Dia juga tidak
datang hari ini, aku merasa sedih saat aku menatap kursi kosongnya di dekat
jendela.
Sampai hari Jumat
sebelum Center Test, punggung belakangnya akan selalu ada di sana. Dan setiap kali aku
memeriksanya dari waktu ke waktu, aku biasanya menemukan dia linglung melihat
ke luar jendela di kejauhan; bertanya-tanya apa yang dia sedang lihat.
Di kelas, dia
jarang... bukan, dia tidak pernah berbicara kepada siapa pun, tapi
pada kenyataannya, dia benar-benar memiliki cara nya sendiri
yang tenang dan santai, dan aku menemukan suaranya sangat menyenangkan
setiap kali aku berbicara dengannya. Itulah alasan mengapa, meskipun merasa
agak canggung selama beberapa minggu pertama perjalanan pulang bersama, jumlah
hal yang ingin aku katakan padanya akhirnya mulai tumbuh dari hari ke hari, dan
sebelum aku menyadarinya, itu telah tumbuh ke titik di mana aku bahkan tidak
tahu harus mulai dari mana. Ini juga, tidak tahu kapan dia akan muncul, aku
terus menunggunya selama keseluruhan liburan musim dinginku, meskipun berada
di ambang masuk angin sepanjang waktu.
Tapi...
"Center sudah
dekat, aku tidak ingin membuang-buang waktu."
Pada hari terakhir
liburan musim dingin, aku akhirnya menemukannya di stasiun Chiba, dan ketika aku
memegang lengannya, itu adalah kata-kata yang dia katakan kepadaku. Setelah
itu, dia melepaskan lenganku dan naik kereta tanpaku.
Sikap dingin Ijima
yang tiba-tiba terhadapku mengejutkanku, dan itu benar-benar menyakitiku,
terutama karena dia biasanya orang yang lembut dan sopan.
Aku sendiri tidak mengikuti Center
Test tahun ini, jadi aku tidak
sepenuhnya yakin berapa banyak tekanan yang akan dialami oleh seseorang. Namun, lijima tampaknya telah sakit flue yang
serius tepat sebelum liburan musim dingin, yang mungkin telah mengganggu
persiapannya. Aku tidak melihatnya untuk sementara waktu setelah kursus musim
dingin dimulai, dan dia mungkin juga absen dari prep-school nya untuk waktu yang lama. Bagi lijima, yang selalu belajar tepat sebelum
ujiannya, pasti repo berurusan dengan seseorang sepertiku yang bodo amat dan santai. Itu sedikit... itu benar-benar menyedihkan, tapi
karena dia dengan jelas mengatakan kepadaku, aku memutuskan untuk tidak mengganggunya sampai dia menyelesaikan Center Test nya.
... Aku
benar-benar ingin bertanya kepada
lijima apa dia telah dibully baru-baru ini. Aku
ingin mengatakan kepadanya bahwa ada beberapa rumor aneh yang beredar tentang
dia, tapi aku sendiri tidak mempercayainya. Sejak hari ujian akhir, aku tidak
melihat lijima datang ke sekolah sama sekali, kecuali untuk satu hari di mana aku
tidak datang ke sekolah untuk menilai sendiri tes aku. Dan yang lebih buruk
lagi, kehadiran sekolah akan menjadi opsional mulai besok.
(Aku
bertanya-tanya apa yang dia lakukan ...)
Aku penasaran, tapi
tidak ada cara bagiku untuk mencari tahu. Dia tidak memiliki smarthphone,
jadi sulit untuk menghubunginya. Aku juga tidak yakin berapa banyak sahabatnya,
Saitou-kun, tahu tentang hubungan kami, jadi aku tidak bisa sembarangan
bertanya padanya.
Sedih, aku tahu
bahwa aku tidak punya pilihan selain menunggu dan melihat apa dia akan datang
pada hari sekolah berikutnya, atau pada upacara kelulusan.
Hari ini adalah hari terakhir sekolah reguler, dan seluruh tahun ajaran ditugaskan untuk membersihkan semua ruang kelas dan ruang klub.
Siswa ditugaskan
ke daerah berdasarkan jumlah kehadiran mereka. aku,
bersama dengan orang yang namanya dimulai dengan karakter(hiragana)
yang sama, bertanggung jawab untuk membersihkan perpustakaan dan sekitarnya.
