Setelah itu, aku dan Katsuya saling berhadapan
dengan soal persiapan ujian masuk masing-masing, sampai waktunya,
"Aku harus pergi," dan meninggalkan tempat dudukku.
Aku datang di sekolah tepat waktu. Di pintu
keluar kelas tiga, tempat kami bertemu, sangat gelap dan sunyi, tidak ada
tanda-tanda ada orang.
Aku mengenakan sepatu kets dan duduk di anak
tangga dekat loker sepatu, hanya menunggu Wada dan yang lainnya muncul tanpa
melakukan apa-apa.
Di luar pintu masuk ada jalan aspal menuju
gerbang sekolah, gymnasium, pagar pohon pinus, dan patung pendiri SMA lama.
Sudah ada sejak aku pertama kali datang ke sekolah ini, tanpa ada yang berubah.
Rasanya aneh, aku telah sekolah selama tiga
tahun, namun setelah dua kali kunjungan lagi, aku akan dapat melihat
pemandangan ini untuk terakhir kalinya, aku masih belum benar-benar
merasakannya, malah terasa kelulusan masih jauh di masa depan.
(well, aku tidak ingin berada disini)
Aku telah membuat keputusan. Aku akan pergi ke
kota yang jauh. Itulah mengapa aku bekerja keras sampai sekarang, aku tidak
punya waktu dan terjebak dalam sentimentalitas kecil ini.
Tapi kapan orang yang aku tunggu akan muncul?
Aku melihat jam ku dan waktu sudah lewat 5 menit dari yang dijanjikan.
Ketika aku mengalihkan perhatian dari jam dan
aku menunggu tak lama, aku mendengar suara gadis saling berbicara tak
jauh..
Merasa penasaran, aku berbalik dan sebelum aku
mengetahuinya, seorang gadis yang mungil telah berdiri di belakangku,
menatapku.
"Whoa!"
Terhadap aku yang kaget, gadis itu menundukkan
kepalanya dan meminta maaf dalam-dalam.
"Maaf membuatmu menunggu, Iijima-senpai,
maaf"
Dia adalah kohai dari Kyouchiken club, aku
memanggilnya junior D, Eiko Tanaka, yang menolak menggunakan kostum Chiba di
festival budaya, "Aku tidak memiliki kemampuan fisik yang bagus,"
begitu.
Mengesampingkan alasan Tanaka bahwa kelas
berjalan cukup lama... Yasuki bangun dan mengendong tasnya yang ditelakkan disampingnya
Senang rasanya dia datang, tapi aku tidak
melihat orang yang mengirim pesan. Aneh, aku bertanya ke Tanaka.
"Wada dimana...."
"Ah, ah!"
Ketika aku dikejutkan oleh suaranya yang
tiba-tiba, Tanaka menepuk tangannya di depan wajah dan melambai segera.
"Maaf, itu hanya boongan."
Aku tahu itu... pikirku. Aku sedikit kecewa
ketika aku dibohongi.
Tanaka menarik lenganku dan mendekatkan ku
ketelinganya, dia berbisik.
"Sebenarnya, seorang gadis di kelasku
ingin berbicara dengan Iijima-senpai, jadi aku meminta Wada-kun untuk
memanggilmu."
"Gadis di kelasmu?"
Siapa itu? Aku tidak ingat mengenal gadis
manapun di kelas satu selain dari klub.
Tepat ketika aku bertanya, Tanaka berbalik dan
memanggil, "Honoka-chan" lalu dari belakang loker sepatu, seorang
gadis dengan tinggi sedang, rambut panjang dikepang dua tepat dibawah
telinganya muncul.
"Konnichiwa"
Gadis itu membungkuk pelan, dan aku balas
dengan, "konnichiwa" juga.
Gadis itu berdiri disampingnya, tersenyum tapi
terlihat sedikit malu ketika berbalik dan bertanya,
"Apa kau mengingatku?"
Dia bilang begitu, aku melihatnya lebih dekat
dengan cermat. Kulitnya mulus dan ada tahi lalat, bulu matanya panjang dan
halus, ada [suasana] yang sederhana tentangnya, tampak tak asing bagiku.
Mungkin di kereta ya? Tidak, mungkinkah--
Yasuki hampir bergumam, "oh"
(Aku ingat...)
Ini adalah gadis yang aku selamatkan dari foul
ball saat itu.
Satu dari dua gadis yang bersorak
"Lakukan yang terbaik!" kepada cowok-cowok yang bermain volley ball
di lapangan luar. Dia yang aku dorong ketika aku teriak, "awas" dan
aku menyelamatkannya.
