Koi Nante Vol 2 Chapter 5 Part 1

1 komentar

 

Salju masih turun saat hari ujian.

Ujian jadwalnya mulai saat dini hari, untuk berjaga-jaga, karena Yonezawa adalah kota yang terkenal di seluruh Jepang dengan hujan saljunya yang lebat. Jika ada kecelakaan atau keterlambatan kereta api dan aku tak bisa mengikuti ujian, aku sangat tak beruntung. Aku menginap di hotel bisnis di depan stasiun, membeli kotak makan siang di supermarket terdekat, mand santai, dan tidur lebih awal malam itu.

Saat aku bagun paginya dan melihat ke luar jendela, ada banyak salju turun dari langit.

Salju, salju, dan salju memenuhi pendanganku. Aku bahkan gak bisa ngeliat jalan yang hanya 20 meter di bawah. Ini pertama kalinya dalam hidupku pernah melihat pemandangan seperti ini, hatiku melompat, meskipun rasanya gak cocok, tapi pada saat yang sama aku menghela nafas lega pada pilihan ku untuk menginap malam sebelumnya.

Ruang breakfast adalah restoran seperti kafetaria di lantai pertama. Itu adalah sarapan prasmanan, dan meskipun aku ingin makan semua jenis makanan, aku menjaga perut ku tidak berlebihan supaya gak ketiduran selama ujian.

Sekitar satu jam sebelum ujian dimulai, aku check out dari hotel dan menuju kampus universitas tempat ujian akan diadakan. Aku melihat seorang laki-laki sepertiku di parkir taksi tepat di luar pintu masuk hotel, aku mengambil kesempatan bertanya padanya apa dia juga sama.

"Apa kamu juga ikut ujian tehnik?"

"Oh ya, ......."

"Aku juga. Mau naik taksi bersama?"

Untuk menghemat uang ongkos taksi, kami naik taksi bersama ke sekolah.

Mobil sepertinya melambat karena salju, tapi kami tiba di sekolah dalam waktu sekitar lima belas menit. Ini pertama kalinya aku melihat gedung universitas yang masih berdiri dari zaman sekolah kejuruan lama, dan katanya ini telah ditetapkan sebagai aset budaya, jadi lebih megah dari yang aku bayangkan.

Kami mengikuti petunjuk ke kelas kami berada. Bagian dalamnya sangat modern, dan hati ku berdebar-debar dengan antisipasi membayangkan bisa belajar di sini jika aku diterima.

Segera setelah aku duduk, aku mendengar suara dengan aksen yang sangat berbeda dari kampung halaman ku, dan aku merasa sekali lagi bahwa aku telah menempuh perjalanan yang jauh.

Tak lama kemudian, ujian dimulai. Hanya ada anak laki-laki di sekitar ku, dan aku merasa bahwa rasio perempuan bahkan lebih rendah di kelas sains ku saat ini, tapi ya mau bagaimana lagi. Bahkan, akan lebih baik sekarang tidak ada anak perempuan sama sekali.

(Aku pasti akan lulus)

Aku mengetuk pensil mekanikku dan meliahat soal-soal itu.

Batas waktu untuk setiap mata pelajaran adalah 120 menit. Tidaklah berlebihan untuk mengatakan bahwa masa depan ku akan ditentukan oleh ini.

Setelah selesai dengan dua ujian, Yasuki meninggalkan gedung sekolah dalam suasana hati penuh kebebasan.

Mobil yang diparkir di pagi hari sudah tertutup salju putih seperti shortcake. Aku takut dengan kemampuan negara bersalju dalam memproduksi begitu banyak salju dalam beberapa jam.

Sepertinya salju telah berhenti sebentar, jadi aku memutuskan untuk berjalan kaki ke stasiun Shinkansen. Jaraknya sekitar 3 km. Bagi Yasuki, yang tertarik untuk mendaki gunung, itu bukanlah jarak yang menyakitkan meski jalanan membeku di beberapa tempat. Dia juga memakai sepatu anti-slip yang tahan air untuk berjaga-jaga.

