Salju masih turun saat hari ujian.
Ujian jadwalnya mulai saat dini hari, untuk
berjaga-jaga, karena Yonezawa adalah kota yang terkenal di seluruh Jepang dengan
hujan saljunya yang lebat. Jika ada kecelakaan atau keterlambatan kereta api
dan aku tak bisa mengikuti ujian, aku sangat tak beruntung. Aku menginap di
hotel bisnis di depan stasiun, membeli kotak makan siang di supermarket
terdekat, mand santai, dan tidur lebih awal malam itu.
Saat aku bagun paginya dan melihat ke luar
jendela, ada banyak salju turun dari langit.
Salju, salju, dan salju memenuhi pendanganku.
Aku bahkan gak bisa ngeliat jalan yang hanya 20 meter di bawah. Ini pertama
kalinya dalam hidupku pernah melihat pemandangan seperti ini, hatiku melompat,
meskipun rasanya gak cocok, tapi pada saat yang sama aku menghela nafas lega
pada pilihan ku untuk menginap malam sebelumnya.
Ruang breakfast adalah restoran seperti
kafetaria di lantai pertama. Itu adalah sarapan prasmanan, dan meskipun aku ingin
makan semua jenis makanan, aku menjaga perut ku tidak berlebihan supaya gak ketiduran
selama ujian.
Sekitar satu jam sebelum ujian dimulai, aku
check out dari hotel dan menuju kampus universitas tempat ujian akan diadakan.
Aku melihat seorang laki-laki sepertiku di parkir taksi tepat di luar pintu
masuk hotel, aku mengambil kesempatan bertanya padanya apa dia juga sama.
"Apa kamu juga ikut ujian tehnik?"
"Oh ya, ......."
"Aku juga. Mau naik taksi bersama?"
Untuk menghemat uang ongkos taksi, kami naik
taksi bersama ke sekolah.
Mobil sepertinya melambat karena salju, tapi
kami tiba di sekolah dalam waktu sekitar lima belas menit. Ini pertama kalinya
aku melihat gedung universitas yang masih berdiri dari zaman sekolah kejuruan
lama, dan katanya ini telah ditetapkan sebagai aset budaya, jadi lebih megah
dari yang aku bayangkan.
Kami mengikuti petunjuk ke kelas kami berada.
Bagian dalamnya sangat modern, dan hati ku berdebar-debar dengan antisipasi
membayangkan bisa belajar di sini jika aku diterima.
Segera setelah aku duduk, aku mendengar suara
dengan aksen yang sangat berbeda dari kampung halaman ku, dan aku merasa sekali
lagi bahwa aku telah menempuh perjalanan yang jauh.
Tak lama kemudian, ujian dimulai. Hanya ada
anak laki-laki di sekitar ku, dan aku merasa bahwa rasio perempuan bahkan lebih
rendah di kelas sains ku saat ini, tapi ya mau bagaimana lagi. Bahkan, akan
lebih baik sekarang tidak ada anak perempuan sama sekali.
(Aku pasti akan lulus)
Aku mengetuk pensil mekanikku dan meliahat
soal-soal itu.
Batas waktu untuk setiap mata pelajaran adalah 120 menit. Tidaklah berlebihan untuk mengatakan bahwa masa depan ku akan ditentukan oleh ini.
Setelah selesai dengan dua ujian, Yasuki
meninggalkan gedung sekolah dalam suasana hati penuh kebebasan.
Mobil yang diparkir di pagi hari sudah
tertutup salju putih seperti shortcake. Aku takut dengan kemampuan negara
bersalju dalam memproduksi begitu banyak salju dalam beberapa jam.
Sepertinya salju telah berhenti sebentar, jadi
aku memutuskan untuk berjalan kaki ke stasiun Shinkansen. Jaraknya sekitar 3
km. Bagi Yasuki, yang tertarik untuk mendaki gunung, itu bukanlah jarak yang
menyakitkan meski jalanan membeku di beberapa tempat. Dia juga memakai sepatu
anti-slip yang tahan air untuk berjaga-jaga.
