Koi Nante Vol 2 Chapter 9 Part 4

4 komentar

 

Dalam keadaan pikiran yang kabur, aku naik bus dan berjalan sebentar sebelum tiba di apartemenku.

Aku membuka kunci pintu dan melepas sepatuku. Karena tidak ingin melakukan apa-apa, berbaring di lantai kamar, dan kekosongan yang luar biasa menyelimuti.

Tidak ada yang sama seperti sebelum kau pergi. Meja, tempat tidur, bantal, dan cangkir air masih sama. Tapi dia sudah pergi.

Perempuan pertama yang datang ke ruangan ini. Pertama kali kami memasak dan makan bersama. Pertama kali kami bertengkar setelah kami berpacaran. Dan pertama kali kami saling menyentuh kulit kami. Begitu banyak pengalaman pertama datang dan pergi hanya dalam satu hari, dan itu sangat mengubahku.

Kau seharusnya berada di sini beberapa waktu yang lalu. Dan karena kau tidak ada, ruangan ini terasa jauh lebih besar.

"Ijima..."

Aku ingin tahu kapan aku bisa melihat wajah tersenyum itu lagi. Fakta bahwa aku tidak tahu membuatku merasa semakin kehilangan. Mungkin dia, yang pergi di peron stasiun biasanya, punya perasaan yang sama.

Aku hampir merasakan penyesalan baru atas pilihan ku, bertanya-tanya mengapa aku ada di sini sekarang jika itu masalahnya.

"...... Yah, mau bagaimana lagi. ......"

Aku berbisik pada diriku sendiri. Mau bagaimana lagi jika ini terjadi. Masa lalu tidak bisa diulang. Ada beberapa hal dalam hidup yang tak bisa tak kau terima, dan aku yakin ini salah satunya.

Tetap saja, aku tidak tahan dengan kesepian sekarang, jadi aku memutuskan untuk keluar lagi, meskipun aku baru saja kembali. Pergi ke tempat yang ramai dengan orang-orang akan mengalihkan pikiranku dari semua ini. Aku memasukkan lengan bajuku ke balik jaket yang baru saja kulepas.

Sebelum itu, aku membersihkan kamar, mengganti seprai dengan seprai cadangan, dan memasukkan yang aku ganti ke mesin cuci, dan interkom di pintu masuk berdering.

Aku melihat siapa itu melalui lubang intip

(Apa......!?)

Dua orang di luar pintu tampak akrab ......, atau lebih tepatnya, tampak seperti "mereka".

Saat aku membuka pintu dengan panik, aku mendengar sauara ceria.

"Halo!”

Katsuya berjalan di pintu dengan ransel besar di punggungnya dan senyum lebar di wajahnya, mengangkat tangan kanannya untuk memberi salam.

"Yassan, kamu mengirimiku LINE dan bilang kamu gak sibuk. Aku merasa kasihan padamu, jadi aku datang mengunjungimu!"

Dan berdiri di sana, menyela Katsuya dari belakang, adalah .......

"ah, aku lelah. ...... Hei Messi. Di luar sangat dingin. Aku lapar, bisa berikan sesuatu yang hangat untuk dimakan?"

"Tamu juga ......"

"Sudah lama."

Mengatakan itu, dia tersenyum muram padaku.

Tidak salah lagi mereka adalah teman sekelasku, Katsuya Saito dan Nanami Tamura.

Kenapa kau di sini...? Tamura menjelaskan kepada ku, yang negblank karena terkejut, saat dia menurunkan barang bawaannya ke lantai.

"Sebenarnya, aku sedang tur stasiun yang belum dijelajahi dengan Peyoung, menggunakan tiket Seishun 18."

"Aku mengirimimu foto kemarin, kan? Kukira kamu sudah tahu."

Ngomong-ngomong, Katsuya mengirimiku gambar yang terlihat seperti tiket kereta khusus. Aku tidak menjawab, berkata aku tidak mengerti apa artinya. Setidaknya aku harus bertanya, "Apa itu?" Kunjungan mendadak tidak baik untuk jantung.

"Juga, area disini bisa dibilang bonus stage, jadi aku datang berkunjung dan melihat wajahmu mumpung dekat"

"Kalian berdua..."

"Jangan khawatir, aku sudah mendapat izin dari Asuka-san."

"Asuka-san sangat menyukai Tamu-san. "Beruntungnya Katsuya-san, Kalau begitu aku akan pergi dengan Ane-sama!" Benar-benar hebat kan."

