Koi Nante Chapter 1 Part 4

2 komentar

 

Menggunakan cara yang sama saat pergi, aku menyusup ke gedung melalui jendela setinggi pinggang di lantai pertama.

Aku menjatuhkan kantong plastik melalui jendela, lalu aku melompat dengan sedikit momentum untuk memanjat bingkai jendela.

Saat masuk, aku melepas kaus kaki yang berlumpur dan membuangnya ke tempat sampah. Bukan hanya kotor, setelah berjalan jauh di aspal, bagian-bagian yang awalnya tipis robek dan lubang baru terbuka.

Aku menaiki tangga untuk kembali ke ruang klub kelas F. Saat aku membuka pintu geser dan masuk, suasana sebelum aku pergi telah hilang.

Aku meletakkan barang-barang yang aku beli di tengah ruang klub dan menoleh ke arah Katsuya, yang sedang duduk di sudut menulis sesuatu di buku catatan.

"Aku kembali…"

Saat aku mendekatinya, Katsuya buru-buru menutup buku catatannya. Mungkin itu buku hariannya atau semacamnya.

“Yassan, selamat datang kembali. Terlambat, bukan?”

"Ah? well… yah…”

Tiba-tiba melihat jam, sudah hampir satu jam sejak aku pergi. Pada saat itu, tampaknya orang-orang dari kelas lain kembali ke kamar mereka sendiri. Sekitar setengah dari mereka yang tersisa berbaring di futon dan menggosok mata.

Meskipun aku bersusah payah keluar dan belanja, aku merasa aku menyianyiakan waktuku, tetapi fakta bahwa semuanya berakhir tanpa mendengar sesuatu seperti 'Sangat lambat! Apa yang kau lakukan?’ bagus. Jika fakta bahwa aku kembali sendirian dengan Kitaoka ketahuan, sepertinya akan ada banyak orang ribut yang membicarakan ini dan itu.

Aku memilih dua minuman yang aku pilih sendiri dan memberikan satu kepada Katsuya dan mendentingkan kaleng kecil kami untuk bersulang.

Aku meneguk dengan kuat. Mungkin karena haus berjalan jauh menanjak, cairan berkarbonasi sepertinya menembus ke seluruh tubuh ku.

–Tidak, bukankah itu hanya ketegangan ku sendiri …

Aku mengingat momen itu dari perjalanan pulang.

Wajah sedih yang berbalik arah; suara terbata-bata dan salah paham yang mengatakan tidak digenodng! mata tertawa yang mengintip wajah ku.

Dia tidak mengatakan 'Terima kasih,' tetapi mengingatnya, itu cukup menyenangkan. Ketika kami turun gunung, itu adalah ekspresi yang pasti tidak akan aku lihat lagi, jadi aku membenamkan diriku dalam ingatan yang tersisa sebentar.

Mulut ku berkedut sedikit, aku memanggil Katsuya dengan berbisik.

“Hei, Katsuya”

"Apa?"

“Kalau gak salah, kau membawa sandal pantai mu, kan? Pinjamkan aku besok, boleh? ”

Selain sepatu kets untuk jalan-jalan di luar, aku yang kebiasaan berjalan dengan buruk, membawa sandal pantai untuk berjalan melalui lorong. Mengingat itu, aku bertanya dengan sungguh-sungguh.

“Tentu, kurasa… Kenapa?”

Aku lega dengan tanggapan Katsuya, dan menjawab:

“Nah, tadi aku menginjak genangan air di pinggir jalan. Sepatu ku menjadi berlumpur dan sekarang gak bisa dipakai.”

"Oh, begitu. Itu masalah, bukan."

Ya, aku benar-benar punya masalah

Aku berpikir sambil melihat bagian bawah kaki ku yang telanjang.

Luka yang berasal dari batu yang menembus kaus kaki itu memanjang secara vertikal, seperti pertanda sesuatu.

Setelah berhenti di toilet, aku naik bus. Dari kursi di belakang, aku melihat Miyu di belakang memanggil "Ema" dan melambai pada ku.

Karena Miyu duduk di dekat jendela, aku duduk di dekat lorong. Di seberang lorong, Juri dan Kokona, yang akrab dengan ku, duduk berdampingan.

Pada hari ke-4 kamp pelatihan, yang merupakan hari terakhir, ada 3 mata pelajaran, bukan 5, dan setelah makan siang semua orang naik bus, yang akan membawa kami ke sekolah atau stasiun.