Aku menggulung
beberapa selotip di lantai berkarpet di bawahku. Seorang temanku dari circle yang sama, Kokona Otsuka, juga ditempatkan di perpustakaan bersamaku karena
inisial kami serupa. Dia berada di balkon, giat
menyeka jendela dengan kain. [TLN
dari eng: Kitaoka dan
Kokona, keduanya dimulai dengan huruf K diikuti
oleh vokal. Cukup dekat satu sama lain dalam sistem Hiragana, yang
menjelaskan pengelompokan mereka]
Itu mungkin dingin
di luar jendela, karena dia mengenakan jersey di atas seragam sekolahnya. Aku sudah
selesai dengan pekerjaan ku, jadi aku pergi keluar di balkon untuk membantunya
menyeka jendela, ketika dia mendatangi ku, tangan yang sibuk dan senyum riang di wajahnya saat dia berkata,
"Terima kasih."
Saat itulah mataku
mendarat di letter yang tercetak di jersey yang dia kenakan.
"Kokona, itu jerseyku
..."
Jersey yang
dikenakan Kokona memiliki nama "Kitaoka" yang dicetak di tengahnya.
Meskipun aku mengatakan ini
kepadanya, dia tidak terkejut ketika memeriksa jerseynya sebelum menjawab.
"Ah, maaf
tentang itu. Aku memakainya secara tidak sengaja."
"Mengapa kamu
memiliki jersey ku?"
Jerseyku
seharusnya bersama lijima, karena aku meminjamkannya kepadanya tepat sebelum
liburan musim dingin dimulai. Aku sempat berpikir untuk
mengambilnya kembali, tapi aku terus menundanya.
Kokona memiringkan
kepalanya ke samping dan bergumam, "Erm ..." sebelum menjawab.
"Ah, benar!
Untuk beberapa alasan, lijima memberikannya kepadaku pada hari upacara akhir semester.
Aku benar-benar lupa mengembalikannya padamu."
Upacara akhir semester.
Aku tiba-tiba mendapat firasat yang sangat buruk tentang ke mana ini akan berlanjut.
"Tunggu,
kapan itu ...?"
"Seperti yang
aku katakan, upacara akhir masa semester."
"Bukan itu;
Aku sedang berbicara tentang kapan tepatnya?"
Aku menggetarkan
pertanyaan padanya tanpa henti, tapi Kokona tidak terpengaruh saat dia dengan
santai menjawab.
"Kau tahu,
saat itu ketika kalian berempat sedang menungguku di kelas setelah upacara. Ijima
berada di lorong pada saat itu, dan dia mengatakan kepada ku,
‘Tolong
berikan ini pada Kitaoka-san.’"
Aku langsung
membeku di tempat, menyadari bahwa firasat burukku baru saja menjadi kenyataan.
Sudah sebulan
sejak saat itu, tapi percakapan itu masih segar dalam pikiran aku. Juuri mengangkat
masalah hubunganku dengan ljima, Miyu manas-manasin, dan Maiko menyebut rumor tentangnya. Semua hal ini terus menumpuk, masing-masing
membuatnya semakin sulit bagiku untuk keluar dan mengatakan yang sebenarnya.
Akhirnya, aku mengabaikan
masalah ini untuk diselesaikan nati dengan
membuat komentar mencela dan
mengina tentangnya
Meskipun aku
merasa seperti aku terbawa suasana, itu tidak mengubah fakta bahwa komentarku jelas
tidak beralasan. Aku merasa suram dan tertekan untuk waktu yang lama setelah
percakapan itu, dan aku mendapati diriku melihat kembali berkali-kali,
menyesali fakta bahwa aku bisa mengatakan
sesuatu yang lebih baik.
Aku tidak tahu
bahwa dia telah mendengar kami—
Kokona melepas
jersey dan meminta maaf kepada Ema, yang masih memiliki ekspresi muram di
wajahnya.
"Maafkan aku.
Aku ingin segera
menyerahkannya kepadamu, tapi aku
memiliki hadiah untuk semua orang di lokerku pada saat itu. Aku pikir aku salah
menaruh jersey mu secara tidak sengaja, dan itu tertinggal disana sampai sekarang.”
"Oh... Aku
mengerti..."
"Dan jangan
lupa, aku juga membuat kalian menungguku saat itu. Aku ingat tentang hal itu
saat aku berjalan, tapi aku
tidak ingin pergi kembali untuk mengambil itu. Aku benar-benar minta maaf."
