Ema-chan the Liar
Aku banyak belajar
akhir-akhir ini, jadi mungkin itu sebabnya tubuh ku menjadi lebih lemah, karena
aku pulih dengan kecepatan yang sangat lambat. Aku akhirnya mulai merasa lebih
baik sehari sebelum upacara akhir semester.
"Aku seharusnya
bisa pergi ke sekolah besok dengan kondisi ku sekarang."
Saat aku bersantai di
ruang tamu malam itu, ibu ku, yang telah menyelesaikan pekerjaannya lebih awal,
tiba di rumah dan memberi ku izin juga. Aku lega mengetahui bahwa, paling
tidak, aku bisa muncul di hari terakhir sekolah, karena akan sangat menyedihkan
jika aku memulai liburan musim dinginku seperti ini. Sejujurnya, aku bosan
tinggal di rumah begitu lama.
“Ah, itu benar.”
Ibuku bergumam singkat
sebelum meninggalkan ruang tamu. Tidak lama kemudian, dia kembali dengan paper bag putih di tangannya.
"Ini dia."
"Apa ini?"
Ibuku menjawab dengan
wajah datar.
“Ini sedikit lebih
awal, tapi itu hadiah Natalmu. Aku pikir ayahmu pergi untuk membelinya kemarin.
”
“Lebih cepat lebih baik,
kan?” Kata ibuku sambil menyerahkan tas itu kepadaku.
"Terima
kasih." Aku mengucapkan terima kasih singkat kepada ibu ku. Tapi di dalam,
mau tak mau aku merasa sangat gembira saat ini.
Menekan kegembiraan ku,
aku dengan cepat membuka tas dan mengeluarkannya. Ponsel cerdas itu terbuat
dari aluminium hitam, dan pas di telapak tangan ku.
“Tapi tahukah kamu, aku
tidak pernah membayangkan mu meminta telepon kepada kami. Kamu tidak pernah
benar-benar menginginkan telepon sebelumnya, jadi aku khawatir kamu tidak punya
banyak teman.”
Aku terperangah dengan
pernyataannya. Sebagai hadiah karena masuk SMA, orang tua ku membelikan ku sebuah PC, tetapi
mereka menambahkan bahwa, sebagai gantinya, aku harus menunda mendapatkan
smartphone selama 3 tahun ke depan. Itulah mengapa aku menahan diri selama ini,
tapi aku bertanya-tanya apakah dia sudah lupa.
Sementara aku merasa
sangat kecewa melihat betapa cerobohnya orang dewasa, kegembiraan memiliki
perangkat di saku ku yang dapat menghubungkan ku dengan dunia lebih besar.
Aku akhirnya mendapatkan telepon.
Segera setelah aku
kembali ke kamar ku, aku segera mulai bermain-main dengan telepon ku bahkan
tanpa melihat manual. Butuh beberapa saat pada awalnya, tetapi setelah sekitar
satu jam, aku terbiasa menanganinya. Aku kemudian asyik mengunduh semua jenis
aplikasi, musik, dan foto.
Aku mendaftarkan alamat
email dan ID jejaring sosial baru untuk ku. Aku memiliki beberapa nama pengguna
yang ingin ku gunakan, tetapi semuanya sudah diambil oleh orang lain, jadi
karena putus asa, ku akhirnya memilih nama pengguna yang hanya merupakan
plesetan dari inisial ku. Itu tidak memiliki keunikan atau bakat apa pun, yang
cukup mengecewakan.
Mail box ku kosong saat ini, tidak
ada satu pesan pun di dalamnya sekarang. Seseorang dapat membalas ku dan
berkata, “Jelas itu akan kosong, karena Kau bahkan belum memberi tahu siapa pun
tentang itu!”, dan mereka akan benar. Tapi…
Aku akan memberi tahu Kitaoka besok.
Aku akan memberitahunya
bahwa aku membeli smartphone. Mungkin saat aku mengembalikan kausnya padanya,
atau karena ini adalah hari pertama kursus musim dingin kami besok, mungkin aku
akan memberitahunya dalam perjalanan pulang. Aku akan berkata, "Mari kita
bertukar kontak."
Tidak seperti biasanya,
aku merasa sangat gembira memikirkan bahwa pesan pertama yang kuterima di
ponsel baruku mungkin dari gadis itu.
Aku menuju ke sekolah
keesokan paginya dengan pegas di langkahku. Ketika aku turun di stasiun dekat
sekolah, mata ku melihat Tamura di peron. Beberapa SMA di daerah itu sudah berlibur, jadi kereta, serta
peronnya, agak kurang ramai dari biasanya.
“Ah, Tamu.”
Ketika Tamura berbalik
dan menatapku, dia membeku, tampak sedikit bingung.
Aku pikir itu adalah
reaksi yang aneh untuknya, tetapi sebelum aku menyadarinya, dia segera kembali
ke wajah pokernya yang biasa.
“Ah, kudengar kau
disiram air beberapa hari yang lalu. Apakah kamu baik-baik saja?"
"Ya. Aku sedikit
kedinginan, tapi aku baik-baik saja sekarang. Aku sama bugarnya dengan biola.”
Aku melihat bahwa napas
ku putih. Saat aku menggosok kedua tanganku untuk mengusir hawa dingin, aku
mencapai bagian bawah tangga yang telah kuturuni.
“Tapi mengalami hal
seperti itu terjadi padamu selama cuaca dingin ini pasti merupakan bencana.
