Koi Nante Vol 2 Chapter 3 part 3

1 komentar

 

Setelah itu, aku dan Katsuya saling berhadapan dengan soal persiapan ujian masuk masing-masing, sampai waktunya, "Aku harus pergi," dan meninggalkan tempat dudukku.

Aku datang di sekolah tepat waktu. Di pintu keluar kelas tiga, tempat kami bertemu, sangat gelap dan sunyi, tidak ada tanda-tanda ada orang.

Aku mengenakan sepatu kets dan duduk di anak tangga dekat loker sepatu, hanya menunggu Wada dan yang lainnya muncul tanpa melakukan apa-apa.

Di luar pintu masuk ada jalan aspal menuju gerbang sekolah, gymnasium, pagar pohon pinus, dan patung pendiri SMA lama. Sudah ada sejak aku pertama kali datang ke sekolah ini, tanpa ada yang berubah.

Rasanya aneh, aku telah sekolah selama tiga tahun, namun setelah dua kali kunjungan lagi, aku akan dapat melihat pemandangan ini untuk terakhir kalinya, aku masih belum benar-benar merasakannya, malah terasa kelulusan masih jauh di masa depan.

(well, aku tidak ingin berada disini)

Aku telah membuat keputusan. Aku akan pergi ke kota yang jauh. Itulah mengapa aku bekerja keras sampai sekarang, aku tidak punya waktu dan terjebak dalam sentimentalitas kecil ini.

Tapi kapan orang yang aku tunggu akan muncul? Aku melihat jam ku dan waktu sudah lewat 5 menit dari yang dijanjikan.

Ketika aku mengalihkan perhatian dari jam dan aku menunggu tak lama, aku mendengar suara gadis saling berbicara tak jauh..

Merasa penasaran, aku berbalik dan sebelum aku mengetahuinya, seorang gadis yang mungil telah berdiri di belakangku, menatapku.

"Whoa!"

Terhadap aku yang kaget, gadis itu menundukkan kepalanya dan meminta maaf dalam-dalam.

"Maaf membuatmu menunggu, Iijima-senpai, maaf"

Dia adalah kohai dari Kyouchiken club, aku memanggilnya junior D, Eiko Tanaka, yang menolak menggunakan kostum Chiba di festival budaya, "Aku tidak memiliki kemampuan fisik yang bagus," begitu.

Mengesampingkan alasan Tanaka bahwa kelas berjalan cukup lama... Yasuki bangun dan mengendong tasnya yang ditelakkan disampingnya

Senang rasanya dia datang, tapi aku tidak melihat orang yang mengirim pesan. Aneh, aku bertanya ke Tanaka.

"Wada dimana...."

"Ah, ah!"

Ketika aku dikejutkan oleh suaranya yang tiba-tiba, Tanaka menepuk tangannya di depan wajah dan melambai segera.

"Maaf, itu hanya boongan."

Aku tahu itu... pikirku. Aku sedikit kecewa ketika aku dibohongi.

Tanaka menarik lenganku dan mendekatkan ku ketelinganya, dia berbisik.

"Sebenarnya, seorang gadis di kelasku ingin berbicara dengan Iijima-senpai, jadi aku meminta Wada-kun untuk memanggilmu."

"Gadis di kelasmu?"

Siapa itu? Aku tidak ingat mengenal gadis manapun di kelas satu selain dari klub.

Tepat ketika aku bertanya, Tanaka berbalik dan memanggil, "Honoka-chan" lalu dari belakang loker sepatu, seorang gadis dengan tinggi sedang, rambut panjang dikepang dua tepat dibawah telinganya muncul.

"Konnichiwa"

Gadis itu membungkuk pelan, dan aku balas dengan, "konnichiwa" juga.

Gadis itu berdiri disampingnya, tersenyum tapi terlihat sedikit malu ketika berbalik dan bertanya,

"Apa kau mengingatku?"

Dia bilang begitu, aku melihatnya lebih dekat dengan cermat. Kulitnya mulus dan ada tahi lalat, bulu matanya panjang dan halus, ada [suasana] yang sederhana tentangnya, tampak tak asing bagiku. Mungkin di kereta ya? Tidak, mungkinkah--

Yasuki hampir bergumam, "oh"

(Aku ingat...)

Ini adalah gadis yang aku selamatkan dari foul ball saat itu.

Satu dari dua gadis yang bersorak "Lakukan yang terbaik!" kepada cowok-cowok yang bermain volley ball di lapangan luar. Dia yang aku dorong ketika aku teriak, "awas" dan aku menyelamatkannya.