Ada begitu banyak salju di sisi trotoar
sehingga melebihi tinggi badanku, dan itu tampak seperti jalan tembus. Dalam
perjalanan, aku menemukan sungai besar dan mengikuti arusnya ke tujuan ku. Aku
baca di tourist guide yang aku lihat di hotel kemarin bahwa bunga sakura
ditanam di sepanjang dasar sungai selama beberapa ratus meter, dan setiap tahun
di sekitaran Golden Week, pemandangannya fantastis dengan bunga-bunga mekar
penuh.
Aku berjalan sekitar empat puluh atau lima
puluh menit, dan pada saat aku akhirnya sampai di stasiun, aku sedikit
berkeringat. Aku pergi ke konter untuk membeli tiket kursi yang dipesan untuk
kereta shinkansen, seorang anggota staf yang baik hati menasihati ku,
"Saat ini sedang kosong di jam segini, kursi bebas bagaimana." Aku menuruti
apa yang dia katakan, membeli sebuah tiket kursi tanpa memesan, dan
beristirahat di stasiun.
Aku punya waktu sebelum waktu keberangkatan
berikutnya, jadi aku melihat-lihat toko suvenir yang berdekatan dengan gerbang
tiket. Di sana, aku teringat wajah dua gadis yang memberi ku cokelat di Hari
Valentine.
Mungkin agak nakal, tapi gimana kalau aku beli
beberapa suvenir di sini alih-alih hadiah untuk White Day? Ini sesuatu yang gak
ada di kampung halamanku, dan kukira ini akan jauh lebih menarik daripada
memberikan hadiah biasa.
Yasuki membeli jeli berisi buah yang terkenal
untuk keluarganya, dirinya sendiri, Tamura dan Nakajo. Dia memilih makanan
panggang yang lebih murah untuk diberikan kepada Katsuya dan teman-teman
sekelasnya.
Dia juga membeli bolpoin dengan pesona anak
kucing kembar yang dihubungkan dengan ceri untuk Nakajo, pikirnya kalau memberi
yang sama untuk Tamura dan Nakajo akan terlalu berlebihan. "Oh, itu sangat
lucu!" Aku hampir bisa membayangkan betapa bahagianya Nakajo.
Aku tidak bisa memikirkan orang lain lagi ...... yang ingin kubelikan suvenir saat ini.
Ketika ujian semester kedua selesai, aku
menghabiskan sepanjang hari dengan tidur untuk menebus kurangnya waktu tidur
selama ini.
Tapi aku tidak bisa terus melakukan ini
selamanya. Hari rehearsal dan upacara kelulusan sebenarnya sudah dekat.
Pada hari rehearsal, aku ada janji bertemu
dengan spesialis THT, jadi aku meninggalkan sekolah hampir tanpa berinteraksi
dengan sekelilingku. Karena aku punya masalah dengan alergi pollen, aku gak
bisa bertahan di musim ini tanpa bantuan obat. Juga, karena rumah sakit sibuk
sekarang. “yassan, sudah mau pulang?” aku memilih mengabaikan tatapan keluhan
Katsuya.
Hari berlalu dan kelulusan tiba. Kepalaku
berkabut karena obat anti alergi yang kuminum tadi pagi, aku menghadapi hari
terakhir di sekolahku.
Saat itu bulan Maret, dan suhunya sudah naik
ke titik yang bergolak, saat aku tiba di sekolah, aku pergi ke kelas B dan
berkeliaran di sekitar pintu masuk untuk mencari Tamura, yang seharusnya sudah
ada di sana sekarang.
Dia duduk di depan mengobrol dengan
teman-teman sekelasnya, tapi begitu aku melambai padanya, dia berlari ke
arahku.
Sebelum aku bisa memberinya suvenir sebagai
imbalan atas cokelatnya, Tamura menyeret ku dengan tubuh besarnya ke tempat
terpencil, dan kemudian mendesakku.
"Messi. Apa hubunganmu dengan si ganteng
Kimura?"
"Ha?"
Apa itu Kimura ...... anak laki-laki kelas G?
Dia yang tergila-gila dengan kakanya Kitaoka.
Tapi aku belum berbicara dengannya sejak
festival sekolah. Aku tidak tahu mengapa, tapi bertanya balik padanya, dan
Tamura, mungkin malu pada dirinya sendiri karena kehilangan akal sehatnya,
tiba-tiba mengambil nada tenang dan mulai berbicara.