Ada begitu banyak salju di sisi trotoar sehingga melebihi tinggi badanku, dan itu tampak seperti jalan tembus. Dalam perjalanan, aku menemukan sungai besar dan mengikuti arusnya ke tujuan ku. Aku baca di tourist guide yang aku lihat di hotel kemarin bahwa bunga sakura ditanam di sepanjang dasar sungai selama beberapa ratus meter, dan setiap tahun di sekitaran Golden Week, pemandangannya fantastis dengan bunga-bunga mekar penuh.

Aku berjalan sekitar empat puluh atau lima puluh menit, dan pada saat aku akhirnya sampai di stasiun, aku sedikit berkeringat. Aku pergi ke konter untuk membeli tiket kursi yang dipesan untuk kereta shinkansen, seorang anggota staf yang baik hati menasihati ku, "Saat ini sedang kosong di jam segini, kursi bebas bagaimana." Aku menuruti apa yang dia katakan, membeli sebuah tiket kursi tanpa memesan, dan beristirahat di stasiun.

Aku punya waktu sebelum waktu keberangkatan berikutnya, jadi aku melihat-lihat toko suvenir yang berdekatan dengan gerbang tiket. Di sana, aku teringat wajah dua gadis yang memberi ku cokelat di Hari Valentine.

Mungkin agak nakal, tapi gimana kalau aku beli beberapa suvenir di sini alih-alih hadiah untuk White Day? Ini sesuatu yang gak ada di kampung halamanku, dan kukira ini akan jauh lebih menarik daripada memberikan hadiah biasa.

Yasuki membeli jeli berisi buah yang terkenal untuk keluarganya, dirinya sendiri, Tamura dan Nakajo. Dia memilih makanan panggang yang lebih murah untuk diberikan kepada Katsuya dan teman-teman sekelasnya.

Dia juga membeli bolpoin dengan pesona anak kucing kembar yang dihubungkan dengan ceri untuk Nakajo, pikirnya kalau memberi yang sama untuk Tamura dan Nakajo akan terlalu berlebihan. "Oh, itu sangat lucu!" Aku hampir bisa membayangkan betapa bahagianya Nakajo.

Aku tidak bisa memikirkan orang lain lagi ...... yang ingin kubelikan suvenir saat ini.

Ketika ujian semester kedua selesai, aku menghabiskan sepanjang hari dengan tidur untuk menebus kurangnya waktu tidur selama ini.

Tapi aku tidak bisa terus melakukan ini selamanya. Hari rehearsal dan upacara kelulusan sebenarnya sudah dekat.

Pada hari rehearsal, aku ada janji bertemu dengan spesialis THT, jadi aku meninggalkan sekolah hampir tanpa berinteraksi dengan sekelilingku. Karena aku punya masalah dengan alergi pollen, aku gak bisa bertahan di musim ini tanpa bantuan obat. Juga, karena rumah sakit sibuk sekarang. “yassan, sudah mau pulang?” aku memilih mengabaikan tatapan keluhan Katsuya.

Hari berlalu dan kelulusan tiba. Kepalaku berkabut karena obat anti alergi yang kuminum tadi pagi, aku menghadapi hari terakhir di sekolahku.

Saat itu bulan Maret, dan suhunya sudah naik ke titik yang bergolak, saat aku tiba di sekolah, aku pergi ke kelas B dan berkeliaran di sekitar pintu masuk untuk mencari Tamura, yang seharusnya sudah ada di sana sekarang.

Dia duduk di depan mengobrol dengan teman-teman sekelasnya, tapi begitu aku melambai padanya, dia berlari ke arahku.

Sebelum aku bisa memberinya suvenir sebagai imbalan atas cokelatnya, Tamura menyeret ku dengan tubuh besarnya ke tempat terpencil, dan kemudian mendesakku.

"Messi. Apa hubunganmu dengan si ganteng Kimura?"

"Ha?"

Apa itu Kimura ...... anak laki-laki kelas G? Dia yang tergila-gila dengan kakanya Kitaoka.