Wali kelas memastikan bahwa semua orang di daftar sudah naik, kemudian bus, bersama dengan suara mesin yang pelan, mulai bergerak.

Tiba-tiba mengangkat wajah ku, sedikit lebih jauh, di kursi diagonal di depan, seorang anak laki-laki berkacamata sedang duduk.

Kakinya yang disilangkan mencuat ke lorong, dan di atas kaki itu dia tidak memakai sepatu, melainkan sepasang sandal pantai yang murah.

–Aku tidak pernah berpikir bahwa kemarin akan menjadi seperti itu.

Ema memikirkan tadi malam dengan rasa kantuk yang tersisa.

Setelah menyelesaikan makan malam, beberapa anak laki-laki kelas datang untuk bermain di ruang klub kamp pelatihan. (Sehari sebelumnya, 'Apakah tidak apa-apa jika kita datang untuk bermain?' aku ditanya, dan tanpa memikirkannya secara mendalam, aku menjawab 'Tentu.' Aku tidak berpikir mereka akan benar-benar lolos dari jaga malam.)

Untuk beberapa alasan ada sesuatu seperti waktu pengakuan yang sudah dijanjikan, dan 10 menit kemudian mereka diusir. Kemudian kami bersenang-senang dengan obrolan cewek.

"Kalau begitu, siapa yang akan pergi berbelanja hari ini?"

Siapa yang akan pergi cukup ditentukan dengan Batu, Gunting, Kertas, tetapi aku sudah tidak beruntung sehari sebelum hari ketiga. Kegelapan dan jalan pegunungan bukanlah keahlian ku, tetapi hari pertama, dan hari kedua juga, aku tidak bisa hanya mengatakan bahwa aku tidak akan pergi dan menyuruh orang lain pergi.

Ketika aku akhirnya sampai di toko serba ada di kaki gunung, ada seorang anak laki-laki yang aku kenal.

"Kamu juga belanja?"

Nada itu memberi ku firasat buruk. Anak laki-laki itu adalah tahun kedua yang bergabung dengan komite, dan sejak itu, aku merasa dia menatapku dengan tatapan tidak sopan.

Saat aku selesai berbelanja, persis seperti yang aku pikirkan, anak laki-laki itu datang. Karena dia teman Juri di SMP yang berhubungan baik dengan semua kelas, aku melanjutkan tanpa menolaknya, dan menjawab saat aku diajak bicara.

'Ema-chan, seperti itukah penampilanmu tanpa riasan?'

'Eh?'

'…Kamu sangat imut'

Ada apa dengan topik ini tiba-tiba ini? Aku terkejut. Kemudian, alih-alih menjawab, aku dengan cepat dipeluk oleh lengannya yang tebal.

'Tidak!'

Karena bibirnya semakin dekat, aku segera memalingkan wajah ku. Aku, mengerahkan seluruh kekuatan ku, melarikan diri dari pelukannya. Aku kemudian berlindung di hutan ke sisi jalan.

'Hei, kemana kau pergi?'

Dari jalan, dia tiba-tiba berteriak dengan nada yang benar-benar berubah. Sambil duduk di bawah bayangan pohon dan berusaha menyembunyikan suara napas ku, setelah beberapa saat aku tidak bisa lagi mendengar suara gemerisik rumput. Sepertinya dia pergi.

Setelah gemetar tubuh ku berhenti, aku dengan goyah kembali ke jalan.

Dia benar-benar yang terburuk!

Aku ingin cepat kembali dan tidur. Jika semuanya akan berjalan seperti ini, aku seharusnya membuat sedikit keberatan dengan menghentikan Batu, Gunting, Kertas. Sambil memikirkan itu, aku mulai berjalan lagi.

Sekitar waktu itu, dari bawah, suara kecil terdengar. Ketika aku bingung dan melihat, tali pada sandal yang aku kenakan telah putus.

Aku dengan sedih berjongkok di tempat. Bagaimana ini bisa terjadi? Menatap mata yang mengerikan dan ditambah, sandal yang baru saja aku beli rusak. Dan karena awalnya aku tidak berencana berjalan jauh, kaki ku penuh dengan lecet.

Aku tidak ingin berjalan satu langkah lagi. Tuhan itu jahat. Apakah lebih baik diperlakukan buruk oleh laki-laki seperti itu?

Siapa aja... tolong aku—saat aku putus asa, dia muncul.

'Ada apa?'

Mengangkat wajah ku, orang yang ada di sana adalah Iijima dari kelas yang sama.