"Yah, ada rumor aneh tentang Messi, kan?
Tentang itu, Kimura datang ke kelas kemarin dan sangat marah dengan orang yang
memulainya."
Aku terdiam... oleh hal yang tak terduga. Aku
gak tahu gimana kejadiannya, tapi aku menunggu Tamura melanjutkan.
Tamura mengobrak poninya dan menghela nafas, haa,
diikuti dengan suara nafas lega.
"Awalnya, kayaknya ada orang dari kelas G
yang ngasih tahu Kimura tentang rumor itu, "Iijima dari kelas sebelah
katanya seorang penguntip." "Siapa yang melihatnya? Apa kau melihat
Iijima benar-benar melakukannya?" kek gitu."
Seperti yang diharapkan, Tamura adalah gadis
yang cerdas. Dia mampu menjelaskan semuanya dengan baik.
Aku bertanya, "Siapa yang beritahu ini?"
Dia menjawab, "Teman dari kelas G." Meskipun anak ini tidak ramah dan
dengan gayanya sendiri, jaringan informasinya cukup luas.
Aku diam-diam sedikit terkesan, kemudian
Tamura melanjutkan.
“Jadi, katanya sumber rumornya berasal dari
email yang ternyata milik orang di kelas ku. “Bisakah kau membedakan mana yang
benar dan tidak?” seperti itu. Messhi, Uchida dari kelasmu kan? Dia bahkan
membawa Uchida sebagai bukti bahwa kamu bahkan gak punya ponsel. Cowok itu
memang luar biasa, aku benar-benar terkejut.”
“wow…”
Aku bergumam tanpa sadar. Bukannya aku gak
tertarik dengan ceritanya, malah sebaliknya. Ada banyak hal yang kupikirkan
sehingga aku gak bisa menarik titik kesimpulan dan menghubungkan topik.
“…. Aku, jarang berbicara dengan Kimura-kun.”
Yasuki memiringkan kepanya dalam kebingungan,
dan Tamura juga dalam ketidak jalasan yang sama.
“Dayona. Kenapa dia sejauh itu hanya untuk
Messi?”
“…Gak tahu… kenapa ya?”
Kami berdua memiliki wajah yang sulit, Tamura
tiba-tiba tertawa, untuk melunakkan suasana.
“Tapi aku senang, rasanya lega.”
“Ah… ya.”
“Ma, sedikit seram rasanya, dia bertindak
cukup tinggi dan sepertinya banyak hal yang terjadi.”
Jadi, ada apa? Aku
dengan cepat mengambil nafas dan mengulurkan kantong kertas yang ada di tangan ku.
"Apa ini?"
"Ini suvenir, hadiah balasan di hari
valentine. Aku gak tahu ini sesuai denganmu, tapi..."
Saat aku bilang begitu, dia bilang “kamu gak
perlu terlalu kawatir” dan menerimanya dengan senang hati.
Ada banyak pertanyaan yang ingin ku tanyakan,
tapi aku tahu Tamura ingin waktu untuk mengucapkan selamat tinggal kepada
teman-teman sekelasnya. Memikirkan itu, aku meninggalkannya, bilang, "Kalau
begitu, sampai jumpa lagi," dan menuju ke kelas ku, Kelas F.
Saat aku berjalan, aku memutuskan untuk secara
bertahap memilah cerita yang Tamura ceritakan sebelumnya.
Orang yang menyebarkan rumor yang Tamura
bicarakan - aku tidak ingin mengatakannya, tapi mungkin orang bernama Hayasaka yg
menyebarkannya akhir tahun lalu. Aku gak tahu kenapa, tapi sepertinya aku
dibenci olehnya, dan karena masalahnya sudah selesai, aku gak berani mencari
tahu. Bagaimanapun, aku senang ini sudah berakhir, meskipun aku terlibat dengan
orang jahat. Itu saja.