Aku bersyukur Tanaka saat itu tak disana, dan
rasanya tenang. Itu akan sangat buruk untuk dilihat "kohai dari klub yang
sama" dan dekat denganku melihatku saat kejadian yang menyedihkan itu.
Aku berbisik pada diriku sendiri,
menyembunyikan isi hatiku.
"Ah, saat ball game ......."
Gadis itu mengangguk. Tanakan memberikan
tepukan pelan pada bahunya dan kemudian menghilang.
Dia menundukkan kepalanya ke arah ku, pipinya
memerah dan terlihat rileks secara canggung.
"Maaf aku tidak cukup berterimakasih
padamu ketika kau menyelamatkanku saat itu."
"Ouh, tidak...."
Tidak ada kesempatan untuk mengucapkan
terimakasih. aku langsung dibawa ke ruang UKS segera, juga tak sempat untuk
memanggil karena kerumunan orang disekitar. Aku rasa dia ingat namaku karena
itu ada dijerseyku, jika tidak aku bahkan ragu dia melupakannya.
Saat aku diam dengan canggung, dia
mengeluarkan kantung kertas dan memegangnya dengan dua tangan, menyerahkannya
kepadaku.
"Ini bukan pengganti, tapi aku membuat
ini, tolong terima ini jika kau mau."
Hal yang tak terduga membuatku sulit untuk
mengikuti, tapi aku mengambilnya.
Di kantong kertas itu ada tulisan basaha
inggrish yang di print dan sedikit lipatan.
Ketika aku melihat kedalam, aku menemukan
sesuatu seukuran botol plastik disamping, terbungkus dengan kain anyaman putih
dan pita biru tua.
Itu dibungkus dengan kain duffy putih dan biru
tua, menilai dari tanggal hari ini dan kata-katanya, itu mungkin semacam kue
coklat buatan sendiri.
"Terimakasih."
Wajahku memerah dan aku mengucapkan
terimakasih. Aku tidak mengharapkan ini terjadi. Katsuya bilang, "Yassan
mungkin akan mendapatkan satu segera" tapi dia tidak mengharapkan dapat
dari seorang gadis yang tak diketahui.,
Tentu saja ada sedikit keraguan untuk bilang,
"Kau tidak perlu sejauh ini" tapi aku tidak bisa mengabaikan rasa
terimakasihnya, juga rasanya menyenangkan mendapat coklat dari seorang gadis,
tidak peduli apa bentuknya. Yasuki memutuskan untuk menerimanya, dan memastikan
untuk membalasnya cepat atau lambat.
"Apa di dalamnya?"
"... tolong periksa saat kamu ada di
rumah."
Kalau begitu, ayo buka segera setelah sampai
di rumah, wajahku turun seperti biasa. Ketika Yasuki membelai janggutnya dan
menutupi mulunya dengan tangannya, gadis yang berdiri di depannya membuka
mulutnya dan berbisik.
"Kalau begitu, Iijima-senpai."
"apa?"
Aku ingin tahu apa yang dia inginkan. Aku
melihat kembali wajahnya, pipinya semerah pipiku, dan bibirnya sedikit gemetar.
"Mungkin tidak sopan mengatakan ini tiba-tiba,
tapi..."
Ada jeda sebentar. Di waktu yang bersamaan
saat aku memiringkan kepalaku, gadis itu mengeluarkan suara yang samar dari
tenggorokannya.
"Watakushi to... please go out with
me"
"Eh, ya?"
"Suki, nandesu...."
(eeeh, ......)
Aku kira aku salah dengar. Tapi matanya merah
cerah dan lembab, aku yakin dia sungguh-sungguh.
Ini adalah kedua kalinya aku mendapat
pengakuan semacam ini. Yang pertama adalah di musim gugur tahun lalu, saat itu
duduk di kafe dan gadis yang aku sukai membuat pengakuan. Tapi suasananya
benar-benar berbeda, itu hanya sebuah candaan dan terlihat jelas.
Bagaimanapun, memang aku yang menolongnya saat
ball game, tapi Kimura lah yang terlihat paling keren di akhir. Aku tak
mengerti mengapa dia tertarik padaku bukan padanya.
Aku sangat bingung sampai-sampai akan
melupakan semuanya, tapi aku lanjut bertanya padanya.
"Umm, aku belum tahu namamu."
"Um, Nakajo. Itu Honoka Nakajo"
Dia menjawab dengan nada suara yang tinggi
seperti bell yang berguling. Nakajo.... nama yang belum pernah ku dengar.