Siapa yang melakukan ini padamu?”
“Aku tidak terlalu
yakin siapa… Yah, kurasa itu hanya kecelakaan.”
Saat dia mendengar
jawabanku, aku melihat alis Tamura berkedut.
"Kecelakaan?
Dengan seluruh ember air yang jatuh langsung ke tubuhmu?”
...Kata-katanya
menghantam tempat yang menyakitkan. Tapi, aku adalah orang yang kurang beruntung,
jadi aku yakin kemalangan langka semacam ini mungkin akan menimpa ku dari waktu
ke waktu. Atau lebih tepatnya, menyakitkan bagiku untuk berpikir bahwa
seseorang dengan sengaja melakukan ini padaku, jadi aku ingin percaya
bahwa itu hanya kecelakaan.
Aku hanya dengan santai
menertawakan masalah ini. Ini membuat ekspresi Tamura semakin muram saat dia
bertanya padaku.
“Dan, kamu tahu…
bukankah kamu menjadi sasaran rumor yang mencurigakan akhir-akhir ini?”
“Rumor? Seperti apa?"
Tidak mengerti, aku
bertanya balik padanya, tapi Tamura hanya menjawab dengan canggung sambil
mengelak.
“...Atau, apakah kamu
membicarakan tentang apa yang kamu katakan di toko ramen tempo hari?”
Aku bertanya-tanya
apakah dia sedang membicarakan rumor tentang aku dan Kitaoka. Jika demikian,
maka aku belum pernah mendengar desas-desus semacam itu dari orang lain.
Sebenarnya, aku telah tinggal di rumah selama beberapa hari terakhir, jadi aku
tidak akan tahu banyak tentang apa pun yang terjadi di sekolah.
“Mmm… Yah, jika kamu
tidak tahu, lupakan saja apa yang aku katakan. Lagipula aku tidak terlalu
peduli.”
Tamura samar-samar
tersenyum saat dia menjawab. Seolah-olah dia secara implisit mengatakan,
"Jangan bertanya lebih jauh," jadi aku menelan kata-kata ku.
...Aku juga berencana
memberi tahu Tamura bahwa aku mendapatkan smartphone, tapi entah kenapa moodku
sepertinya tidak cocok untukku.
Segera setelah kami
meninggalkan gerbang tiket, Tamura berkata, "Aku akan mampir sebentar ke
toko serba ada," saat kami berpisah di depan stasiun. Aku tidak perlu
menemaninya, jadi aku hanya mencolokkan earphone ku dan pergi ke sekolah
sendirian.
Aku bertanya-tanya apa
yang dia maksud dengan "rumor mencurigakan". Aku punya firasat buruk
tentang itu, dan kegelisahan mulai mengalir di hatiku.
Sudah lama sejak aku
pergi ke sekolah, tetapi ruang kelas tampaknya tidak berbeda dari biasanya.
Namun, selama upacara penutupan di gym, aku merasa seperti melihat beberapa
gadis di kelas lain. Tatapan mereka adalah campuran rasa ingin tahu dan jijik.
Itu adalah yang pertama bagi ku, karena aku adalah anak laki-laki yang polos
dan tidak mencolok, yang setidaknya dianggap sebagai orang yang tidak
berbahaya.
Berita sebelumnya dari
Tamura tentang "rumor aneh" kembali ke pikiran. Tetapi aku tidak
memiliki bukti yang meyakinkan, jadi aku memutuskan untuk membiarkannya untuk
saat ini. Lagipula besok adalah awal dari liburan musim dingin, dan aku juga
bersiap untuk mengikuti Center Test
setelah Tahun Baru tiba. Aku tidak punya waktu untuk terganggu oleh hal-hal
sepele seperti itu.
Setelah tugas
bersih-bersih dan kelas yang lebih lama dari biasanya, hari sekolah berakhir
tepat sebelum tengah hari. Katsuya bilang dia berkencan dengan Asuka-chan, jadi
setelah aku mengantarnya pergi, aku pergi ke ruang staf untuk mengambil raporku
dan juga hasil ujianku yang tidak bisa kuambil selama aku absen. .
Hasil rapor dan ujian ku
sebagian besar seperti yang ku harapkan. Itu hampir sama dengan hasil yang ku
dapatkan di semester sebelumnya, meskipun aku sangat lega melihat peringkat ku
dalam fisika, mata pelajaran yang menjadi fokus sebagian besar studi ku, telah
meningkat pesat.
Aku berterima kasih
kepada guru wali kelas ku dan meninggalkan ruang staf. Saat aku berjalan menuju
pintu, aku tiba-tiba teringat isi kantong kertas yang kupegang di tanganku.
Pada akhirnya, aku tidak bisa mengembalikannya
padanya.
Tas itu menyimpan
jersey yang kupinjam dari Kitaoka pada hari aku disiram air dari atas. Aku
telah merencanakan untuk memberikannya padanya selama waktu bersih-bersih atau waktu istirahat, ketika tidak ada orang di
sekitar, tetapi aku tidak dapat menemukan waktu yang tepat dan sebelum aku
menyadarinya, sekolah telah berakhir. Aku masih membawanya kemana-mana untuk
berjaga-jaga jika aku bertemu dengannya di suatu tempat, tapi sekarang liburan
musim dingin telah dimulai dan kami tidak lagi bersekolah, aku yakin Kitaoka
tidak akan membutuhkannya. Pada akhirnya, aku memutuskan untuk mengembalikannya
kepadanya setelah tahun baru, jadi aku menyimpannya di loker ku di lorong
sampai saat itu. Setelah itu, aku kembali ke lantai empat tempat kelasku
berada.