Dan sepertinya Uchida, si mood-maker-yang-baik-hati
di kelasku, membantuku membuktikan bahwa aku tidak bersalah. Setelah rumor
dimulai, masih ada beberapa orang di kelas yang memperlakukan ku seperti bisul,
tapi aku jarang dilecehkan dengan cara yang berbahaya. Ini mungkin karena
Uchida dan teman-temannya tidak menganggap serius rumor, "mustahil" begitu
sejak awal. Aku tidak ingin berada di sekolah, jadi aku melakukan yang terbaik
untuk menghindari interaksi dengan orang-orang di sekitar, tapi meskipun aku
tak bisa memadamkan api, mengejutkannya masih ada banyak orang yang percaya
padaku selain Katsuya.
Tapi, Kimura dari kelas sebelah… Kelakuannya
masih misteri. Dia memiliki penampilan dan popularitas yang cocok, dan meskipun
dia didorong oleh kemarahan yang benar, aku tak berpikir dia perlu membuat keributan
untuk orang sederhana sepertiku.
Kalau begitu… untuk apa? Yasuki yang bingung melewati kelas F dan kakinya berjalan ke kelas G.
Saat aku mengintip ke kelas G dari pintu
masuk, aku melihat Kimura sedang duduk di kursi mengobrol santai dengan dua
anak laki-laki dan majalan di tangannya. (Saat dilihat dari dekat, itu adalah
majalan informasi properti, diantara mereka kayaknya akan ada yang pindah dalam
waktu dekat)
Saat aku mendekat dari samping, Kimura
berbalik dan melihatku sebelum aku bahkan memanggilnya. Aku bertanya-tanya apa
dia merasakan kehadiranku.
Saat aku melihat Kimura lagi, aku terpesona
oleh penampilannya yang menonjol. Merasa sedikit terintimidasi, aku bergumam
pelan.
“…. Boleh aku berbicara denganmu sebentar?”
“Ahh, tentu.”
Seolah-olah dia tahu Yasuki akan datang,
Kimura langsung setuju.
Kimura memberikan isyarat menuju tangga. Saat
aku bertanya-tanya kemana dia pergi, Kimura menaiki tangga dan mendorong pintu
di ujung.
Atap biasanya dilarang, tapi ternyata sangat
mudah untuk datang dan pergi. Aku mengikuti Kimura ke atap untuk pertama
kalinya sejak aku berada di sekolah.
Suhunya tinggi dan matahari menyilaukan, tapi
angin cukup kencang dan sedikit dingin. Kimura bersandar di pagar dan aku
bertanya-tanya apa nanti akan ada yang lihat kami dari bawah. Dia tertawa dan
bilang, "Tidak ada yang melihat dari bawah."
Aku berdiri di samping Kimura dan melihat ke
bawah dari pagar. Kota, mobil, orang-orang semuanya terlihat jauh dan kecil,
untuk suatu alasan aku merasakan kegembiraan saat melihat hal pertama dan
terakhir yang kulihat saat ini.
“….jadi, apa ini tentang yang kemarin?”
Kimura bertanya, jadi aku berbalik ke arahnya
dan menundukkan kepalaku.
“…Terimakasih. Aku merasa, telah banyak
dibantu.”
Aku tahu aku terdengar blak-blakkan, tapi aku
benar-benar menghargai bantuan Kimura.
Baik saat Ball game, dan sekarang, sejujurnya
aku merasa "dia sangat keren." Tapi aku senang dia membantuku, aku
lega karena namaku telah dibersihkan dari semua tuduhan. Aku pikir tak masalah
lulus seperti melarikan diri, tapi terasa lebih nyaman ketika memliki sedikit
kenangan buruk tertinggal.
Saat aku masih menundukkan kepalaku. “Fu” aku
mendengar suara tawa kecil.
“Tidak, bukan seperti aku di sisi keadilan
seperti itu.”
Saat aku mendongak, Kimura terlihat membiarkan
mulutnya yang besar menganga.
“Kalau boleh di bilang, aku ada di sisi
Risa-chan. Aku hanya tidak ingin dia sedih, itu saja.”
Risa adalah kakak perempuan Kitaoka. Aku gak
tahu apa hubungannya hal ini denganku, aku hanya melihat wajah Kimura.
Kimura berpaling dari tatapan ku dan mendesah,
“hmm”
"Baru-baru ini Risa-chan mengeluh, “suasana
di rumah ku terasa berat akhir-kahir ini."