Aku bersyukur Tanaka saat itu tak disana, dan rasanya tenang. Itu akan sangat buruk untuk dilihat "kohai dari klub yang sama" dan dekat denganku melihatku saat kejadian yang menyedihkan itu.

Aku berbisik pada diriku sendiri, menyembunyikan isi hatiku.

"Ah, saat ball game ......."

Gadis itu mengangguk. Tanakan memberikan tepukan pelan pada bahunya dan kemudian menghilang.

Dia menundukkan kepalanya ke arah ku, pipinya memerah dan terlihat rileks secara canggung.

"Maaf aku tidak cukup berterimakasih padamu ketika kau menyelamatkanku saat itu."

"Ouh, tidak...."

Tidak ada kesempatan untuk mengucapkan terimakasih. aku langsung dibawa ke ruang UKS segera, juga tak sempat untuk memanggil karena kerumunan orang disekitar. Aku rasa dia ingat namaku karena itu ada dijerseyku, jika tidak aku bahkan ragu dia melupakannya.

Saat aku diam dengan canggung, dia mengeluarkan kantung kertas dan memegangnya dengan dua tangan, menyerahkannya kepadaku.

"Ini bukan pengganti, tapi aku membuat ini, tolong terima ini jika kau mau."

Hal yang tak terduga membuatku sulit untuk mengikuti, tapi aku mengambilnya.

Di kantong kertas itu ada tulisan basaha inggrish yang di print dan sedikit lipatan.

Ketika aku melihat kedalam, aku menemukan sesuatu seukuran botol plastik disamping, terbungkus dengan kain anyaman putih dan pita biru tua.

Itu dibungkus dengan kain duffy putih dan biru tua, menilai dari tanggal hari ini dan kata-katanya, itu mungkin semacam kue coklat buatan sendiri.

"Terimakasih."

Wajahku memerah dan aku mengucapkan terimakasih. Aku tidak mengharapkan ini terjadi. Katsuya bilang, "Yassan mungkin akan mendapatkan satu segera" tapi dia tidak mengharapkan dapat dari seorang gadis yang tak diketahui.,

Tentu saja ada sedikit keraguan untuk bilang, "Kau tidak perlu sejauh ini" tapi aku tidak bisa mengabaikan rasa terimakasihnya, juga rasanya menyenangkan mendapat coklat dari seorang gadis, tidak peduli apa bentuknya. Yasuki memutuskan untuk menerimanya, dan memastikan untuk membalasnya cepat atau lambat.

"Apa di dalamnya?"

"... tolong periksa saat kamu ada di rumah."

Kalau begitu, ayo buka segera setelah sampai di rumah, wajahku turun seperti biasa. Ketika Yasuki membelai janggutnya dan menutupi mulunya dengan tangannya, gadis yang berdiri di depannya membuka mulutnya dan berbisik.

"Kalau begitu, Iijima-senpai."

"apa?"

Aku ingin tahu apa yang dia inginkan. Aku melihat kembali wajahnya, pipinya semerah pipiku, dan bibirnya sedikit gemetar.

"Mungkin tidak sopan mengatakan ini tiba-tiba, tapi..."

Ada jeda sebentar. Di waktu yang bersamaan saat aku memiringkan kepalaku, gadis itu mengeluarkan suara yang samar dari tenggorokannya.

"Watakushi to... please go out with me"

"Eh, ya?"

"Suki, nandesu...."

(eeeh, ......)

Aku kira aku salah dengar. Tapi matanya merah cerah dan lembab, aku yakin dia sungguh-sungguh.

Ini adalah kedua kalinya aku mendapat pengakuan semacam ini. Yang pertama adalah di musim gugur tahun lalu, saat itu duduk di kafe dan gadis yang aku sukai membuat pengakuan. Tapi suasananya benar-benar berbeda, itu hanya sebuah candaan dan terlihat jelas.

Bagaimanapun, memang aku yang menolongnya saat ball game, tapi Kimura lah yang terlihat paling keren di akhir. Aku tak mengerti mengapa dia tertarik padaku bukan padanya.

Aku sangat bingung sampai-sampai akan melupakan semuanya, tapi aku lanjut bertanya padanya.

"Umm, aku belum tahu namamu."

"Um, Nakajo. Itu Honoka Nakajo"

Dia menjawab dengan nada suara yang tinggi seperti bell yang berguling. Nakajo.... nama yang belum pernah ku dengar.