Setelah menaiki
beberapa anak tangga, akhirnya aku sampai di pintu kelas. Melewati pintu yang
tertutup, aku bisa mendengar obrolan ramai dari beberapa gadis di dalam.
“Hei, Ema, apa kau akan
pergi kemanapun untuk Hatsumode?” (Kunjungan kuil tahun baru)
Telingaku berkedut
mendengar nama yang kudengar. Rupanya, Kitaoka adalah salah satu gadis yang
mengobrol di dalam.
Itu adalah waktu yang
tepat. Aku akan melihat bagaimana semuanya berjalan sedikit, dan jika Kitaoka
keluar dari kelas, aku akan mengembalikan jersey itu padanya. Tentu saja, aku
juga ingin berterima kasih padanya, dan ketika harus mengembalikan barang milik
orang lain, semakin cepat mengembalikannya, semakin baik.
Aku bersandar di
dinding di lorong dan menunggu Kitaoka. Mungkin karena tidak ada orang lain di
sekitar, tapi aku hanya bisa mendengar suara-suara di dalam kelas. Kemudian, aku
perhatikan bahwa aku tidak bisa mendengar suara Kitaoka dengan baik, meskipun
dia pasti berada di dalam kelas. Tapi dia pada dasarnya bukan pembicara yang
tegas, jadi mungkin memang begitulah seharusnya.
Gadis-gadis di kelas
sedang berbicara tentang pacar mereka, fashion, ujian tentu saja, dan
sebagainya. Mereka sering bertukar topik dan tertawa bahagia, tidak menunjukkan
tanda-tanda meninggalkan kelas.
Jam digital ku berbunyi
bip pelan, dan layarnya menunjukkan “12:30”. Biasanya, kami sudah tiba di
stasiun sejak lama.
5 menit lagi. Aku akan
menunggu 5 menit lagi, dan jika dia tidak keluar saat itu, maka aku akan pulang
saja. Aku secara tidak
sengaja mendengarkan pembicaraan gadis-gadis mereka sekali lagi.
Lorong kosong itu
dingin. Saat aku meniup tangan ku untuk menghangatkan mereka, apa yang muncul
di telinga ku adalah gadis-gadis mendiskusikan rencana mereka untuk Natal yang
akan datang.
Hari ini, di hari
terakhir sekolah, aku berencana untuk makan siang di restoran hamburger ala
Hawaii bersama teman dekat ku Miyu, Juuri, dan Kokona, serta Maiko dari Kelas
C, yang pernah menjadi teman sekelas ku selama tahun kedua ku.
Aku memiliki prep school hari ini, tetapi aku telah belajar begitu banyak
akhir-akhir ini jadi ini adalah perubahan kecepatan yang bagus. Yang bisa aku
pikirkan sejak pagi adalah, “Apa yang harus aku pesan ketika aku sampai di sana
….”
Sekolah sudah selesai
di pagi hari, dan kami seharusnya pergi makan siang setelah kelas. Namun, salah
satu anggota kelompok yang aku ajak, Kokona, memberi tahu ku bahwa dia akan
bertanya kepada guru matematika tentang sesuatu yang sulit dia pahami, jadi aku
memutuskan untuk menunggunya sambil mengobrol dengan tiga lainnya. di kelas ku,
Kelas F.
Kokona mengatakan bahwa
dia akan kembali dalam sekejap, tapi sudah lama dan dia masih belum kembali.
“Ah, aku sangat lapar…” pikirku sambil setengah hati mendengarkan apa yang dibicarakan
kelompok itu.
“Sebentar lagi Natal,
kan? Miyu, kamu mungkin berkencan dengan senpai itu, kan?”
“Hmm… bagaimana ya.”
Miyu samar-samar
memiringkan kepalanya ke samping pada pertanyaan Juuri.
Melihat sikapnya itu
membuatku percaya bahwa Miyu mungkin tidak bergaul dengan baik dengan senpai
itu saat ini. Setiap kali mereka berdua mesra satu sama lain, dia selalu pamer
kepada kami bahkan jika kami tidak bertanya. Jadi, karena dia tidak mengatakan
apapun untuk menjaga penampilannya, aku yakin mereka berdua sedang bertengkar.
Miyu adalah seorang gadis imut dengan lidah
tajam yang memungkiri penampilannya, tapi dia bisa sedikit murung dan suka
pamer.
Aku tidak yakin
bagaimana Juuri menafsirkan respon Miyu saat dia hanya menghela nafas putus
asa.
“Sungguh menyenangkan…
Fakta bahwa kamu punya pacar membuatku cemburu.”
Aku tidak benar-benar
memiliki sentimen yang sama, tetapi aku kurang lebih mengangguk setuju.
“Biasanya, kita akan
belajar bahkan selama Natal, kan?”
Aku tersenyum kecut
ketika Juuri tiba-tiba berbalik menatapku.
“Eh, tapi Ema, kamu
sepertinya sangat dekat dengan Iijima-kun akhir-akhir ini, tahu?”
“Eh…?”
Mau tak mau aku merasa
terkejut ketika dia tiba-tiba mengangkat topik itu.