Tapi aku belum berbicara dengannya sejak festival sekolah. Aku tidak tahu mengapa, tapi bertanya balik padanya, dan Tamura, mungkin malu pada dirinya sendiri karena kehilangan akal sehatnya, tiba-tiba mengambil nada tenang dan mulai berbicara.

"Yah, ada rumor aneh tentang Messi, kan? Tentang itu, Kimura datang ke kelas kemarin dan sangat marah dengan orang yang memulainya."

Aku terdiam... oleh hal yang tak terduga. Aku gak tahu gimana kejadiannya, tapi aku menunggu Tamura melanjutkan.

Tamura mengobrak poninya dan menghela nafas, haa, diikuti dengan suara nafas lega.

"Awalnya, kayaknya ada orang dari kelas G yang ngasih tahu Kimura tentang rumor itu, "Iijima dari kelas sebelah katanya seorang penguntip." "Siapa yang melihatnya? Apa kau melihat Iijima benar-benar melakukannya?" kek gitu."

Seperti yang diharapkan, Tamura adalah gadis yang cerdas. Dia mampu menjelaskan semuanya dengan baik.

Aku bertanya, "Siapa yang beritahu ini?" Dia menjawab, "Teman dari kelas G." Meskipun anak ini tidak ramah dan dengan gayanya sendiri, jaringan informasinya cukup luas.

Aku diam-diam sedikit terkesan, kemudian Tamura melanjutkan.

“Jadi, katanya sumber rumornya berasal dari email yang ternyata milik orang di kelas ku. “Bisakah kau membedakan mana yang benar dan tidak?” seperti itu. Messhi, Uchida dari kelasmu kan? Dia bahkan membawa Uchida sebagai bukti bahwa kamu bahkan gak punya ponsel. Cowok itu memang luar biasa, aku benar-benar terkejut.”

“wow…”

Aku bergumam tanpa sadar. Bukannya aku gak tertarik dengan ceritanya, malah sebaliknya. Ada banyak hal yang kupikirkan sehingga aku gak bisa menarik titik kesimpulan dan menghubungkan topik.

“…. Aku, jarang berbicara dengan Kimura-kun.”

Yasuki memiringkan kepanya dalam kebingungan, dan Tamura juga dalam ketidak jalasan yang sama.

“Dayona. Kenapa dia sejauh itu hanya untuk Messi?”

“…Gak tahu… kenapa ya?”

Kami berdua memiliki wajah yang sulit, Tamura tiba-tiba tertawa, untuk melunakkan suasana.

“Tapi aku senang, rasanya lega.”

“Ah… ya.”

“Ma, sedikit seram rasanya, dia bertindak cukup tinggi dan sepertinya banyak hal yang terjadi.”

Jadi, ada apa? Aku dengan cepat mengambil nafas dan mengulurkan kantong kertas yang ada di tangan ku.

"Apa ini?"

"Ini suvenir, hadiah balasan di hari valentine. Aku gak tahu ini sesuai denganmu, tapi..."

Saat aku bilang begitu, dia bilang “kamu gak perlu terlalu kawatir” dan menerimanya dengan senang hati.

Ada banyak pertanyaan yang ingin ku tanyakan, tapi aku tahu Tamura ingin waktu untuk mengucapkan selamat tinggal kepada teman-teman sekelasnya. Memikirkan itu, aku meninggalkannya, bilang, "Kalau begitu, sampai jumpa lagi," dan menuju ke kelas ku, Kelas F.

Saat aku berjalan, aku memutuskan untuk secara bertahap memilah cerita yang Tamura ceritakan sebelumnya.

Orang yang menyebarkan rumor yang Tamura bicarakan - aku tidak ingin mengatakannya, tapi mungkin orang bernama Hayasaka yg menyebarkannya akhir tahun lalu. Aku gak tahu kenapa, tapi sepertinya aku dibenci olehnya, dan karena masalahnya sudah selesai, aku gak berani mencari tahu. Bagaimanapun, aku senang ini sudah berakhir, meskipun aku terlibat dengan orang jahat. Itu saja.