"Nakajo-san, apa kau serius tentang ini?"

Nakajo menganggukkan kepanya dalam diam sebagai jawaban atas pertanyaan ku. Rambutnya diikat dua mulai bergoyang. Panjangnya gak sama, tapi ku pikir mirip kek kelinci.

Yah, dia terlihat tidak berbohong atau kena game hukuman karena dia terlihat begitu gugup. Setelah mengetahui nitanya, aku mendesah dan mulai berbicara.

"Tapi ada rumor aneh tentangku. Aku bisa membuatmu dalam masalah juga."

Akan memalukan untuk memiliki seorang pacar yang merupakan penguntip. Bukan ide yg bagus membuat seorang gadis tak bersalah merasa terjebak dan sengsara.

Terhadap apa yang aku katakan, Nakajo menggelengkan kepalanya, masih menunduk.

"Aku juga dengar dari Tanaka-chan... tapi dia bilang, "mustahil," dan aku juga percaya itu."

"Apa?" aku hampir nanya balik.

Mengejutkannya, dia sepertinya tahu tentang itu dan tetap mengaku kepadaku. Mungkin dia memang serius tentang ku sejak awal.

Aku terlalu malu dan bingung untuk mengatakan sesuatu, Nakajo mulai bicara.

"Tidak mungkin Iijima-senpai akan melakukan hal seperti itu."

....Aku tidak tahu mengapa dia sangat yakin. Bahkan gadis di kelas yg sama denganku untuk setahun lamanya dengan mudah percaya rumor itu.

Nakajo mengambil nafas dan menelan ludah, dengan suara tegukan dia bergumam.

"Aku, udah perhatiin senpai sejak saat itu. Di kereta, saat istirahat makan siang, dll. Kamu selalu tenang dan santai. Ketika kita gak sengaja menyenggol di gerbang tiket, kamu segera bilang, "maaf". Atau saat tersisa satu roti untuk dibeli, kamu memberikannya ke Kohai, bilang, "ini dia," dan aku berpikir, "Dia sangat baik." Orang seperti itu tidak akan pernah melakukan hal yang tak disukai orang lain.

Aku ingin tahu apa aku sering diperhatiin, aku merasa sedikit buruk. Aku memang melakukan semua itu, jika kau bertanya, itu bukan dengan alasan yang bagus. Aku tidak suka betikai dengan orang lain, jadi aku bertindak rendah hati dan menahan diri, menjauh dari masalah. Aku tidak sebaik yang dia pikirkan.

Ketika aku tak bisa mengatakan sepatah katapun kepadanya, pengakuannya yeng menyentuh hati berlanjut.

"Aku sudah perhatiin kamu sejak lama, sungguh. Aku pikir tidak apa jika kamu tidak menyadariku, tapi aku masih menyukaimu. Aku pikir akan lebih baik untuk mencoba kesempatan daripada berpisah darimu setelah kelulusan."

Setelah itu, dia mendongak dan menatapku. Mata nya dipenuhi air mata, seolah olah akan meluap.

“Enggak, ya?”

Suara sedihnya mengguncang sampai ke hatiku. Aku bisa tahu seberapa banyak dia memikirkanku. Aku tahu persis bagaimana perasaannya, karena sampai saat ini, aku juga telah dimakan cinta tak terbalas. Sebaliknya, perasaannya jauh lebih serius, tulus, dan kuat daripada perasaanku.

Dia mencintaiku, dia jujur dan imut. Mungkin bukan ide yang buruk untuk menghabiskan paruh terakhir masa remahaku dengan seorang gadis sepertinya.

Tapi—

“Gomen.”

Aku menundukkan kepalaku di depannya, tak ingin melihat ekspresi seperti apa di wajahnya, jadi aku tetap menunduk dan melanjutkan.

“Untuk saat ini, aku tidak tertarik untuk berpacaran dengan siapapun.”

Aku telah menjalani hidupku sesuai keinginanku sampai saat ini. Jalan yang ku pilih sekarang adalah, “Meninggalkan kota ini dan memulai dari awal.”

Jika ada dia di kota ini, itu akan meredam tekadku, aku tidak ingin meninggalkan penyesalan di kota ini. Aku ingin membuktikan pada diri sendiri bahwa aku punya tekad untuk tetap pada keputusanku sampai terakhir.