Apa yang dia katakan
cukup banyak kebenaran, tapi ... aku tidak ingin semua orang di sini tahu. Aku
tetap diam, tidak yakin bagaimana aku harus menjawab saat Juuri terus berbicara
dengan senyum paksa di wajahnya.
“Aku mendengarnya dari
Taisei. Bahwa kalian berdua selalu pulang dari prep school bersama dan semacamnya. ”
Dia memulai dengan
menyebut sebuah nama, tetapi mendengar nama itu tidak hanya mengejutkanku, itu
juga memberiku perasaan yang sangat buruk yang menjalari tubuhku.
Taisei… adalah nama
depan Hayasaka. Dia adalah anak laki-laki dari Kelas B; orang yang sama yang
memeluk paksa saat perjalanan kembali
selama kamp pelatihan musim panas. Hanya mengingat ekspresinya yang tidak
senonoh dan rahangnya yang kendur membuatku merinding.
Mengapa dia dari semua
orang . Aku mengutuk
kebodohan dan kepicikanku sendiri. Aku tidak benar-benar berusaha
menyembunyikan fakta bahwa aku bersama dengan Iijima. Aku telah berpikir bahwa
entah bagaimana, aku akan menghilangkan semua rintangan di jalan ku, dan tak
lama kemudian, aku akan mendapatkan persetujuan semua orang. Pola semacam ini
tersebar luas akhir-akhir ini. Tapi lain cerita jika Hayasaka yang mengetahui
tentang kami.
Aku telah mendengar
melalui rumor bahwa Hayasaka, meskipun dia bersikap baik kepada teman masa
kecilnya seperti Juuri, sebenarnya sangat pendendam dan ulet, dan dengan kejam
menindas para kouhai di klub rugby tempat dia berada. Bahkan setelah kamp
pelatihan musim panas, dia masih belum menyerah pada ku, dan setiap kali kami
bertemu satu sama lain sepulang sekolah, dia akan meminta ku untuk datang ke
rumahnya (Jelas, aku menolaknya setiap waktu). Aku yakin kali ini juga, dia
sengaja memberikan cerita ini kepada Juuri untuk mengetahui lebih banyak tentang
hubungan dan keadaan kami.
Jika Hayasaka
mengetahui tentang kita, dia mungkin akan menindas dan menghancurkan kami sebelum
kami mendapatkan persetujuan semua orang. Bahkan,
mungkinkah dia sudah bergerak pada Iijima?
Saat itulah aku
tiba-tiba teringat.
Iijima disiram air beberapa hari yang lalu.
Mungkinkah…
Aku secara intuitif
bertanya-tanya apakah Hayasaka adalah orang di baliknya. Juga dikabarkan bahwa
dia telah melakukan sesuatu yang mirip seperti dengan kouhai yang tidak dia sukai di masa lalu, dan
begitu pemikiran ini muncul di benakku, aku hanya bisa menganggap ini sebagai kebenaran.
Apa yang harus aku
lakukan? Mungkin salahku bahwa Iijima harus melalui hal yang mengerikan seperti
itu. Dia tampak cemas beberapa hari yang lalu, tetapi aku hanya menertawakannya
dan mengatakan kepadanya bahwa tidak mungkin insiden itu adalah pelecehan.
Seharusnya aku mendengarkannya lebih hati-hati.
Sementara aku merasa
terlalu terguncang untuk mengatakan apa-apa, Miyu bergumam sedikit mengejek.
“Eeh, bahkan kamu
tertarik dengan orang seperti itu.
Betapa mengejutkan.”
Aku hampir berkata,
"Jangan panggil dia 'orang seperti itu'".
Tapi jika aku
benar-benar mengatakan itu, maka aku yakin Juuri akan diam-diam menyampaikan
itu pada Hayasaka. Juuri hanya melihat sisi baik dan ramah Hayasaka, jadi dia
mungkin akan memberitahunya apa pun yang ingin dia ketahui.
“Tidak, itu hanya
kebetulan. Bukannya aku benar-benar mencoba pulang bersamanya, dan dia juga
tidak terlalu peduli untuk pulang bersamaku.”
Aku mencoba mengarang
cerita yang tepat untuk menghilangkan kecurigaannya, tapi dia sepertinya tidak
menyadarinya saat dia menjawab dengan kosong.
“Tapi, itu
mengingatkanku. Beberapa hari yang lalu, aku juga mendengar bahwa Kamu berdua
melakukan sesuatu di dalam kelas tepat sebelum jam pelajaran pertama.”
Mereka juga melihat
itu? pikirku, heran. Aku
terlambat ke sekolah waktu itu, jadi aku pikir tidak ada orang di sekitar. Aku
lengah, dan itu adalah kecerobohan ku.
Aku tidak bisa
memikirkan alasan yang bagus saat aku menundukkan kepalaku. Miyu tanpa berpikir
melanjutkan penghinaannya.
"Apakah kamu
menyukainya? Kenapa kamu tidak berpacaran saja?
Aku pikir kalian berdua cocok satu sama lain. ”
Dia terus berbicara
dengan komentar menghinanya. Sebelumnya, dia memanggilnya orang seperti itu dan
sekarang dia dengan sinis mengatakan hal-hal seperti "bagaimana kita cocok
satu sama lain". Apa yang dia coba lakukan? Aku semakin kesal.
Hanya karena hubungan mu
sendiri tidak berjalan dengan baik bukan berarti kau harus berusaha keras untuk
mengacaukan hubungan orang lain. Tentu saja, itu berarti aku tidak bisa
sembarangan jatuh pada provokasinya.