Dan sepertinya Uchida, si mood-maker-yang-baik-hati di kelasku, membantuku membuktikan bahwa aku tidak bersalah. Setelah rumor dimulai, masih ada beberapa orang di kelas yang memperlakukan ku seperti bisul, tapi aku jarang dilecehkan dengan cara yang berbahaya. Ini mungkin karena Uchida dan teman-temannya tidak menganggap serius rumor, "mustahil" begitu sejak awal. Aku tidak ingin berada di sekolah, jadi aku melakukan yang terbaik untuk menghindari interaksi dengan orang-orang di sekitar, tapi meskipun aku tak bisa memadamkan api, mengejutkannya masih ada banyak orang yang percaya padaku selain Katsuya.

Tapi, Kimura dari kelas sebelah… Kelakuannya masih misteri. Dia memiliki penampilan dan popularitas yang cocok, dan meskipun dia didorong oleh kemarahan yang benar, aku tak berpikir dia perlu membuat keributan untuk orang sederhana sepertiku.

Kalau begitu… untuk apa? Yasuki yang bingung melewati kelas F dan kakinya berjalan ke kelas G.

Saat aku mengintip ke kelas G dari pintu masuk, aku melihat Kimura sedang duduk di kursi mengobrol santai dengan dua anak laki-laki dan majalan di tangannya. (Saat dilihat dari dekat, itu adalah majalan informasi properti, diantara mereka kayaknya akan ada yang pindah dalam waktu dekat)

Saat aku mendekat dari samping, Kimura berbalik dan melihatku sebelum aku bahkan memanggilnya. Aku bertanya-tanya apa dia merasakan kehadiranku.

Saat aku melihat Kimura lagi, aku terpesona oleh penampilannya yang menonjol. Merasa sedikit terintimidasi, aku bergumam pelan.

“…. Boleh aku berbicara denganmu sebentar?”

“Ahh, tentu.”

Seolah-olah dia tahu Yasuki akan datang, Kimura langsung setuju.

Kimura memberikan isyarat menuju tangga. Saat aku bertanya-tanya kemana dia pergi, Kimura menaiki tangga dan mendorong pintu di ujung.

Atap biasanya dilarang, tapi ternyata sangat mudah untuk datang dan pergi. Aku mengikuti Kimura ke atap untuk pertama kalinya sejak aku berada di sekolah.

Suhunya tinggi dan matahari menyilaukan, tapi angin cukup kencang dan sedikit dingin. Kimura bersandar di pagar dan aku bertanya-tanya apa nanti akan ada yang lihat kami dari bawah. Dia tertawa dan bilang, "Tidak ada yang melihat dari bawah."

Aku berdiri di samping Kimura dan melihat ke bawah dari pagar. Kota, mobil, orang-orang semuanya terlihat jauh dan kecil, untuk suatu alasan aku merasakan kegembiraan saat melihat hal pertama dan terakhir yang kulihat saat ini.

“….jadi, apa ini tentang yang kemarin?”

Kimura bertanya, jadi aku berbalik ke arahnya dan menundukkan kepalaku.

“…Terimakasih. Aku merasa, telah banyak dibantu.”

Aku tahu aku terdengar blak-blakkan, tapi aku benar-benar menghargai bantuan Kimura.

Baik saat Ball game, dan sekarang, sejujurnya aku merasa "dia sangat keren." Tapi aku senang dia membantuku, aku lega karena namaku telah dibersihkan dari semua tuduhan. Aku pikir tak masalah lulus seperti melarikan diri, tapi terasa lebih nyaman ketika memliki sedikit kenangan buruk tertinggal.

Saat aku masih menundukkan kepalaku. “Fu” aku mendengar suara tawa kecil.

“Tidak, bukan seperti aku di sisi keadilan seperti itu.”

Saat aku mendongak, Kimura terlihat membiarkan mulutnya yang besar menganga.

“Kalau boleh di bilang, aku ada di sisi Risa-chan. Aku hanya tidak ingin dia sedih, itu saja.”

Risa adalah kakak perempuan Kitaoka. Aku gak tahu apa hubungannya hal ini denganku, aku hanya melihat wajah Kimura.

Kimura berpaling dari tatapan ku dan mendesah, “hmm”

"Baru-baru ini Risa-chan mengeluh, “suasana di rumah ku terasa berat akhir-kahir ini."