Mungkin saja itu masalahnya. Berbicara tentang
apa yang terjadi di rumah "kakak Kitaoka,".... yah, Katsuya juga
sempat bilang ada orang yang dia lihat seperti "tak bersemangat."
Hampir disaat yang bersamaan Yasuki mengingat
wajah nya dan dia merasakan sakit menusuk di dada. Kimura menyebut namanya.
“Ema, sedang merasa sedih.”
Setelah dia bilang begitu, Kimura menatapku
lagi seolah-olah menembak mataku.
“… Kau tahu apa yang ku maksud.”
Jantungku melompat tanpa sadar pada tatapan
serius dari matanya.
Dengan kata lain, apa artinya Kitaoka merasa
sedih, karena salahku, begitu?
Mungkin membaca kegugupan di ekspresiku,
Kimura menyipitkan matanya dan mengerutkan keningnya.
"Dia memang punya mulut yang buruk dan sering
mengatakan hal-hal yang gak dia maksud, tapi kau harus memaafkannya."
Mungkinkah, dia diberitahu apa yang Kitaoka
katakan tentangku dan teman-temannya. Dan juga bagaimana aku menguping mereka.
Tapi bagaimana dia bisa tahu? Aku tahu kemungkinan Shinna Otsuka mengakatakan
sesuatu ke Kitaoka, tapi aku rasanya tidak nyaman rasanya membengkokkan perutku
sendiri.
(どうやって本北人岡は気づいたのだろうか。やはり大塚心菜が北岡に何か言ったという線が濃いが、それで自分が臍を曲げていると思われるのはあまり居心地がよくなかった。) (auah ini gimana tl nya, ada yang bisa bantu?
Kalimat terakhir mungkin sebuah peribahasa.)
Dan ... aku selalu mengkhawatirkannya. Hari
upacara penutupan, hari terakhir liburan musim dingin, dan hari sebelum
sekolah. Dia selalu terlihat seperti sedang menangis, dan aku berpikir apa itu
benar-benar akting. Bahkan saat melakukan hal lain, selalu saja menempel di
kepalaku, setiap kali ku mengintip, itu membuat tenggorokanku berkedut dan aku
bahkan kehilangan jejak apa yang harus ku percayai.
Tapi….
“Maaf sebanyak apapun… itu sebenarnya gak ada
kaitannya denganku.”
Aku dan Kitaoka hanyalah teman yang saling mengobrol
saat pulang bersama seminggu sekali. Tidak ada ikatan yang kuat di antara kami,
juga tidak ada kesulitan yang kami atasi bersama. Pertama-tama, tidak perlu
pergi ke prep-school lagi, jadi bahkan jika semuanya kembali normal, aku pikir
tidak akan ada sesuatu yang positif untuk kami berdua.
Layaknya meludahkan, "Tinggalkan aku
sendiri," Jari Kimura tiba-tiba terulur dan muncul di dahiku, tersembunyi
dari poniku, menyentilku sampai mengeluarkan suara.
“Ow!”
Ini pertama kalinya aku terkena jentikan jari
di dahi setelah beberapa tahun, aku panik dan memegang dahiku dengan kedua
tangan karena kejutan tak terduga.
Sebelum sakitnya menghilang, Kimura pergi
kebelakang ku, mengunci kepalaku, dan mencongkel pelipisku dengan tinjunya.
“Kau ini keras kepala ya.”
“Tunggu… aku menyerah!”
Saat aku berteriak dalam rangkulan Kimura, dia
akhirnya melepaskan tubuhku.
Apa yang dia lakukan tiba-tiba? Bahkan kalau
hanya candaan, tidaklah lucu untuk seorang anak laki-laki yang perbedaan ukuran
begitu besar dariku bergulat begitu saja denganku.
Aku menatapnya, masih terkejut dengan tingkah
laku kekanakannya dari laki-laki keren ini yang tiba-tiba saat dia mengatur
nafas.
Mata kami bertemu, Kimura menghela nafas.
“Begini… bukannya tidak ada hubungannya. Coba
pikirkan lagi.”