Saat Miyu dan Juuri terus
menggodaku, Maiko, gadis dari kelas lain yang telah menyaksikan semuanya
terungkap tanpa mengucapkan sepatah kata pun sejauh ini, tiba-tiba berbicara
dengan nada gelisah.
“Hei, umm...
'Iijima-kun', maksud Mu Iijima-kun itu?”
Apa yang dia maksud
dengan Iijima-kun “itu”?
Iijima kebanyakan tidak mencolok,
dan dia bukan tipe orang yang biasanya terbawa dalam percakapan atau rumor.
Dengan banyak keraguan
melintas di kepalaku, aku bertanya padanya, “Ada apa dengan Iijima?” Dia
memiringkan kepalanya ke samping dan dengan murung menjawab.
“Tidak, hanya saja… aku
mendengar ini dari anak laki-laki di kelasku tempo hari…”
"...Uh huh?"
"Ada rumor, dia
diam-diam memotret gadis-gadis."
Kata-katanya begitu
mengejutkan sehingga bukan hanya aku, tapi juga Miyu dan Juuri yang bergumam,
“Eh…?” saat mereka terdiam.
"...Apakah itu
nyata?"
Ketika Miyu bertanya
padanya, Maiko memiringkan kepalanya sekali lagi, seperti sedang berpikir,
sebelum melanjutkan.
"Aku tidak tahu.
Tapi dari apa yang aku dengar, seseorang menemukan handphoneyang
dijatuhkan di depan kelas mereka dengan layar masih menyala, dan ketika mereka
dengan santai melihat isi handphone, mereka menemukan banyak
gambar aneh di dalamnya. Mereka penasaran ingin melihat siapa yang akan datang
dan mengambil telepon, jadi mereka menyembunyikan diri. Ternyata, Iijima datang
untuk mengambil teleponnya.”
Begitu mendengar itu, aku
langsung ingin berteriak, “Itu tidak mungkin!” Pertama-tama, Iijima tidak
memiliki smartphone atau ponsel apapun. Suatu kali, dia mengatakan bahwa dia
ingin menelepon ke rumah, jadi aku meminjamkannya handphone ku dalam perjalanan
pulang dari prep school, tapi dia sangat tidak terbiasa menggunakannya
sehingga dia menekan tombol yang salah beberapa kali. Bahkan jika dia diam-diam
memiliki handphone, aku yakin dia tidak
akan bertindak seperti rumor yang dijelaskan.
Dia bergaul dengan
otaku, dan penampilannya seperti itu, yang membuat rumor itu terdengar sangat
realistis. Namun, itu tidak lain hanyalah rumor, hanya kebohongan yang
dibuat-buat. Aku ingin tahu siapa yang datang dengan omong kosong ini.
...Tapi, aku tidak bisa
sembarangan membelanya sekarang. Lagi pula, aku satu-satunya di sini yang tahu
bahwa dia tidak memiliki handphone, dan
sepertinya itu bukan fakta yang diketahui. Jika aku menunjukkan ini, mereka
akan memulai keseluruhan "Kalian berdua sangat dekat!" mengganggu,
dan aku hanya akan menambahkan bahan arang ke api. Aku
menelan kata-kataku saat aku meratapi ketidakberdayaanku sendiri.
Aku menelan kata-kata ku, menggigit kekecewaannya.
“Sekarang bagaimana, Emma?
Pacarmu diam-diam memotret gadis-gadis loh.”
Saat Miyu terkikik, aku
merasakan rasa jengkel yang tak dapat dijelaskan mengalir dari dalam diriku. Sial,
bagian mana dari situasi ini yang begitu lucu untuk ditertawakan? Apakah kemalangan
orang lain begitu lucu?
"Aku bilang, kamu
salah paham."
"Ooh, kau
membelanya!"
“Bukan itu…”
Hati ku dipenuhi dengan
kemarahan dan frustrasi.
Jika ini akan terjadi,
maka aku seharusnya mengisyaratkan bahwa aku menyukai Iijima sejak lama. Aku
tidak ingin orang lain tertarik padanya, jadi aku tidak memberi tahu siapa pun,
tetapi itu benar-benar menjadi bumerang bagi ku. Tapi karena tidak ada jalan
untuk kembali sekarang, aku tidak punya pilihan selain berpura-pura tidak
bersalah. Itu adalah satu-satunya pilihan yang muncul di pikiran.
Aku berbicara dengan
nada tegas dan dengan tegas menyatakan.
"Sungguh, semua
rumor tentang aku menyukai nya itu atau
berkencan dengan cowok itu, semuanya
salah."
"Eh,
benarkah?"
“Fakta bahwa kamu sibuk
memikirkan hal ini benar-benar mencurigakan, tahu~”
Mereka berdua
sepertinya tidak bisa membaca suasana karena mereka menolak untuk mundur. Aku
merasakan sesuatu di dalam diriku tersentak saat itu juga.
"Cukup. Aku bahkan
tidak berteman dengan cowok seperti dia, apalagi
jatuh cinta.”
Aku yakin ini sudah
cukup untuk membuat mereka mengerti. Aku benar-benar tidak ingin berbicara
buruk tentang dia seperti itu. Tapi, begitu aku mengatakannya, aku hanya
berpikir, "Yah, apa pun yang terjadi, terjadilah," sambil tertawa bersama
dengan gadis-gadis lain.