Mungkin saja itu masalahnya. Berbicara tentang apa yang terjadi di rumah "kakak Kitaoka,".... yah, Katsuya juga sempat bilang ada orang yang dia lihat seperti "tak bersemangat."

Hampir disaat yang bersamaan Yasuki mengingat wajah nya dan dia merasakan sakit menusuk di dada. Kimura menyebut namanya.

“Ema, sedang merasa sedih.”

Setelah dia bilang begitu, Kimura menatapku lagi seolah-olah menembak mataku.

“… Kau tahu apa yang ku maksud.”

Jantungku melompat tanpa sadar pada tatapan serius dari matanya.

Dengan kata lain, apa artinya Kitaoka merasa sedih, karena salahku, begitu?

Mungkin membaca kegugupan di ekspresiku, Kimura menyipitkan matanya dan mengerutkan keningnya.

"Dia memang punya mulut yang buruk dan sering mengatakan hal-hal yang gak dia maksud, tapi kau harus memaafkannya."

Mungkinkah, dia diberitahu apa yang Kitaoka katakan tentangku dan teman-temannya. Dan juga bagaimana aku menguping mereka. Tapi bagaimana dia bisa tahu? Aku tahu kemungkinan Shinna Otsuka mengakatakan sesuatu ke Kitaoka, tapi aku rasanya tidak nyaman rasanya membengkokkan perutku sendiri.
(どうやって本北人岡は気づいたのだろうか。やはり大塚心菜が北岡に何か言ったという線が濃いが、それで自分が臍を曲げていると思われるのはあまり居心地がよくなかった。) (auah ini gimana tl nya, ada yang bisa bantu? Kalimat terakhir mungkin sebuah peribahasa.)

Dan ... aku selalu mengkhawatirkannya. Hari upacara penutupan, hari terakhir liburan musim dingin, dan hari sebelum sekolah. Dia selalu terlihat seperti sedang menangis, dan aku berpikir apa itu benar-benar akting. Bahkan saat melakukan hal lain, selalu saja menempel di kepalaku, setiap kali ku mengintip, itu membuat tenggorokanku berkedut dan aku bahkan kehilangan jejak apa yang harus ku percayai.

Tapi….

“Maaf sebanyak apapun… itu sebenarnya gak ada kaitannya denganku.”

Aku dan Kitaoka hanyalah teman yang saling mengobrol saat pulang bersama seminggu sekali. Tidak ada ikatan yang kuat di antara kami, juga tidak ada kesulitan yang kami atasi bersama. Pertama-tama, tidak perlu pergi ke prep-school lagi, jadi bahkan jika semuanya kembali normal, aku pikir tidak akan ada sesuatu yang positif untuk kami berdua.

Layaknya meludahkan, "Tinggalkan aku sendiri," Jari Kimura tiba-tiba terulur dan muncul di dahiku, tersembunyi dari poniku, menyentilku sampai mengeluarkan suara.

“Ow!”

Ini pertama kalinya aku terkena jentikan jari di dahi setelah beberapa tahun, aku panik dan memegang dahiku dengan kedua tangan karena kejutan tak terduga.

Sebelum sakitnya menghilang, Kimura pergi kebelakang ku, mengunci kepalaku, dan mencongkel pelipisku dengan tinjunya.

“Kau ini keras kepala ya.”

“Tunggu… aku menyerah!”

Saat aku berteriak dalam rangkulan Kimura, dia akhirnya melepaskan tubuhku.

Apa yang dia lakukan tiba-tiba? Bahkan kalau hanya candaan, tidaklah lucu untuk seorang anak laki-laki yang perbedaan ukuran begitu besar dariku bergulat begitu saja denganku.

Aku menatapnya, masih terkejut dengan tingkah laku kekanakannya dari laki-laki keren ini yang tiba-tiba saat dia mengatur nafas.

Mata kami bertemu, Kimura menghela nafas.

“Begini… bukannya tidak ada hubungannya. Coba pikirkan lagi.”