Sepertinya, Tamura akan lebih cocok daripada pacar Katsuya. Itu benar. Aku juga berpikir tidak ada yang salah dari mereka berdua. Dan tidak mengirim pesan apa pun selain kuis sampai tiba di sini pasti merupakan upaya yang disengaja untuk melihat reaksiku. Itulah yang mereka lakukan.

Tapi ......

"Hmm. Bagaimanapun, ada cukup ruang untuk tiga orang tidur dalam ruangan ini."

Keduanya tampaknya berencana untuk tinggal di sini. Dalam hal ini, beruntung dia baru saja pergi. Jika sedikit lebih awal, mereka mungkin akan bertemu satu sama lain di stasiun, atau lebih buruk lagi, di sini. Aku merasakan sedikit keringat dingin di punggungku.

Tapi selain Katsuya, Tamura itu perempuan. Apa yang harus kulakukan kalau begini ... Saat aku khawatir, Tamura menyeringai padaku.

"Oi, aku tidak akan menyerangmu kok"

"Tolong jangan serang aku"

Berkata dengan tegas, dan Katsuya mengikuti.

"Kau mempertaruhkan nyawamu untuk menyerang Tamu. Itu sama sekali tidak mungkin, kan?"

"Jangan perlakukan orang sebagai monster. Kau hanya tidak terlatih dengan baik."

"Tidak, kau tahu, saat kau belajar untuk ujian, kau melakukan seratus sit-up tinggi sehari, dua ratus push-up dan jongkok, dan mengangkat lima belas kilogram dumbel dari sisi mejamu kapan pun kau punya waktu. Bagaimana mungkin anak laki-laki lemah seperti kita cocok untuk orang seperti itu?"

Mendengar kata-kata ini, Tamura membuat wajah yang sangat bangga dan sombong. Tidak heran dia memiliki tubuh yang bagus dan kencang. Aku tidak bercanda, aku hampir menghormatinya.

Yah, Katsuya juga disini jadi kupikir itu tak apa… dan membiarkan mereka untuk tinggal, “Tapi jangan buat rumah terlalu berantakan,” karena akan merepotkan untuk membersihkannya.

 

Setelah itu, atas saran Tamura, "Karena kita di sini, kenapa tidak pergi ke pemandian air panas," kami bertiga pergi ke fasilitas pemandian sehari dan mandi. Dalam perjalanan pulang, kami membeli banyak lauk pauk setengah harga di supermarket dan kembali ke apartemen.

Saat pesta makan malam mendekati akhir, Tamura tiba-tiba melihat arlojinya dan bilang,

"Ah, besok kita akan melakukan ekspedisi ke prefektur berikutnya. Kau harus bangun jam 5:30. Jangan bicara berdua. Ayo tidur.”

"Oke."

"......, aku juga?"

Tamura menjawab dengan acuh pada gumamanku.

"Tentu saja. Jangan menjadi pecundang yang buruk. Sebagai mantan anggota klub Kyouchiken, emangnya kau tidak ingin tahu istiadat setempat dan geografi yang unik? Apa? Atau apa kau ada pertunangan sebelumnya?"

"Bukan begitu.... oke."

"Yah, itu bagus. Aku yakin kau akan bersenang-senang. Oh, dan pastikan untuk mengecas baterai kameramu."

Aku menertawai sikap berat sebelah Tamura.

Senang rasanya tidak kesepian, meskipun dua orang yang memaksa itu datang. AKu senang memiliki teman-teman yang baik.

Sebagai hasil dari diskusi, diputuskan Tamura akan tidur sendirian di kasur, dan dua anak laki-laki akan tidur di kantong tidur di lantai (Katsuya menyarankan agar laki-laki tidur di kasur, tapi aku menolak itu itu, bilang padanya, "Jangan konyol”)

Tamura menurunkan rambutnya, dan kami berbaring di posisi masing-masing. Setelah mematikan lampu, sesuai arahan Tamura dan berhenti mengobrol.

Saat sudah benar-benar tertidur, aku melirik smartphoneku.

(...... Aku seharusnya sudah menyelesaikan part-time jobku sekarang.)

Masih belum ada kabar apa Kitaoka sudah tiba dengan selamat atau tidak. Tapi ini sudah tengah malam, dan dia pasti kelelahan karena bekerja tanpa istirahat setelah berpergian. Aku memutuskan untuk memeriksanya besok setelah dia tenang, dan pergi tidur hari ini.

Kereta delapan gerbong yang bergetar. Saat itu hampir tengah malam, tapi pemandangan sibuk masih ada di luar jendela. Pemandangan yang familiar membuat Ema merasa sudah pulang.

