama. Kita tidak akan berakhir kesepian.

Tapi—

"Aku baik-baik saja”

Yasuki sangat tegas. Ini adalah apa yang aku maunya beritahu padamu kemarin saat kita berpisah. Sekarang setelah aku mengucapkannya, itu akhirnya membentuk bayangan di pikiranku.

"Itulah yang harus didapatkan kembali mulai dari sekarang.”

Aku sangat keras kepala, dengan putus asa, dan aku telah melangkah terlalu jauh sehingga aku pikir kami tidak akan pernah bertemu lagi, tapi kami akhirnya bertemu di tempat yang sama, dengan perasaan yang sama. Karena saat yang menyakitkan dan menyedihkan itulah yang kita rasakan saat ini begitu berharga. Jika kau berpikir seperti itu, apa yang telah kau lakukan selama ini bukanlah suatu penyesalan.

Kitaoka bertanya padaku dengan cara yang konyol.

"Apa kamu benar-benar akan mendapatkannya kembali?”

"Aku sedang merencanakannya. Yah, mungkin butuh waktu lama untuk menebus dari paruh kedua kelas tiga, kalau kamu mau."

"...... Aku gak peduli berapa tahun yang dibutuhkan. Mau bagaimana lagi.”

"Tapi aku tidak membutuhkanmu sesering itu lagi, kan?"

"Aku bilang gak apa-apa. Kalau tidak, aku tidak akan berkencan dengan Iijima.”

Begitu ku mendengarnya, aku hampir menjatuhkan ponselku. Dia beliang, "Iijima” seperti itu. Seperti biasa, bahasa gadis ini kasar. Tapi aku rasa dia senang mendengar bahwa tidak masalah berapa tahun waktu yang dibutuhkan. ...... Saat aku mulai sadar, aku mendengar suara yang terdengar agak tidak tenang.

"Lebih penting lagi, Iijima, apa kamu yakin denganku? Aku egois, lemah, dan sangat menyebalkan, seperti yang mungkin kamu kenali.”

Aku hampir menjatuhkan ponselku lagi. Aku merasa tidak perlu mempermalukan diriku sendiri seperti itu, tapi aku bisa mengerti karena aku cenderung menjadi orang yang mencela diri sendiri, biasanya bilang hal begitu juga pada diri sendiri.

Dan gimana caranya aku bilang disaat-saat seperti ini—

Aku meniru nada suaranya dan bilang padanya,

"Gak apa-apa kan? Lebih bagus kamu daripada enggak."

Hal dan hal. Kami berdua sadar bahwa kami sama-sama memiliki banyak kekurangan, tapi karena kami berdua seperti itu, kami salih suka. Kupikir tidak mungkin dia sepertiku, tapi itu serupa dalam beberapa hal. Tidak peduli seberapa jauh jaraknya, tidak mungkin ada orang lain diantara kami.

Itu sebabnya kita harus mengatasi malam yang sepi dan kenyataan yang tidak masuk akal bersama-sama. Meski aku tak bisa berada di dekatmu, perasaanku akan selalu bersamamu.

Mari kita berjalan bersama selama yang diperlukan.

Sebelumnya  Daftar isi  Selanjutnya


Related Posts

There is no other posts in this category.

1 komentar

Posting Komentar