“Maksudku, pikirkan
saja. Tidak mungkin aku jatuh cinta dengan otaku seperti dia.”
Aku bisa dengan jelas
mendengar apa yang dia katakan dari luar. Aku bahkan mendapati diri aku tertawa
setuju, berpikir "Aku tahu benar" dan "Itu benar, bukan?"
Itu mungkin kebetulan,
tapi sekarang aku tahu apa yang Tamura bicarakan ketika dia mengatakan
"rumor mencurigakan". Aku dicurigai diam-diam memotret gadis-gadis.
Itulah mengapa aku mendapatkan semua tatapan jijik dari para gadis saat upacara
penutupan.
Desas-desus itu tidak
lain hanyalah tipuan. Aku memiliki beberapa pengetahuan tentang cara mengambil
foto, tetapi aku tidak pernah menggunakan keterampilan itu untuk sesuatu yang
tidak bermoral… Maksudku, aku bahkan tidak memiliki smartphone sampai kemarin,
jadi tidak mungkin aku bisa melakukan semua itu. Namun, rumor mengejutkan
semacam ini adalah yang paling dibenci orang, dan karena itu menyangkut
masyarakat umum, itu jelas akan menyebar dengan cepat. Bahkan jika aku menjelaskan
bahwa itu semua adalah kesalahpahaman dan berhasil menghilangkan rumor
tersebut, citra “Iijima = iblis yang diam-diam memotret gadis” akan tetap ada
di benak beberapa orang. Membayangkan saja semua itu membuat tubuhku bergidik.
Pada saat yang sama, aku merasakan kebencian yang kuat terhadap orang yang
menyebarkan desas-desus tanpa berpikir.
Tetapi jika hanya itu,
maka aku yakin aku bisa melewatinya. Lagipula aku akan lulus dari sekolah ini
dalam tiga bulan. Jika aku melakukan itu, maka bahkan jika aku tidak dapat
menghilangkan reputasi buruk ku, aku dapat menghindari semua tatapan dingin
yang akan diberikan orang kepada ku. Setelah tahun baru, semua tahun ketiga
bebas memilih apakah mereka datang ke sekolah atau tidak, jadi yang harus aku
lakukan hanyalah bertahan sampai saat itu.
Bagaimanapun──
“Maksudku, pikirkan
saja. Tidak mungkin aku jatuh cinta dengan otaku seperti dia.”
Pernyataan ini paling
menyakitkan bagi ku. Dia bahkan mengatakan bahwa kami bahkan bukan teman. Aku
memang ingin tahu bagaimana perasaannya terhadapku, tetapi jika ini adalah
kebenarannya, maka aku lebih baik tidak pernah mendengarnya sama sekali.
Jika hal-hal yang dia
katakan sebelumnya adalah perasaannya yang sebenarnya, maka aku bertanya-tanya
apa arti di balik semua berbagai ekspresi yang kulihat darinya dalam perjalanan
pulang dari sekolah persiapan. Kitaoka, yang biasanya dingin dan menyendiri,
lebih banyak tersenyum saat bersamaku, dan terkadang dia bahkan terlihat
kesepian dan bergantung padaku. Aku bertanya-tanya untuk apa dia melakukan itu.
Itu mungkin seperti
yang Tamura katakan. Dia akan melakukan segala macam cara sugestif untuk
meningkatkan harapan anak laki-laki, dan begitu anak laki-laki itu tertarik
padanya, dia akan melakukan 180 derajat
penuh dan berkata, "Apa sih yang kamu pikirkan?" Kemudian, melihat reaksi bingung anak
laki-laki itu, dia menertawakannya bersama teman-temannya.
Lebih jauh lagi,
Kitaoka bahkan tidak menyangkal rumor tersebut, meskipun dia seharusnya tahu
bahwa aku tidak memiliki ponsel atau apapun. Hanya itu aku baginya. Dia tidak
peduli seberapa rendah reputasi ku akan jatuh, pada kenyataannya, jadi aku
mungkin bahkan lebih rendah dari seorang teman di matanya.
Jantungku mulai
berdenyut, dan dadaku mulai sakit. Aku menggigit bibir dan menundukkan kepala,
merasa sengsara dan malu bahwa aku telah benar-benar tertipu. Aku berharap bisa
kembali ke masa sebelum kamp pelatihan musim panas, ketika aku melihatnya tidak
lebih dari "gadis menjijikkan".
“Oh, Iijima-kun? Apa
yang sedang kamu lakukan?"
Aku mendengar suara
dari sampingku dan berbalik untuk melihat seorang gadis dari kelasku menatapku
dan memiringkan kepalanya dengan rasa ingin tahu.
“Ah… Otsuka-san.”
Otsuka Kokona juga
pernah menjadi teman sekelasku selama tahun keduaku, dan kami bahkan pernah
menjadi teman satu kursi selama semester pertama. Dia adalah bagian dari
kelompok lain yang juga dekat dengan kelompok Kitaoka, tetapi kelompoknya
terdiri dari orang-orang yang relatif lebih ramah dan bersahabat dibandingkan
dengan kelompok Kitaoka. Aku tidak berbicara dengannya kecuali diperlukan,
tetapi setiap kali aku berbicara dengannya, dia selalu membalasku dengan benar,
dan dia tidak secara terang-terangan mengubah sikapnya tergantung pada siapa
dia berbicara (Kalau dipikir-pikir, Tamura tidak memiliki hal buruk untuk
dikatakan tentang Otsuka, tapi ini mungkin karena Tamura tidak tahu banyak).