“Tapi…”

Seolah ingin mengendalikan Yasuki yang hendak berdebat, Kimura melanjutkan.

"Lalu, kenapa kau keras kepala? Kenapa tidak coba beri dia kesempatan untuk meminta maaf? Tadi kan, pas aku menyebut nama Ema ke Iijima-kun, kau benar-benar gemetar. Bukannya itu karena kau memiliki sesiatu di pikiranmu?"

Yasuki menelan kata-katanya saat dia dipukul di tempat yang sakit.

Kebenarannya mungkin.... tidak relevan. Aku tidak yakin apa yang Kimura dan Katsuya katakan benar, tapi aku pikir akan lebih baik jika aku melihatnya seperti biasa, dan jika dia memikirkanku dengan cara yang khusus.

Tapi aku tak berani memastikan. Aku takut untuk bertanya. Aku tidak ingin Kitaoka menyakitiku lagi. Selain itu, bahkan jika kita berbaikan, pada akhirnya dia dan aku...

Mungkin penasaran karena aku hanya diam, Kimura mendekatiku.

"Atau apa kau sudah berhubungan dengan gadis yang bersama mu di hari terakhir sekolah?"

“Tidak, bukan kek gitu.”

“Benarkah? Apa kalian berpacaran atau gimana?”

“Tidak, bukan, kami hanya pergi pulang bersama.”

Aku segera menyangkalnya, tapi aku berkeringat dingin, bertanya-tanya gimana dia bisa tahu semua itu. Apa Kitaoka yang ngasih tahu dia? Atau, karena kami berdua berada di sekitar sekolah, bisa jadi ada orang lain yang kebetulan melihat kami. Bagaimanapun, Nakajo dan aku tidak dalam hubungan seperti itu.

Kimura terlihat lega saat dia meletakkan tangannya dengan ringan di bahuku dan bilang.

"Yah, aku mengandalkanmu. Risa-chan sangat mencintai Ema. Saat dia tak baik-baik saja, risa-chan sangat mengkhawatirkannya. Bahkan jika hanya sedikit, tolong dengarkan aku... jangan lari dan memalingkan wajahmu."

“… Aku akan memikirkannya.”

Meskipun responku membosankan, Kimura tak memikirkan itu dan menggoyangkan bahuku, "Aku berjanji.”

Kimura memasukkan tangannya ke sakunya dan bertanya pada ku, "Apa kamu punya sesuatu untuk ditulis?"

Aku telah meninggalkan ranselku, aku mengambil pena dan menyerahkannya kepada Kimura. Kimura kemudian menulis sesuatu di secarik kertas putih sambil melihat ke layar smartphone-nya.

“Hai (ya)”

Selembar kertas yang diserahkan kembali pada ku bersama dengan pena adalah struk nota dari toko serba ada. Di bagian belakang, ada serangkaian karakter alpabet dengan "@" di dalamnya.

Aku bertanya apa itu, Kimura bilang, "Emailnya Ema."

"Ini alamat email Ema. Kalau kamu gak bisa melakukannya secara langsung, kamu bisa menghubunginya melalui ini. Walaupun kamu gak punya ponsel, kamu punya internet dirumah kan?"

...Dengan begini, trik "Aku gak ada waktu untuk berbicara" tidak berguna. Dia lawan yang tangguh.

Tapi, bahkan jika kau teman masa kecil, apa baik-baik aja ngasih alamat emailnya tanpa persetujuannya? Apalagi ini yang kita bicarakan Kitaoka Ema yang mudah marah. Akan sangat disayangkan jika Kimura kena masalah karena ini.

“Bukannya dia akan marah, memberitahuku ini?”

“Dia tidak akan marah, aku yakin dia akan menerimanya.”

Kimura menjawab dengan ringan, "Yah, aku punya beberapa urusan yang harus diselesaikan, jadi aku pergi dulu," dia melambaikan tangannya di belakang punggungnya dan berjalan pergi.

Aku menatap punggung ramping Kimura. Mungkin karena dia telah menunjukkan sisi dirinya yang tak terduga, tapi anehnya rasanya melelahkan. Bahkan pria tampan pun harus melakukan banyak pekerjaan di belakang layar untuk menarik perhatian wanita yang dia cintai. Sedikit lucu, aku tertawa kecil.