"Nakajo-san, apa kau serius tentang
ini?"
Nakajo menganggukkan kepanya dalam diam
sebagai jawaban atas pertanyaan ku. Rambutnya diikat dua mulai bergoyang.
Panjangnya gak sama, tapi ku pikir mirip kek kelinci.
Yah, dia terlihat tidak berbohong atau kena
game hukuman karena dia terlihat begitu gugup. Setelah mengetahui nitanya, aku
mendesah dan mulai berbicara.
"Tapi ada rumor aneh tentangku. Aku bisa
membuatmu dalam masalah juga."
Akan memalukan untuk memiliki seorang pacar
yang merupakan penguntip. Bukan ide yg bagus membuat seorang gadis tak bersalah
merasa terjebak dan sengsara.
Terhadap apa yang aku katakan, Nakajo
menggelengkan kepalanya, masih menunduk.
"Aku juga dengar dari Tanaka-chan... tapi
dia bilang, "mustahil," dan aku juga percaya itu."
"Apa?" aku
hampir nanya balik.
Mengejutkannya, dia sepertinya tahu tentang
itu dan tetap mengaku kepadaku. Mungkin dia memang serius tentang ku sejak
awal.
Aku terlalu malu dan bingung untuk mengatakan
sesuatu, Nakajo mulai bicara.
"Tidak mungkin Iijima-senpai akan
melakukan hal seperti itu."
....Aku tidak tahu mengapa dia sangat yakin.
Bahkan gadis di kelas yg sama denganku untuk setahun lamanya dengan mudah
percaya rumor itu.
Nakajo mengambil nafas dan menelan ludah, dengan
suara tegukan dia bergumam.
"Aku, udah perhatiin senpai sejak saat
itu. Di kereta, saat istirahat makan siang, dll. Kamu selalu tenang dan santai.
Ketika kita gak sengaja menyenggol di gerbang tiket, kamu segera bilang,
"maaf". Atau saat tersisa satu roti untuk dibeli, kamu memberikannya
ke Kohai, bilang, "ini dia," dan aku berpikir, "Dia sangat
baik." Orang seperti itu tidak akan pernah melakukan hal yang tak disukai
orang lain.
Aku ingin tahu apa aku sering diperhatiin, aku
merasa sedikit buruk. Aku memang melakukan semua itu, jika kau bertanya, itu
bukan dengan alasan yang bagus. Aku tidak suka betikai dengan orang lain, jadi
aku bertindak rendah hati dan menahan diri, menjauh dari masalah. Aku tidak
sebaik yang dia pikirkan.
Ketika aku tak bisa mengatakan sepatah katapun
kepadanya, pengakuannya yeng menyentuh hati berlanjut.
"Aku sudah perhatiin kamu sejak lama,
sungguh. Aku pikir tidak apa jika kamu tidak menyadariku, tapi aku masih
menyukaimu. Aku pikir akan lebih baik untuk mencoba kesempatan daripada berpisah
darimu setelah kelulusan."
Setelah itu, dia mendongak dan menatapku. Mata
nya dipenuhi air mata, seolah olah akan meluap.
“Enggak, ya?”
Suara sedihnya mengguncang sampai ke hatiku.
Aku bisa tahu seberapa banyak dia memikirkanku. Aku tahu persis bagaimana
perasaannya, karena sampai saat ini, aku juga telah dimakan cinta tak terbalas.
Sebaliknya, perasaannya jauh lebih serius, tulus, dan kuat daripada perasaanku.
Dia mencintaiku, dia jujur dan imut. Mungkin
bukan ide yang buruk untuk menghabiskan paruh terakhir masa remahaku dengan
seorang gadis sepertinya.
Tapi—
“Gomen.”
Aku menundukkan kepalaku di depannya, tak
ingin melihat ekspresi seperti apa di wajahnya, jadi aku tetap menunduk dan
melanjutkan.
“Untuk saat ini, aku tidak tertarik untuk berpacaran
dengan siapapun.”
Aku telah menjalani hidupku sesuai keinginanku
sampai saat ini. Jalan yang ku pilih sekarang adalah, “Meninggalkan kota ini
dan memulai dari awal.”
Jika ada dia di kota ini, itu akan meredam
tekadku, aku tidak ingin meninggalkan penyesalan di kota ini. Aku ingin
membuktikan pada diri sendiri bahwa aku punya tekad untuk tetap pada
keputusanku sampai terakhir.