Dia telah bekerja keras selama lima jam barusan. Dia pikir dia melakukannya dengan baik selama part-time jobnya, tapi begitu dia dibebaskan, pikirannya menjadi kosong.

Pikiran Ema kembali pada orang yang ditinggalkannya tadi siang. Itu aneh. Dia jarang agresif dengan lawan jenis, dan selalu muak dengan tindakan disentuh. Namun, tadi malam dia menerobos masuk ke rumahnya, tinggal, dan meminta untuk tidur dengannya ....... Dia tidak percaya melakukan itu.

"Emma...."

Itu adalah suara pelan yang memanggilku hanya sekali. Hanya mengingatnya membawa kembali panas tubuh yang panas pada saat itu, dan tubuhku juga mati rasa dari inti, membuat kepalaku terasa kabur.

(Apa aku, selalu seerotis itu ya.....)

Tidak, berbicara tentang itu, Iijima juga cukup cabul. Dia biasanya terlihat seperti "Aku tidak tertarik pada wanita", tapi dia bilang "Aku selalu ingin melihatmu telanjang". Aku ingin tahu apa itu yang dia pikirkan saat kami pulang bersama. Ciuman dan godaannya cukup lama dan ....... Aku tidak tahu apa aku pandai atau tidak, tapi aku merasa aku telah berkembang sedikit dengan diserang secara menyeluruh dan hati-hati.

Aku tidak percaya bahwa Iijima menyembunyikan sifat aslinya seperti itu. Mungkin tidak ada orang di sekolah yang tahu.

Kalau dipikir-pikir, ini pertama kalinya aku melihatnya tanpa kacamata. Itu tidak mencolok, tapi tetap saja bukan wajah yang buruk. Kacamata yang kami pilih bersama terlihat bagus untuknya, dan dia tampak cukup tampan. Aku ingin membual tentang hal itu kepada semua orang, tapi aku pikir aku akan menyimpannya untuk dirikusendiri dulu.

(Aku ingin tahu apa yang dia lakukan sekarang: ......)

Aku memeriksa smartphoneku lagi. Tidak ada notif khusus yang datang. Aku mungkin sudah melihat ponsel ku ratusan kali sejak berpisah dan memikirkan hal yang sama.

Sementara aku berulang kali menyeringai dan kecewa, kereta itu memasuki kota tempat tinggal ku. Tepat sebelum stasiun tempat turun dari kereta, aku merasakan ponselku bergetar sebentar.

"Oh, ......!"

Aku pikir itu telepati, tapi itu adalah pesan dari orang lain. Saat aku melihat isi pesannya, aku jadi sedikit bersemangat.

Ya lebih baik dan cepat jika langsung berbicara melalui telepon daripada mengetik, aku memmutuskan untuk meneleponnya nanti.

Ema keluar dari stasiun, berjalan melewati gerbang tiket, dia menelepon sambil berjalan pulang.

"Sudah lama. Aku membaca pesanmu."

Kemudian orang di ujung telepon berkata, "Makasih. Gimana kabarmu?" dengan riang.

Sudah lama sejak aku berbicara dengan Kumiko. Aku tahu apa yang dia lakukan karena kami saling memberitahu satu sama lain dengan teman-teman lain dari SMP, tapi karena kami berdua belajar untuk ujian, kami tidak berkomunikasi satu lawan satu sejak festival sekolah.

Kumiko mengirimkan pesan, "Sepertinya episode baru dari drama telah dirilis, tapi disini tidak ada. Apa kau merekamnya Ema?" itu yang tertulis.

Ema bilang, "Tentu saja aku sudah merekamnya," dan jika dia mau, aku bisa meminjamkan versi lengkapnya, yang telahku simpan.

"Omong-omong? Bagaimana Hiroshima? Apa kamu mencoba okonomiyaki?"

Topik dengan cepat berubah. Pesan itu hanya pendahuluan untuk membuat panggilan telepon, dan ku ingin berbicara dengan Kumiko untuk menjernihkan pikiranku.

"Okonomiyakinya enak, tapi diam-diam, Anago adalah spesialisasinya. Sebenarnya, aku hanya pergi makan dengan orang tuaku yang ada di sini, dan itu sangat lezat. Aku berharap Ema bisa mencobanya juga."

Anago? Ya, rekan Masuo-san, Anago, jawab Kumiko. Ema tertawa mendengar lelucon konyol itu.

"Aku baru saja kembali dari perjalanan ke Yamagata hari ini. Dingin sekali. Salju masih turun."

"...... Yamagata?"