“Tapi…”
Seolah ingin mengendalikan Yasuki yang hendak
berdebat, Kimura melanjutkan.
"Lalu, kenapa kau keras kepala? Kenapa
tidak coba beri dia kesempatan untuk meminta maaf? Tadi kan, pas aku menyebut
nama Ema ke Iijima-kun, kau benar-benar gemetar. Bukannya itu karena kau
memiliki sesiatu di pikiranmu?"
Yasuki menelan kata-katanya saat dia dipukul
di tempat yang sakit.
Kebenarannya mungkin.... tidak relevan. Aku
tidak yakin apa yang Kimura dan Katsuya katakan benar, tapi aku pikir akan
lebih baik jika aku melihatnya seperti biasa, dan jika dia memikirkanku dengan
cara yang khusus.
Tapi aku tak berani memastikan. Aku takut
untuk bertanya. Aku tidak ingin Kitaoka menyakitiku lagi. Selain itu, bahkan
jika kita berbaikan, pada akhirnya dia dan aku...
Mungkin penasaran karena aku hanya diam,
Kimura mendekatiku.
"Atau apa kau sudah berhubungan dengan
gadis yang bersama mu di hari terakhir sekolah?"
“Tidak, bukan kek gitu.”
“Benarkah? Apa kalian berpacaran atau gimana?”
“Tidak, bukan, kami hanya pergi pulang
bersama.”
Aku segera menyangkalnya, tapi aku berkeringat
dingin, bertanya-tanya gimana dia bisa tahu semua itu. Apa Kitaoka yang ngasih
tahu dia? Atau, karena kami berdua berada di sekitar sekolah, bisa jadi ada
orang lain yang kebetulan melihat kami. Bagaimanapun, Nakajo dan aku tidak
dalam hubungan seperti itu.
Kimura terlihat lega saat dia meletakkan
tangannya dengan ringan di bahuku dan bilang.
"Yah, aku mengandalkanmu. Risa-chan
sangat mencintai Ema. Saat dia tak baik-baik saja, risa-chan sangat
mengkhawatirkannya. Bahkan jika hanya sedikit, tolong dengarkan aku... jangan
lari dan memalingkan wajahmu."
“… Aku akan memikirkannya.”
Meskipun responku membosankan, Kimura tak
memikirkan itu dan menggoyangkan bahuku, "Aku berjanji.”
Kimura memasukkan tangannya ke sakunya dan
bertanya pada ku, "Apa kamu punya sesuatu untuk ditulis?"
Aku telah meninggalkan ranselku, aku mengambil
pena dan menyerahkannya kepada Kimura. Kimura kemudian menulis sesuatu di
secarik kertas putih sambil melihat ke layar smartphone-nya.
“Hai (ya)”
Selembar kertas yang diserahkan kembali pada
ku bersama dengan pena adalah struk nota dari toko serba ada. Di bagian
belakang, ada serangkaian karakter alpabet dengan "@" di dalamnya.
Aku bertanya apa itu, Kimura bilang,
"Emailnya Ema."
"Ini alamat email Ema. Kalau kamu gak
bisa melakukannya secara langsung, kamu bisa menghubunginya melalui ini.
Walaupun kamu gak punya ponsel, kamu punya internet dirumah kan?"
...Dengan begini, trik "Aku gak ada waktu
untuk berbicara" tidak berguna. Dia lawan yang tangguh.
Tapi, bahkan jika kau teman masa kecil, apa
baik-baik aja ngasih alamat emailnya tanpa persetujuannya? Apalagi ini yang
kita bicarakan Kitaoka Ema yang mudah marah. Akan sangat disayangkan jika
Kimura kena masalah karena ini.
“Bukannya dia akan marah, memberitahuku ini?”
“Dia tidak akan marah, aku yakin dia akan
menerimanya.”
Kimura menjawab dengan ringan, "Yah, aku
punya beberapa urusan yang harus diselesaikan, jadi aku pergi dulu," dia
melambaikan tangannya di belakang punggungnya dan berjalan pergi.