Sejujurnya, ketika dia memanggil, aku berpikir 'Mengapa cowok ini ...' Cowok berkacamata kurus ini adalah teman sekelas ku, tetapi kehadirannya tipis dan aku tidak pernah berbicara dengannya. Sepertinya kami juga berada di kelas yang sama di tahun pertama, tapi untuk semua yang bisa aku ingat, dia hanya akan mengatakan 'Apakah seperti itu?' (Intinya Ema berpikir Ijima gak bisa diharapkan) Dia bergaul dengan seorang otaku, jadi dia pasti juga seorang otaku, bukan. Bahkan jika dia tidak bisa menggendong ku, aku tidak berpikir dia sepertinya tipe orang yang akan pergi begitu saja ketika ada masalah.

Tetapi pada saat itu, aku merasa bahwa dia adalah satu-satunya harapan ku. Dengan air mata mengalir aku membawa situasi ku ke perhatiannya, dan tanpa banyak keraguan, dia meminjamkan sepatu kets yang dia kenakan.

Seperti yang diharapkan, Iijima hanya diam saja saat berjalan. Dia tidak memberi ku tatapan aneh, dan hanya menemani ku, aku sangat berterima kasih. Selain itu, ini adalah pertama kalinya aku melihatnya dengan pakaian biasa, dan kesannya berbeda dari kerah kakunya yang biasanya tidak cocok dengan seragam sekolah. T-shirt dan celana pendeknya secara tak terduga pas di tubuhnya, memikirkan ini, aku merasa dia terlihat sedikit keren.

Kadang-kadang, bagian dalam sepatu kets akan mengenai lukaku, tetapi dibandingkan dengan tumit ku, sepatu ini jauh lebih mudah ketika berjalan. Jika aku mengikatnya dengan kencang, aku tidak perlu khawatir tentang fakta bahwa ukurannya terlalu besar.

Ketika kami kembali ke kamp pelatihan, Juri sudah menunggu di pintu belakang. Ia menangis karena khawatir dan sementara aku mencoba menenangkannya, sebelum aku menyadarinya, Iijima pergi. Padahal aku ingin mengucapkan 'Terima kasih' dan mengembalikan sepatunya. Tapi aku tidak bisa memakai sandal ku yang rusak, dan untungnya, Iijima telah meminjam sandal pantai dari suatu tempat untuk kelas pagi. Itu sebabnya tampaknya tidak terlalu merepotkan. Juga, sepertinya mengganti sepatu di depan semua orang akan merepotkan, jadi aku akan menggunakan sepatu kets miiiknya sedikit lebih lama.

...aku tidak tahu bagaimana itu terlihat, tapi ada jarak sekitar 3cm antara ujung jari kaki ku dan ujung sepatu. 'Meskipun tidak banyak perbedaan tinggi, dia memiliki kaki yang cukup besar, ya' pikir ku sambil menggoyangkan jari-jari kaki di sepatu.

“–Ema, kamu denger gak?”

kata Miyu, menyadarkan ku kembali.

"Eh...? Oh, maaf. Tadi kita bicara apa?"

“Seperti yang aku katakan, Nozawa-senpai membawa seorang teman. Hari ini dia bilang kita akan pergi ke pesta kembang api."

Nozawa-senpai adalah cowok yang lebih tua yang berkencan dengan Miyu. Sepertinya Miyu menyalakan smartphone yang baru saja kembali untuk memeriksa pesannya.

Sebuah festival kembang api besar akan diadakan hari ini di kota yang agak jauh. Sepertinya Miyu dan pacarnya berencana untuk memperkenalkan ku kepada teman pacarnya Miyu ini.

"Oh, gitu…"

Aku merasakan sakit yang berdenyut.

"Aku sedikit lelah, jadi kurasa aku tidak akan pergi"

Miyu menyerukan 'Ehhh' dalam ketidakpuasan yang jelas sambil cemberut, tetapi aku bahkan tidak mempertimbangkan untuk merubah keputusanku.

Sebelumnya  Daftar isi  Selanjutnya







Related Posts

There is no other posts in this category.

2 komentar

  1. min ,pas perubahan sudut pandang,kalau bisa kasi tau dong.Tadi tak kira masih si mc yg ngomong,ternyata heroinya ,jadinya baca ulang suapaya lebih dpt feelnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. wkwk sorry gan, soal perubahan sudut pandang, bisa dilihat dari gambar kacamata dan kalung sebagai tanda. Kalau kacamata pov si MC, kalau kalung pov si heroine.

      Hapus

Posting Komentar