Kumiko bertanya balik dengan rasa ingin tahu. Aku bertanya-tanya apa yang begitu mengganggunya. Saat aku jawab "un", suara dari speaker terdengar mencurigakan.

"Kebetulan, apa kamu pergi untuk menemui Iijima-kun?"

"Eh?"

"Iijima-kun bilang sebelumnya, "Aku telah diterima di universitas itu, jadi aku akan pergi ke sana."

Aku benar-benar terperangah oleh kenyataan bahwa dia telah berhasil menebak dengan benar. Aku lengah, berpikir bahwa karena kami tidak sekolah di SMA yang sama, dia tidak akan menyadarinya. Tapi yang lebih mengejutkan ku adalah ......

"Kapan dia bilang begitu?"

Aku tidak tahu Kumiko dan Iijima masih berhubungan. Apa maksudmu terakhir kali? Setidaknya setelah pengumuman penerimaannya, kan? Lalu bukankah itu perkembangan yang sangat baru?

Kumiko dengan malas menjawab pertanyaan Ema, tidak bisa menyembunyikan kebingungannya.

"Kurasa itu minggu lalu. Kami pergi ke konser Scosho bersama."

"Apa itu? Aku belum mendengar hal seperti itu."

Nada ku menjadi kasar karena aku belum mendengarnya sebelumnya. "Dia bilang," bukan melalui telepon, tapi secara langsung. Dan mereka pergi ke konser bersama. Bukankah itu acara besar, konser band favorit? Apa maksudmu kau tidak memberitahuku tentang hal itu sampai sekarang? Di tengah misteri itu, aku mulai merasa jengkel.

"Kau tidak tahu ......"

“Ya. Dari kemarin juga, sesuatu kek Scosho dan Kumiko. Aku gak tahu”

Ku berbicara tentang kakakmu dan rambu lalu lintas disana, dan hal-hal tidak penting lainnya seperti itu. Aku heran kenapa kau tidak memberitahuku tentang Kumiko. Aku ingin tahu apa dia punya sesuatu yang memalukan.

Saat Ema hampir jatuh ke dalam keraguan, dia mendengar tawa Kumiko.

"(Dari kemarin) juga bersama ya?"

"eh."

"Di konser, Iijima bilang, "Ada sedikit masalah dengan Kitaoka-san sekarang.” Tapi sepertinya kalian sudah berdamai."

Ada tawa yang absurd di akhir kalimat. "Dari kemarin (sampai sekarang)” Kumiko dapat menyimpulkan hubungan semacam itu dengan cepat dari perspektif tajamnya.

Inilah yang jatuh untuk diberitahukan. Berpura-pura bodoh, atau mengaku dan jujur.... Ema dihadapkan dengan dua pilihan terakhir yang sulit.

"Wow, tempat ini benar-benar belum di eksplor! Untung aku ikut! Rasanya luar biasa!"

"Laut Jepang! Ombak besar! Ini seperti sesuatu yang keluar dari ketegangan!"

"Aku tahu! Aku bisa melihat inspektur polisi memojokkan criminal di daerah sana!"

Berganti kereta dan tiba di stasiun yang masuk ke dalam top teratas "peringkat stasiun Jepang yang belum dijelajahi". Setelah menikmati bangunan stasiun sesaat, kami berjalan di antara stasiun, dan saat kami berjalan di sepanjang jalan, kami menemukan pemandangan ombak yang spektakuler menabrak bebatuan yang terjal.

Aku fokus memotret pemandangan dengan kamera, sementara mereka berdua masih berisik. Juga, kalau kau menggunakan shutter speed yang cepat, kau bisa memotret 36 view pemandangan ombak seperti Gunung Fuji dan ombak di lepas pantai Kanagawa.

Saat aku memotret banyak foto, Katsuya bertanya seolah-olah mengingat sesuatu.

"Oh ya, Yassan. Kacamata itu kapan kamu beli?"

"Eh? Kemarin"

Dia tidak bertanya dengan siapa aku, jadi aku menjawab dengan jujur. Katsuya tidak mengajukan pertanyaan lagi dan mengangguk, "Hmm."

Aku memeriksa gambar yang aku ambil di LCD. Oh, ini foto yang cukup bagus...... Saat aku menyesuaikan eksposur dan fokus, Katsuya menegakkan punggungnya dan membungkuk hormat kepada Tamura.

"Inspektur Tamura, sepertinya Hoshi adalah Kuro (hitam/kadang juga bisa berarti tersangka sesuai konteks)!"

"Bagus, Detektif Peyoung. Ayo buat dia memuntahkan semuanya."