Daripada itu, aku masih belum sepenuhnya
sembuh dari luka sebelumnya. Aku tidak tahu apakah aku bisa menjaganya dalam keadaan
seperti ini. Aku pernah mendengar, "Cinta baru adalah cara terbaik
menyembuhkan patah hati" tapi perasaan gadis ini terlalu tulus untuk
dijadikan batu loncatan untuk melupakan semuanya.
Aku mendongak sedikit takut. Ketika mataku
bertemu dengannya, wajah Nakajo menjadi sedih, bibir serta bahunya bergetar.
“Kenapa, tidak?”
Dadaku sesak mendengar kata-kata yang menempel
padaku. Aku menahan rasa patah hati dan penyesalan yang ada, berbicara perlahan
memastikan untuk mencapainya.
“Ini bukan salahmu, tapi…”
Ini benar-benar masalah yang harus aku tangani
sendiri, dan Nakajo sama sekali tak bersalah. Sebaliknya, dia menjadi korban
karena jatuh cinta dengan orang sepertiku.
Air mata mengalir jatuh di pupu putih mulusnya
tepat di samping dua tahi lalatnya. Aku hampir menjulurkan tangan dan
mengusapnya, tapi buru-buruk menariknya kembali.
“Kalau begitu, maukah kau mendengar
keinginanku yang lain?”
Nakajo bergumam sambil menyesap hidungnya. Apa
yang dia inginkan... aku mempersiapkan diri, dia menatap ku dengan matanya yang
memerah.
“Tolong jadilah pacarku hanya untuk satu
hari!”
“Eh…”
Aku tak bisa tak heran dengan tawaran itu,
bahkan aku tak tahu itu normal atau berani.
Nakajo semakin sedih dengan suaranya yg
gemetar, mungkin dia "tidak menyukai" itu.
“Itu juga, tak bisa…?”
“Sehari… agak lama juga ya.”
Aku punya ujian masuk universitas swasta
minggu depan, dan ujian masuk utamaku beberapa hari lagi. Aku punya banyak hal
yang harus dilakukan sore ini, jadi aku tidak bisa bermain-main sepanjang hari.
Aku merasa sedih untuk Nakajo, tapi.... ini memang tak bagus.
Kemudian Nakajo menutup jarak diantara kami
sambil memohon padaku.
“Baiklah… satu jam. Maukah kau pergi bersamaku
untuk satu jam?”
... Aku tidak bisa menolak begitu saja melihat
keberaniannya.
Yasuki menghela nafas dan bertanya kepadanya,
terlinganya memerah.
“Dimana rumahmu?”
Nakajo mendongak dan segera menyebut nama
stasiun dengan nada bingung. Itu berjarak satu stasiun dari yang dia gunakan.
“Aku akan mengantarmu pulang kalau begitu.”
Nakajo sepertinya tidak tahu bagaimana harus
menanggapi tawaran Yasuki. Dia tampak bahagia sekaligus tertekan, mungkin dia
mengalami keduanya di saat bersamaan.
“Itu hanya satu jam, akan sampai sebelum
turun, aku masih punya waktu.”
“Apa gak apa-apa?”
Aku bertanya-tanya apa kita bisa makan siang
bersama, tapi aku tak tahu apa yang dia suka, aku tak ingin membuat suasanannya
canggung jika kami makan berduaan. Jka itu masalahnya, akan lebih baik untuk
berbicara sambil terus bergerak, itu akan mengalihkan perhatianku sampai batas
tertentu. Jumlah orang telah berkurang kecuali dari kelas 1 dan 2, jadi akan
sedikit orang yang melihat dan mencemoh ku.
Ketika Yasuki mengangguk dan bilang,
"Tentu saja," Nakajo menghapus air matanya dan tersenyum, "Aku
akan mengambil tasku"
Syukurlah, sepertinya dia sudah menjadi lebih
baik.
Beberapa saat kemudian, Nakajo kembali dengan
tas sekolah dan sepatu pantofel miliknya.
Ketika kami berjalan ke pintu keluar
berdampingan, dia bertanya pelan di depan gerbang sekolah.
“tangan, bolehkah aku memegang tanganmu?”
“…. Tunggu, disini sedikit”
Ketika aku menolak, Nakajo tampaknya tak
berkecil hati, malah tersenyum dan menatapku.
Ketika Yasuki melihat wajahnya, yang memiliki
sedikit fitur, kebiasaan yang bebas, dia berpikir, "Gadis ini mungkin
tumbuh secara tak terduga di masa depan."
Hmm kebiasaan pas lagi gini muncul aja cobaan
BalasHapus