Beberapa waktu yang lalu, aku mendengar gadis-gadis di kelas berkata, “Kokona
benar-benar terlambat, ya~”, jadi sepertinya mereka benar-benar menunggu Otsuka.
Dan kurasa gadis ini
belum mendengar desas-desus tentangku. Cara dia menatapku tampaknya tidak
mengandung jejak kebencian, atau keinginan untuk menjauhkan diri dariku.
Aku mengeluarkan jersey
hijau dari dalam tas yang kubawa dan menyerahkannya pada Otsuka.
“Tolong berikan ini
pada Kitaoka-san.”
Aku tidak memiliki
tekad untuk menghadapi gadis itu lagi. Jadi, aku akan meminta Otsuka
melakukannya untuk ku.
Begitu dia menyerahkan
jersey itu kepada Kitaoka, dia mungkin bertanya kepada Kitaoka, “Mengapa Iijima
memiliki jerseymu?” Tapi aku yakin dia akan dapat dengan mudah
menjelaskan jalan keluarnya. Lagipula, dia pembohong besar yang dengan
mudah menipuku. Dia hanya bisa mengatakan dia menjatuhkan jerseynya di suatu
tempat.
"Oke. Aku mengerti
... tapi, apakah Kamu baik-baik saja? Wajahmu terlihat pucat, kau tahu?”
Begitu Otsuka mengambil
jersey itu dariku, dia menatap wajahku dan berbicara dengan prihatin.
Aku langsung mundur
selangkah saat aku dengan cepat memalingkan wajahku, menutupi mulutku dengan
tangan saat aku menjawab.
“Ah… aku masih belum
pulih dari flu. Tapi aku baik-baik saja. Kamu tidak perlu khawatir tentang ku.
”
Aku terus menghindari
kontak mata saat aku membelakanginya. Jika dia menatapku terlalu lama, dia akan
tahu bahwa aku hampir menangis. Aku hanya berpisah dengan kata-kata
"Sampai jumpa," saat aku dengan cepat meninggalkannya, menuju pintu
masuk sekolah.
Saat aku berjongkok
untuk mengganti sepatu aku di depan rak sepatu, benda yang baru saja aku beli
kemarin jatuh dari saku ku dan mengeluarkan suara dentuman saat
menyentuh lantai.
Aku buru-buru
mengambilnya, tapi layarnya sudah tergores. Padahal belum dipakai sama
sekali...
Tapi, aku baru saja
kehilangan kira-kira setengah dari seluruh alasan ku meminta telepon di tempat
pertama. Ini membuat ku merasa sangat kosong, dan telepon di tangan ku pasti
terasa jauh lebih berat.
Sore itu, aku menuju ke
prep
school.
Aku masih merasa
sedikit tidak enak badan, tetapi akan membuang-buang uang jika aku tidak hadir
karena aku sudah membayar uang sekolah untuk kursus musim dingin, dan yang
lebih penting, jika aku pulang sendirian, aku merasa seperti aku akan berakhir
memikirkan segala macam hal, dan aku tidak berpikir aku akan mampu menanggung
semua itu.
Saat ini, aku mengenakan
jaket luar ruangan yang dapat digunakan bahkan di pegunungan bersalju, dan bulu
di bawahnya untuk melindungi diri dari hawa dingin. Meskipun angin di luar
dingin, berkat pakaianku yang tebal, aku tidak terlalu merasakannya.
Aku mengambil 2 kelas berturut-turut
hari ini: Satu kelas bahasa Inggris untuk mempersiapkan Center Test, dan satu kelas matematika untuk mempersiapkan
ujian kedua ku.
Karena sekolah ditutup, course itu sendiri
dimulai lebih awal, dan karena itu juga berakhir lebih awal dari biasanya.
Namun, bahkan jika aku pulang lebih awal, aku tidak akan melakukan apa-apa,
jadi aku pergi ke ruang belajar untuk meninjau semua materi yang aku pelajari
hari ini, hanya pulang setelah gedung ditutup.
Sambil mendengarkan
musik, aku perlahan berjalan menuju stasiun. Kemudian, aku melewati gerbang
tiket dan memasuki stasiun.
Kemudian, aku tiba-tiba
menyadari.
Kakiku tanpa sadar
membawaku ke tempat dimana Kitaoka biasanya menungguku. Sebenarnya, gerbang
tiket yang baru saja aku masuki sangat merepotkan karena jauh dari peron yang
sebenarnya.
Aku sangat bodoh. Aku menertawakan diriku sendiri dengan cara mencela
diri sendiri. Meskipun dia mengatakan hal-hal kejam tentangku. Kebiasaan benar-benar
hal yang menakutkan.
Selain itu, dia telah
menyebutkan tempo hari bahwa kursus musim dinginnya berakhir pada malam hari.
Jadi bahkan jika aku pergi ke sana, tidak mungkin dia ada di sana lagi.
... Itu adalah jenis
pikiran yang berputar-putar di pikiranku, jadi ketika aku menuruni tangga dan
melihat ke peron, aku melihat sesuatu yang sangat mengejutkan hingga aku pikir
jantungku akan berhenti berdetak.