Aku menatap punggung ramping Kimura. Mungkin
karena dia telah menunjukkan sisi dirinya yang tak terduga, tapi anehnya rasanya
melelahkan. Bahkan pria tampan pun harus melakukan banyak pekerjaan di belakang
layar untuk menarik perhatian wanita yang dia cintai. Sedikit lucu, aku tertawa
kecil.
Yasuki yang sendiri memutuskan untuk melihat pemandangan di bawah lebih lama, sementara ditiup oleh angin musim semi yang kuat.
Setelah menghabiskan waktu di atap sampai
waktunya berkumpul, aku kembali ke kelas dan tak sengaja menabrak Uchida di
ambang pintu.
“Ah…”
Dia bertanya padaku dengan nada yang santai
sementara aku membeku melihat wajah Uchida.
“Oit, kenapa?”
“Eto, kemarin, kau dan Kimura di kelas B…”
“a—,ah, soal itu toh”
Saat aku mengangguk, matanya yang kusam di
wajahnya menyipit dan tersenyum.
"Yaah, kita tahu dari awal bahwa itu gak
benar, cuma masih ada orang idiot yang percaya dengan mudah. Messhi-chan gak
mungkin melakukan itu kan. Tapi aku gak ngelakuin apapun. Aku hanya bilang,
"Iijima tidak punya ponsel, semua orang tahu itu."
“Tapi… terimakasih. Telah menolongku.”
“Beneran deh. Aku juga sangat kesal dengan
Hayasaka sejak lama. Sejak awal emang gak masuk akal.”
Sepertinya orang dari kelas B memang Hayasaka.
Jika Uchida yang pada dasarnya jarang membuat musuh tidak menyukainya, maka
orang itu pasti memang bermasalah.
Uchida melihat kebelakang kacamata Yasuki dan
merasa lega sambil menghelus dadanya, bersyukur dia tidak terlalu kena banyak
masalah dan disakiti.
“Messhi-chan ku dengar kamu daftar ke
universitas yang jauh.”
Darimana dia tahu? Mungkin dari Wali kelas ku,
atau Katsuya, atau juga teman sekelasku... Mungkin telah tersebar, aku bilang
padanya "Aku mengambil kesempatan di ujian masuk" dan kemudian
menyerahkan suvenir kemarin.
Saat aku bilang iya, aku segera
ditanya, "Jadi gimana? hasilnya?" Aku menjawab dengan jujur,
"Mungkin aku berhasil.” Bahu Uchida tiba-tiba turun.
“Yeah… aku juga akan senang jika kau berhasil
masuk disana, banyak juga yang pergi jauh ya. Kalau boleh jujur, aku akan
merindukanmu.”
Dia menepuk pundakku dan bilang lain kali kita sebaiknya pergi bermain bersama dengan yang lainnya. Tepat saat itu, lonceng berbunyi di seluruh sekolah, wali kelas yang mengenakan setelan jas muncul di ruang kelas, dan orang-orang yang tersebar disana-sini mulai duduk di tempat mereka seperti suara gemerincing.
Karena upacara kelulusan diadakan untuk siswa
pagi (zennichi sei) dan siswa paruh waktu (teiji sei), aku terkejut melihat
perwakilan siswa teiji sei, ini pertama kali melihat mereka saat izasah
diberikan, mereka terlihat seperti orang dewasa.
[Bisanya, sekolah di Jepang diklasifikasikan
menurut jam kelas, diadakanm sekolah siang hari (zennichi sei), paruh waktu
(teiji sei), dan korespondensi (tsushin sei)]
Ada sambutan dari para tamu, pidato perpisahan
dan balasan dari siswa sekarang, dan paduan suara seremonial.
Di akhir upacara, ada pentas komedi kejutan
dan penampilan instrumental oleh sukarelawan dari kelas yang lulus, menurutku
itu adalah upacara yang menyenangkan dengan tawa dan juga air mata.
Setelah upacara, mereka yang lulus berkumpul
dulu di kelas sekali lagi untuk menerima ijazah dan dibagikan album kelulusan.
Saat aku sedang menulis di margin album dengan
anak laki-laki lainnya di kelas, aku tidak menyadari ada yang menulis
"Selalu jatuh cinta dengan Saito (insert emote love)" dengan
ilustrasi yang sedikit cabul. Aku sedikit kecewa mereka menulis hal seperti itu
yang akan bertahan selamanya, tapi aku kira itu akan jadi kenanngan suatu hari
nanti. Aku tidak marah memikirkannya.