"Siap! Dekacho!
[Ini jujur aku gak tahu apa itu Dekacho]

Inspektur ketua detektif. Mengabaikan fakta settingnya terlihat terlalu berlebihan, beberapa jenis permainan kecil yang aneh telah dimulai. Seperti biasa, keduanya masih berisik...... Katsuya melangkah di depan pandanganku.

"Yassan. Apakah ada sesuatu yang tidak anda ceritakan kepada kami?"

"eh, ......"

Keadaan yang tiba-tiba membuat hatiku menciut. Tentu saja aku punya ide apa itu.

Dengan nada yang menyerupai drama polisi, Katsuya semakin menekan lenganku.

"Cangkir, mangkuk, dan sumpit yang ada di rumah anda itu untuk dua orang. Mangkuknya sudah dicuci, tapi semuanya bekas. Saya yakin ada seseorang di rumah itu sebelum kami datang, kan?"

Saat dia bilang begitu, aku akhirnya sadar. Aku sadar permainan kecil ini hanyalah cara untuk membuat ku terlihat buruk. Saat aku meneteskan keringat di punggungku setelah menyadari kebenaran, Tamura mengejar.

"Bukan itu saja. Wortel kinpira yang aku temukan di lemari es, aku sedikit terkesan, "Messi yang membuat ini?" tapi itu tidak mungkin, lalu itu berarti kau punya seseorang yang spesial yang membuatnya kan?"

"Sejak awal, aku tahu ada yang salah dengan Yassan. Balasanmu sangat membingungkan dan sepertinya tidak terlalu menyambut kami. Juga, dia (kanojo) baru saja pergi, tentu kau merasa khwatir buktinya akan diketahui kan."

Meskipun dia sudah menebak dengan benar, tapi masih ada ruang untuk mengelak. Aku menggelengkan kepala dan menjawab.

"Tidak, ......, itu ..."

"Yassan, sebaiknya kau pegang tanganmu, oke?"

Katsuya mengatakan ini dengan cara tercengang dan membuat kerutan berlebihan lalu memberi isyarat kepada Tamura untuk mendengar.

"Inspektur Tamura. Bahkan, saya telah menemukan bukti yang meyakinkan di lemari rumah tersangka. ......"

Dibilang lemari, itu berarti yang aku beli dengan tisu kemarin. Aku mencoba menghentikannya, tapi Tamura menjawab dengan ekspresi misterius di wajahnya.

"Apa itu? Okamoto?"

“Tidak, itu Sagami. Omong-omong, kotaknya sudah dibuka, dan sepertinya beberapa sudah digunakan."
[ouh, ini merek alatnya ya]

"Jangan mencari sesuatu tanpa izin!

Bahkan kalau dia tahu buktinya, aturan tak terucapkan di antara pria adalah mengabaikannya. Tamura juga. Kau seorang perempuan, jadi jangan terlalu gembira tentang hal itu.

Aku mengucapkan beberapa patah kata dengan frustrasi, Katsuya menanggapi ku dengan sikap apa adanya.

"Aku gak melakukannya dengan sengaja. Saat aku membuka lemari untuk menyimpan kantong tidurku, aku melihat tutup tas Gregory yang tergantung gak tertutup dengan benar, dan aku bisa lihat isi di dalamnya."

"Jadi, kau menyembunyikannya di tas yang tidak digunakan. Itu blind spot."

"Oh, ngomong-ngomong, aku gak menghitung jumlah kepingnya kok, jadi jangan khawatir. Yah, aku mengocoknya sedikit dan agak licin~"

Gak ada pengalihan untuk mengelak sekarang. Aku tak bisa memaafkan diriku sendiri sejak awal, meskipun Katsuya dan yang lagi satu kurang petimbangan sejak awal. Aku bahkan gak yakin aku begitu ceroboh.

Aku berjongkok di atas batu dan memegangi kepalaku. Saat aku bersikap terlalu jelas dalam kebingungan, Katsuya tersenyum dan mengajukan pertanyaan kepadaku.

"Jadi siapa orang lain itu? Kamu pacaran, kan?"

"Yah, itu ..."

Aku duduk dan menatapnya. Katsuya menyeringai dan mengeluarkan selembar kertas terlipat dari sakunya.

"Maksudku, ini ada di paper bag dengan kotak kacamata. ......"

Dia tersenyum dan membuka lipatan kertas. Itu ......

(Ah!)

Tepat saat aku berteriak dalam hati, percikan putih dari buih lautan muncul di belakangku.

Sebelumnya  Daftar isi  Selanjutnya


Related Posts

There is no other posts in this category.

4 komentar

Posting Komentar