Kitaoka sedang duduk di
bangku sambil mengarahkan pandangannya ke bawah, seperti biasa. Tentu saja,
karena ujian akan datang, dia tidak bermain-main dengan ponselnya. Sebaliknya,
dia melihat ke bawah pada semacam buku referensi.
Untuk sesaat, aku
bertanya-tanya apakah aku harus memanggilnya. Tetapi, kata-kata yang aku dengar
pagi itu kembali kepada ku, dan aku menggelengkan kepala.
Pertama-tama, aku tidak
punya bukti bahwa Kitaoka sedang menungguku hari ini seperti biasanya. Mungkin coursenya sudah berlangsung lama, dan kebetulan berakhir
sekitar jam ini.
Aku turun di peron dan
berjalan jauh untuk menyembunyikan diri dari Kitaoka sambil menunggu kereta.
Aku berdiri secara
diagonal di belakang Kitaoka, dan sesekali aku meliriknya, tapi dia tidak
pernah sekalipun menoleh ke arahku, tidak merasakan fakta bahwa aku ada di
sini.
Saat aku melihat
sosoknya yang sudah biasa aku lihat, aku tidak bisa menahan perasaan yang tidak
bisa aku gambarkan sebagai kemarahan atau kesedihan. Aku bertanya-tanya mengapa
dia menipu ku. Aku tergoda untuk mengejarnya jika dia senang melakukan itu, dan
aku memiliki dorongan untuk membuatnya merenungkan tindakannya.
Namun, jika dia
mengatakan kepadaku, "Aku tidak menipumu. Kaulah yang terbawa
suasana," maka aku tidak akan kembali. Bahkan sekarang, aku tidak dapat
mengingat kejadian di mana Kitaoka mengatakan sesuatu yang akan dengan jelas
menunjukkan kasih sayangnya kepadaku. Yang membuatku menyadarinya hanyalah
tatapan sedih di matanya, kata-kata sugestifnya, dan sentuhan fisik sesekali. Dia
juga sangat pintar dalam tidak meninggalkan bukti tindakannya, yang membuatku
menyadari sekali lagi bahwa seorang pria setingkatku tidak akan pernah bisa
melawan seseorang seperti dia.
Aku juga ingin tahu
apakah dia benar-benar bersungguh-sungguh ketika dia berkata, "Kami bahkan
bukan teman." Tapi, akan sangat tidak keren bagiku untuk mencoba dan
mempertahankan posisi sepele seperti itu, jadi tidak mungkin aku benar-benar bertanya
padanya tentang hal itu.
Meski begitu, aku tidak
punya nyali untuk berpura-pura tidak mendengarnya dan terus berpura-pura
menjadi teman seperti tidak pernah terjadi apa-apa.
Jadi, hanya ada satu
jalan tersisa untukku. Jauhi dia sejauh mungkin dan lari. Aku tidak ingin
menjadi lebih menderita dari keterlibatan ku dengan Kitaoka. Aku yakin harga
dirinya sebagai pemburu akan sedikit terluka jika dia tahu bahwa dia telah
membiarkan mangsanya (aku) melarikan diri di tengah jalan. Ini adalah
satu-satunya jenis perlawanan yang bisa aku lakukan terhadapnya, dan
satu-satunya jenis balas dendam yang bisa aku lakukan padanya.
Pengumuman dibuat untuk
memberi tahu penumpang tentang kereta yang tiba, dan beberapa saat kemudian,
kereta meluncur ke peron dengan raungan.
Aku naik kereta melalui
pintu terdekat dan berdiri di dekat jendela dengan napas tertahan saat aku
menatap peron, menunggu kereta berangkat.
"Ini yang
terbaik," kataku berulang kali pada diriku sendiri. Faktanya, ketika
Kitaoka membiarkanku menunggu dengan sia-sia tanpa mengatakan apa-apa, aku
tidak mendengar sepatah kata pun permintaan maaf darinya pada minggu
berikutnya. Kami pulang bersama adalah sesuatu yang kami lakukan atas kemauan
kami sendiri. Jadi tak satu pun dari kami bisa mengkritik yang lain hanya
karena mereka pulang lebih awal tanpa pemberitahuan. Mungkin Kitaoka dengan
santai masuk ke gerbong tepat di sebelahku juga.
Pintu ditutup dan
kereta mulai berjalan. Dalam beberapa detik, itu lewat di depan Kitaoka, yang
masih duduk di bangku. Tapi sepertinya dia tidak menyadari bahwa aku sudah
berada di dalam kereta saat dia menatap
kosong ke arah kereta yang akan berangkat.
Sosok Kitaoka
berangsur-angsur menjadi jauh. Aku tahu dia sedang menunggu seseorang… mungkin
aku, dan itu membuat jantungku berdetak lebih cepat dan dadaku sesak.
Aku bertanya-tanya
berapa lama dia berencana untuk tinggal di sana. Padahal cuaca sedingin ini.
Meskipun aku tidak pernah muncul, tidak peduli berapa lama dia menunggu. Ketika
aku membayangkan tubuhnya yang lemah yang akan selamanya berdiri, aku mulai
merasa sedikit kasihan padanya, tidak peduli betapa aku membencinya untuk semua
kebohongan dan penipuannya.
Tapi aku masih tidak
bisa memaafkannya atas apa yang dia lakukan. Saat aku memegang erat pegangan di
depanku, aku mengatupkan gigiku dengan kuat, menundukkan kepalaku saat aku
terisak sekali.
End





:sad (
BalasHapus