Yasuki yang sendiri memutuskan untuk melihat pemandangan di bawah lebih lama, sementara ditiup oleh angin musim semi yang kuat.

Setelah menghabiskan waktu di atap sampai waktunya berkumpul, aku kembali ke kelas dan tak sengaja menabrak Uchida di ambang pintu.

“Ah…”

Dia bertanya padaku dengan nada yang santai sementara aku membeku melihat wajah Uchida.

“Oit, kenapa?”

“Eto, kemarin, kau dan Kimura di kelas B…”

“a—,ah, soal itu toh”

Saat aku mengangguk, matanya yang kusam di wajahnya menyipit dan tersenyum.

"Yaah, kita tahu dari awal bahwa itu gak benar, cuma masih ada orang idiot yang percaya dengan mudah. Messhi-chan gak mungkin melakukan itu kan. Tapi aku gak ngelakuin apapun. Aku hanya bilang, "Iijima tidak punya ponsel, semua orang tahu itu."

“Tapi… terimakasih. Telah menolongku.”

“Beneran deh. Aku juga sangat kesal dengan Hayasaka sejak lama. Sejak awal emang gak masuk akal.”

Sepertinya orang dari kelas B memang Hayasaka. Jika Uchida yang pada dasarnya jarang membuat musuh tidak menyukainya, maka orang itu pasti memang bermasalah.

Uchida melihat kebelakang kacamata Yasuki dan merasa lega sambil menghelus dadanya, bersyukur dia tidak terlalu kena banyak masalah dan disakiti.

“Messhi-chan ku dengar kamu daftar ke universitas yang jauh.”

Darimana dia tahu? Mungkin dari Wali kelas ku, atau Katsuya, atau juga teman sekelasku... Mungkin telah tersebar, aku bilang padanya "Aku mengambil kesempatan di ujian masuk" dan kemudian menyerahkan suvenir kemarin.

Saat aku bilang iya, aku segera ditanya, "Jadi gimana? hasilnya?" Aku menjawab dengan jujur, "Mungkin aku berhasil.” Bahu Uchida tiba-tiba turun.

“Yeah… aku juga akan senang jika kau berhasil masuk disana, banyak juga yang pergi jauh ya. Kalau boleh jujur, aku akan merindukanmu.”

Dia menepuk pundakku dan bilang lain kali kita sebaiknya pergi bermain bersama dengan yang lainnya. Tepat saat itu, lonceng berbunyi di seluruh sekolah, wali kelas yang mengenakan setelan jas muncul di ruang kelas, dan orang-orang yang tersebar disana-sini mulai duduk di tempat mereka seperti suara gemerincing.

Karena upacara kelulusan diadakan untuk siswa pagi (zennichi sei) dan siswa paruh waktu (teiji sei), aku terkejut melihat perwakilan siswa teiji sei, ini pertama kali melihat mereka saat izasah diberikan, mereka terlihat seperti orang dewasa.
[Bisanya, sekolah di Jepang diklasifikasikan menurut jam kelas, diadakanm sekolah siang hari (zennichi sei), paruh waktu (teiji sei), dan korespondensi (tsushin sei)]

Ada sambutan dari para tamu, pidato perpisahan dan balasan dari siswa sekarang, dan paduan suara seremonial.

Di akhir upacara, ada pentas komedi kejutan dan penampilan instrumental oleh sukarelawan dari kelas yang lulus, menurutku itu adalah upacara yang menyenangkan dengan tawa dan juga air mata.

Setelah upacara, mereka yang lulus berkumpul dulu di kelas sekali lagi untuk menerima ijazah dan dibagikan album kelulusan.

Saat aku sedang menulis di margin album dengan anak laki-laki lainnya di kelas, aku tidak menyadari ada yang menulis "Selalu jatuh cinta dengan Saito (insert emote love)" dengan ilustrasi yang sedikit cabul. Aku sedikit kecewa mereka menulis hal seperti itu yang akan bertahan selamanya, tapi aku kira itu akan jadi kenanngan suatu hari nanti. Aku tidak marah memikirkannya.