Sementara itu sudah waktunya untuk siswa yang
sekarang mengantar kami pergi, rasanya seperti diusir dari kelas. Tahun ini
beberapa siswa masih harus mengikuti ujian masuk jadi gak ada pertemuan yang
direncanakan dari kelasku. Sebagai gantinya aku akan menghadiri pesta perpisahan
sebagai anggota dari club Kyouchiken.
Aku berkeliaran di dekat gerbang sekolah
mencari Tamura, saat itu aku bertemu Wada dan anggota Kyouchiken lainnya.
“Selamat atas kelulusanmu!”
Orang yang dengan riang memberikan buket bunga
pada ku adalah Eiko Tanaka, siswa kelas satu. Melihatnya, aku teringat suvenir
yang aku simpan di tas.
“Oh, ya… Nakajo-san…”
Tanaka bereaksi tajam terhadap gumaman Yasuki.
“Haruskah aku memanggilnya?”
Sebelum aku minta bantuan, Tanaka sudah hilang
seperti angin. Saat dia kembali, dia memimpin gadis yang terlihat malu dan
sedikit sedih di tangannya.
Tanaka mendorong punggunya, dan Nakajo ada di
depanku. Sekitar setengah bulan aku tidak melihat Nakajo, rambutnya terurai dan
sedikit dikeritingkan mungkin dengan setrika atau semacamnya. Dia merubah gaya
rambutnya.
Aku sedikit gugup karena dia terlihat sedikit
dewasa dan cantik.
"Tolong pegang ini sebentar," aku
menyerahkan boket bunga ke Wada dan sedikit berjalan menjauh dari kelompok
Kyouchiken. Aku mneyerahkan bungkus kertas kepada Nakajo yang aku ambil dari
tas.
“Ini, balasan untuk sebelumnya. Mungkin
sedikit awal tapi..”
Brownise dengan pisang yang aku terima saat
valentine. Sangat enak sampai-sampai aku memakan semuanya sendiri.
Aku masih khawatir apa aku seharusnya membeli
sesiatu yang lebih lagi, Nakajo dengan cepat membuka kantong kertas dan berteriak.
“Waaaa, Kitti-chan ya! Kawai!”
Dia juga bilang dengan senang, "Jellnya
terlihat enak" Aku lega mendengar tanggapannya, sepertinya dia
menyukainya.
“Terimakasih banyak, aku akan menghargainya
dan menjaganya.”
“Tidak, aku akan senang jika kamu menerima dan
menggunakannya selayaknya.”
Dia tersenyum padaku dan menundukkan
kepalanya, memegang kantong kertas itu erat-erat di dadanya seperti barang
berharga.
“Hari ini akan…”
Aku ingin bertanya apa dia mau bergabung
dengan kami di pesta perpisahan club Kyouchiken jika dia mau. Tanaka juga
disana, dan aku yakin anggota yang lain akan menerima dan menggodanya.
Nakajo sedikit mengernyit kecewa dan begumam
dengan suara jernihnya yang sama.
"Yah, klub paduan suara juga mengadakan
pesta perpisahan untuk para senpai."
“Begitu ya. Kalau begitu tolong lihat senior
itu pergi juga.”
Mau bagaimana lagi. Saat Nakajo meminta maaf,
aku melambaikan tanganku berulang kali, bilang padanya bahwa itu bukan masalah.
“Juga, terimakasih untuk hari sebelumnya. Kuenya
sangat enak.”
“Sama-sama…. Aku senang kamu menyukainya. Datang
dan kunjungi sekolah lagi nantinya.”
Setelah mengatakan itu, dia dengan ringan
mengibaskan rambutnya dan pergi. Dari awal hingga akhir, dia adalah gadis yang
sangat menyenangkan. Aku tidak bisa bersamanya, tapu aku berharap bahwa dunia
akan menjadi tempat yang lebih bahagia untuknya di masa depan.
Note: Maaf agak terlambat. Lagi pusing masalah dompet di akhir bulan
Smngt min
BalasHapus