Aku tahu Kokona
tidak memiliki niat buruk. Dia selalu menjadi gadis yang baik; Sedikit bebal
dan ceroboh, tapi secara keseluruhan, dia memiliki beberapa kekurangan dari segi kepribadian. Juuri dan Miyu adalah orang yang agak murung, jadi orang lain harus berhati-hati ketika berinteraksi
dengannya. Dalam hal ini,
Kokona yang selalu ceria dan cerah bertindak sebagai "hati nurani"
kelompok dan menjaga mood
tetap menyenangkan.
Itu sebabnya aku
tahu aku tidak bisa mencela Kokona untuk ini. Aku tahu aku tidak bisa, tapi...
"Jadi, apa
yang Ijima bilang ...?"
Suaraku gemetar
saat aku menanyakan pertanyaan ini kepada Kokona. Dia melipat lengannya dan
memiringkan kepalanya ke samping dalam pikiran, tampaknya mencoba yang terbaik
untuk ingat.
"Erm...
Seperti yang aku katakan sebelumnya, dia bilang,
‘Tolong
berikan ini pada Kitaoka-san,’ lalu ... Ah, tapi dia sepertinya dalam kondisi yang
sangat buruk pada saat itu dan tubuhnya tampak gemetar. Matanya juga tampak
seolah-olah akan menangis."
Akan menangis?—Itu
mungkin karena dia mendengar fitnah tentang dirinya, kan?
Bahkan, daripada 'mungkin,' aku merasa seperti itu paling pasti. Jika aku
mendengar sesuatu seperti itu dikatakan tentangku di belakangku,
aku mungkin tidak akan pernah bisa memaafkan orang yang mengatakannya selama hidupku.
"Aku ingin tahu apa yang terjadi padanya?"
Kokona menyuarakan
keprihatinannya terhadap lijima dengan nada santai dan lembut, tapi aku tidak
memiliki ketenangan untuk membalasnya.
Apa yang harus
kulakukan? Itu bukan perasaanku yang sebenarnya sama sekali. Ketika aku mencoba
membayangkan bagaimana perasaan lijima ketika dia mendengar kata-kataku, hatiku
sangat sakit sampai pada titik di mana tubuhku menjadi lemah dan kakiku mulai
gemetar. Aku bahkan merasa ingin menangis meskipun tidak ada yang benar-benar
terjadi padaku.
Kokona melanjutkan
dengan nada santai dan lembut yang biasa.
"Oh benar,
dia belum datang ke sekolah akhir-akhir ini ya. Mungkin sesuatu memang terjadi
padanya?"
"Ah... Ada
rumor aneh yang beredar, jadi mungkin sulit baginya
untuk datang ke sekolah. "
Aku berasumsi
Kokona mungkin tahu tentang rumor foto penguntit juga, itulah
sebabnya aku sengaja mengangkat topik
ini. Aku ingin setidaknya
mengatakan padanya bahwa rumor itu tidak benar.
Tapi, sebelum aku
bahkan bisa membuka mulutku, mata Kokona melebar karena terkejut saat dia
berbicara dengan suara keras.
"Huh? Tapi
itu jelas tidak benar!"
"Huh ...?
"Iijima-kun
bahkan tidak memiliki smartphone. Aku tahu itu karena aku sudah duduk di sebelahnya cukup lama, dan juga karena Uchida mengatakan hal yang sama
sebelumnya. "
Sekarang aku
adalah orang yang benar-benar bingung.
Kenapa kau tidak
kembali lebih cepat hari itu? Aku sangat ingin memberitahunya. Jika dia kembali
lebih cepat, dia bisa saja membantah rumor yang dibawa
Maiko, dan aku tidak perlu mengatakan hal-hal mengerikan itu. Namun, pada saat
yang sama, aku juga merasa malu pada diriku sendiri karena tidak memiliki
kekuatan untuk secara jelas dan tegas menyatakan hal-hal palsu seperti itu,
sama seperti Shiina.
"Aku tidak
tahu siapa yang menyebarkan rumor itu, tapi itu benar-benar kejam dari mereka untuk melakukan itu,
kan?"
"Yeah..."
Meskipun aku
setuju dengannya, aku secara internal kewalahan dengan perasaan menyesal dan
bersalah terhadap lijima bahwa dan
aku tidak benar-benar memperhatikan apa yang dikatakan Kokona.
"Oh ya, apa
kamu tahu lijima membuat bento sendiri untuk dibawa ke sekolah? Dia mungkin
akan menjadi suami yang baik di masa depan, kan?"
Kokona mengakhiri
percakapan dengan catatan positif saat dia menyelesaikan tugas bersih-bersih di jendela. Dia kemudian kembali ke tempat Maiko berada.