Daripada itu, aku masih belum sepenuhnya sembuh dari luka sebelumnya. Aku tidak tahu apakah aku bisa menjaganya dalam keadaan seperti ini. Aku pernah mendengar, "Cinta baru adalah cara terbaik menyembuhkan patah hati" tapi perasaan gadis ini terlalu tulus untuk dijadikan batu loncatan untuk melupakan semuanya.

Aku mendongak sedikit takut. Ketika mataku bertemu dengannya, wajah Nakajo menjadi sedih, bibir serta bahunya bergetar.

“Kenapa, tidak?”

Dadaku sesak mendengar kata-kata yang menempel padaku. Aku menahan rasa patah hati dan penyesalan yang ada, berbicara perlahan memastikan untuk mencapainya.

“Ini bukan salahmu, tapi…”

Ini benar-benar masalah yang harus aku tangani sendiri, dan Nakajo sama sekali tak bersalah. Sebaliknya, dia menjadi korban karena jatuh cinta dengan orang sepertiku.

Air mata mengalir jatuh di pupu putih mulusnya tepat di samping dua tahi lalatnya. Aku hampir menjulurkan tangan dan mengusapnya, tapi buru-buruk menariknya kembali.

“Kalau begitu, maukah kau mendengar keinginanku yang lain?”

Nakajo bergumam sambil menyesap hidungnya. Apa yang dia inginkan... aku mempersiapkan diri, dia menatap ku dengan matanya yang memerah.

“Tolong jadilah pacarku hanya untuk satu hari!”

“Eh…”

Aku tak bisa tak heran dengan tawaran itu, bahkan aku tak tahu itu normal atau berani.

Nakajo semakin sedih dengan suaranya yg gemetar, mungkin dia "tidak menyukai" itu.

“Itu juga, tak bisa…?”

“Sehari… agak lama juga ya.”

Aku punya ujian masuk universitas swasta minggu depan, dan ujian masuk utamaku beberapa hari lagi. Aku punya banyak hal yang harus dilakukan sore ini, jadi aku tidak bisa bermain-main sepanjang hari. Aku merasa sedih untuk Nakajo, tapi.... ini memang tak bagus.

Kemudian Nakajo menutup jarak diantara kami sambil memohon padaku.

“Baiklah… satu jam. Maukah kau pergi bersamaku untuk satu jam?”

... Aku tidak bisa menolak begitu saja melihat keberaniannya.

Yasuki menghela nafas dan bertanya kepadanya, terlinganya memerah.

“Dimana rumahmu?”

Nakajo mendongak dan segera menyebut nama stasiun dengan nada bingung. Itu berjarak satu stasiun dari yang dia gunakan.

“Aku akan mengantarmu pulang kalau begitu.”

Nakajo sepertinya tidak tahu bagaimana harus menanggapi tawaran Yasuki. Dia tampak bahagia sekaligus tertekan, mungkin dia mengalami keduanya di saat bersamaan.

“Itu hanya satu jam, akan sampai sebelum turun, aku masih punya waktu.”

“Apa gak apa-apa?”

Aku bertanya-tanya apa kita bisa makan siang bersama, tapi aku tak tahu apa yang dia suka, aku tak ingin membuat suasanannya canggung jika kami makan berduaan. Jka itu masalahnya, akan lebih baik untuk berbicara sambil terus bergerak, itu akan mengalihkan perhatianku sampai batas tertentu. Jumlah orang telah berkurang kecuali dari kelas 1 dan 2, jadi akan sedikit orang yang melihat dan mencemoh ku.

Ketika Yasuki mengangguk dan bilang, "Tentu saja," Nakajo menghapus air matanya dan tersenyum, "Aku akan mengambil tasku"

Syukurlah, sepertinya dia sudah menjadi lebih baik.

Beberapa saat kemudian, Nakajo kembali dengan tas sekolah dan sepatu pantofel miliknya.

Ketika kami berjalan ke pintu keluar berdampingan, dia bertanya pelan di depan gerbang sekolah.

“tangan, bolehkah aku memegang tanganmu?”

“…. Tunggu, disini sedikit”

Ketika aku menolak, Nakajo tampaknya tak berkecil hati, malah tersenyum dan menatapku.

Ketika Yasuki melihat wajahnya, yang memiliki sedikit fitur, kebiasaan yang bebas, dia berpikir, "Gadis ini mungkin tumbuh secara tak terduga di masa depan."

Sebelumnya  Daftar isi  Selanjutnya


Related Posts

There is no other posts in this category.

1 komentar

Posting Komentar