Sementara itu sudah waktunya untuk siswa yang sekarang mengantar kami pergi, rasanya seperti diusir dari kelas. Tahun ini beberapa siswa masih harus mengikuti ujian masuk jadi gak ada pertemuan yang direncanakan dari kelasku. Sebagai gantinya aku akan menghadiri pesta perpisahan sebagai anggota dari club Kyouchiken.

Aku berkeliaran di dekat gerbang sekolah mencari Tamura, saat itu aku bertemu Wada dan anggota Kyouchiken lainnya.

“Selamat atas kelulusanmu!”

Orang yang dengan riang memberikan buket bunga pada ku adalah Eiko Tanaka, siswa kelas satu. Melihatnya, aku teringat suvenir yang aku simpan di tas.

“Oh, ya… Nakajo-san…”

Tanaka bereaksi tajam terhadap gumaman Yasuki.

“Haruskah aku memanggilnya?”

Sebelum aku minta bantuan, Tanaka sudah hilang seperti angin. Saat dia kembali, dia memimpin gadis yang terlihat malu dan sedikit sedih di tangannya.

Tanaka mendorong punggunya, dan Nakajo ada di depanku. Sekitar setengah bulan aku tidak melihat Nakajo, rambutnya terurai dan sedikit dikeritingkan mungkin dengan setrika atau semacamnya. Dia merubah gaya rambutnya.

Aku sedikit gugup karena dia terlihat sedikit dewasa dan cantik.

"Tolong pegang ini sebentar," aku menyerahkan boket bunga ke Wada dan sedikit berjalan menjauh dari kelompok Kyouchiken. Aku mneyerahkan bungkus kertas kepada Nakajo yang aku ambil dari tas.

“Ini, balasan untuk sebelumnya. Mungkin sedikit awal tapi..”

Brownise dengan pisang yang aku terima saat valentine. Sangat enak sampai-sampai aku memakan semuanya sendiri.

Aku masih khawatir apa aku seharusnya membeli sesiatu yang lebih lagi, Nakajo dengan cepat membuka kantong kertas dan berteriak.

“Waaaa, Kitti-chan ya! Kawai!”

Dia juga bilang dengan senang, "Jellnya terlihat enak" Aku lega mendengar tanggapannya, sepertinya dia menyukainya.

“Terimakasih banyak, aku akan menghargainya dan menjaganya.”

“Tidak, aku akan senang jika kamu menerima dan menggunakannya selayaknya.”

Dia tersenyum padaku dan menundukkan kepalanya, memegang kantong kertas itu erat-erat di dadanya seperti barang berharga.

“Hari ini akan…”

Aku ingin bertanya apa dia mau bergabung dengan kami di pesta perpisahan club Kyouchiken jika dia mau. Tanaka juga disana, dan aku yakin anggota yang lain akan menerima dan menggodanya.

Nakajo sedikit mengernyit kecewa dan begumam dengan suara jernihnya yang sama.

"Yah, klub paduan suara juga mengadakan pesta perpisahan untuk para senpai."

“Begitu ya. Kalau begitu tolong lihat senior itu pergi juga.”

Mau bagaimana lagi. Saat Nakajo meminta maaf, aku melambaikan tanganku berulang kali, bilang padanya bahwa itu bukan masalah.

“Juga, terimakasih untuk hari sebelumnya. Kuenya sangat enak.”

“Sama-sama…. Aku senang kamu menyukainya. Datang dan kunjungi sekolah lagi nantinya.”

Setelah mengatakan itu, dia dengan ringan mengibaskan rambutnya dan pergi. Dari awal hingga akhir, dia adalah gadis yang sangat menyenangkan. Aku tidak bisa bersamanya, tapu aku berharap bahwa dunia akan menjadi tempat yang lebih bahagia untuknya di masa depan.


Note: Maaf agak terlambat. Lagi pusing masalah dompet di akhir bulan

Sebelumnya  Daftar isi  Selanjutnya


Related Posts

There is no other posts in this category.

1 komentar

Posting Komentar