"Apa yang kau lakukan, Ema?" Dia memanggilku saat aku berdiri di sana
dengan linglung. Setelah meninggalkan balkon dan menuju ke dalam gedung, aku
buru-buru mengikuti Kokona. Kakiku gemetar begitu banyak sehingga sepertinya
aku melangakh sangat
pelan. Setelah bersih-bersih, kami masih punya kelas
di akhir dan setelah itu pulang dari sekolah. Aku
mencoba untuk tenang dihadapan semua orang, aku
merasa akan menangis jika aku membiarkan penjagaan ku turun.
Setelah
meninggalkan kelas, aku mengumpulkan semua kekuatanku dan entah bagaimana
berhasil sampai ke gedung apartemenku meskipun pikiran dan tubuhku berada di
ambang hancur berkeping-keping.
Aku duduk di kursi
di ruang makan yang kosong. Kepalaku yang berat merosot dan jatuh di atas
meja.
(Apa yang harus aku
lakukan sekarang?)
Semua potongan
akhirnya jatuh ke tempatnya. Alasan perubahan sikap Iijima
yang tiba-tiba adalah karena apa yang terjadi hari itu. Dia menghindariku bukan
hanya imajinasiku, dan itu bukan karena Center Test.
Itu adalah kata-kata dan tindakanku sendiri yang tak pikir-pikir menyebabkan semua ini.
Rasanya aku ingin pergi minta maaf atas apa yang dia dengar, tapi
telah banyak waktu yang berlalu semenjak hari itu, aku merasa sudah terlambat untuk meminta maaf.
Selain itu, begitu ada sesuatu yang dikatakan, itu tidak akan pernah bisa
diambil kembali, bahkan dengan permintaan maaf.
Bahkan aku tidak tahu apa lijima akan memaafkanku atau tidak.
Mungkin jika Kokona setidaknya mengembalikan jerseyku kepadaku segera, maka
mungkin ..., pikirku, tapi aku tidak bisa serius menyalahkannya karena dia
tidak punya niat buruk sama sekali.
Tapi aku masih
menyesalinya. Sampai pada titik di mana aku merasa putus asa.
Aku ingat ketika
dia melepaskan lenganku dan menghilang ke kereta pada hari terakhir liburan
musim dingin. Penolakan yang aku rasakan darinya pada hari itu sekarang telah
membengkak ke ukuran berkali-kali lebih besar dan menghantuiku.
(Aku dibenci oleh
lijima—)
Saat aku menyadari
hal ini, perasaan yang aku pegang mulai mengalir keluar. Seharusnya tidak
seperti ini.
Aku tidak mencoba
menyakitinya, aku juga tidak mencoba membuatnya marah. Aku hanya ingin
melindungi hubungan kami, jadi aku mengatakan kepada teman-temanku kebohongan
bodoh. Aku mencintai lijima, tapi mungkin masih ada sedikit kepura-puraan
di hatiku di suatu tempat. Tapi aku tidak tahu bahwa tindakanku akan
menghasilkan sesuatu seperti ini. Jika aku tahu,
aku tidak akan pernah mengatakan hal seperti itu.
Klik, aku mendengar suara dari belakangku. Tidak lama
setelah aku buru-buru menghentikan air mataku dan pintu
yang memisahkan ruang makan dari lorong terbuka.
"Ema-chan?"
Orang yang
memanggil namaku adalah kakak perempuanku, Risa. Sepertinya dia libur hari ini, tapi aku benar-benar lupa tentang itu. Kakak ku
berdiri di sampingku dan meletakkan tangannya di punggungku saat dia berbisik
dengan nada khawatir.
"Kenapa?
Apa sesuatu terjadi di sekolah?"
Aku menangis, jadi
jelas bahwa sesuatu telah terjadi padaku. Sekarang setelah ku memikirkannya,
ketika aku masih kecil, kakakku akan selalu menghibur ku seperti ini setiap kali aku
mendapat masalah.
Tapi aku bukan
anak kecil lagi, dan aku tidak ingin menyebabkan kakakku
khawatir yang tidak perlu. Selain itu, aku masih merasa tidak nyaman berbicara
dengan keluargaku tentang masalah cinta, tidak peduli seberapa dekat aku dengan
kakak perempuan ku. Aku mencoba yang terbaik untuk memasang muka
dan berkata.
"Bukan apa-apa..."
Aku menepis kekhawatirannya dan menyeka air mataku dengan tisu. Kakakku hanya diam-diam menatapku tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Sebelumnya Daftar isi
Selanjutnya
Hueee jadi bingung
BalasHapus