(A—, ......, sekarang, ......)
Suara air yang mengalir. Seorang gadis sedang mandi di rumahku. Ini
adalah situasi yang jarang terjadi, anehnya itu nyata. Aku membenturkan kepala
ke meja beberapa kali dan menghela nafas berat, mencoba mematikan sakelar
fantasi yang akan segera dihidupkan.
Orang dewasa di dunia ini luar biasa. Sungguh menakjubkan betapa banyak
dari situasi tegang yang menyiksa ini yang telah mereka atasi. Paling tidak, aku
sangat gugup dan gelisah sehingga rangsangan sekecil apa pun akan membuat kulit
ku meledak. Poof! Seperti balon dengan jarum yang tertancap di dalamnya. Ini
seperti menginjak ranjau darat yang tersembunyi di dalam debu.
Dalam upaya untuk mengalihkan perhatian ku, aku mengeluarkan laptop dan
menyalakannya. Pada saat seperti ini, pekerjaan monoton itu bagus. Tapi aku
sudah selesai menghapus email iklan dan menandai foto, jadi ....... aku melihat
permainan klasik "Minesweeper" ....... Ya, itu agak berarti.
Aku memulai permainan, memakai headphone untuk menghindari kebisingan,
dan klik mouse untuk memperluas layar. Kadang-kadang, membuat kesalahan dan
menginjak ranjau. Boom! Boom. Tingkat keberhasilannya mungkin lebih rendah dari
biasanya. Tapi kesederhanaan dan kedalaman permainan membuat ku lupa waktu
berlalu. Aku bertanya-tanya tentang algoritme permainan, karena penempatannya
berubah setiap saat.
Aku tenggelam dalam permainan untuk sementara waktu. Aku mendapat skor
tercepat, dan jumlah ranjau yang tersisa ditampilkan sebagai "3". Nah,
tepat saat itu,
"Apa yang kamu lakukan?"
Aku sangat terkejut sehingga tangan ku terpeleset dan sebuah ranjau
meledak. Aku buru-buru melepas headphoneku dan berbalik untuk melihat seorang
gadis duduk tepat di belakangku, mengenakan hoodie dan celana olahraga dengan
gaya santai.
Itu adalah pakaian Uniqlo yang umum, tapi itu benar-benar berbeda dari
apa yang aku kenakan. Rambutnya berwarna pastel disanggul di atas kepalanya dengan
ikat rambut, dan wajahnya di bawahnya mungkin adalah wajahnya yang telanjang
(tampa make up). Kulit halus, bulu mata panjang dan mata besar, kontur
berbentuk baik ... Dipersiapkan dengan baik tanpa riasan apa pun, dan pipi
serta bibir yang telah disegarkan setelah mandi lebih berkilau dan lezat. Aku
sangat senang sehingga pangkal hidung ku hampir naik beberapa inci, jadi aku
menutup mulutku dan menjawab.
"Yah, ......, aku hanya menghabiskan waktu."
"Begitu. Aku merasa nyaman dan santai di kamar mandi. Aku bahkan
menggunakan shampoo mu dengan bebas."
"Oh, ......, silakan gunakan."
Saat aku menjawab dengan nada samar, Kitaoka memiringkan kepalanya
dengan rasa ingin tahu dan bertanya.
"Apa mainnya masih lama?”
"Tidak, tidak sama sekali."
"Kalau gitu sepertinya bak mandinya tidak bisa dipanaskan kembali,
dan akan menjadi dingin jika sudah terlambat."
Aku memberikan jawaban singkat dan menuju kamar mandi. Aku tidak
memeriksa apa-apa, tapi saat aku pergi mandi, airnya dingin, dan aku hanya
menutupi kepala ku dengan itu dan mengeluarkan suara aneh, "gyaah"
Seolah-olah surga menyuruh ku untuk "tenang". ......
Aku salah mengira sampo dan kondisioner (seperti biasa) dan hampir
tenggelam di bak mandi karena kekuatan di luar kendaliku, tapi entah bagaimana aku
berhasil keluar dari bak mandi, mengeringkan rambut dan tubuh, lalu kembali ke
kamar. Sebelumku menyadarinya, Kitaoka telah menurunkan rambutnya dan sedang
duduk di tempat tidur sambil memainkan ponselnya. Sweatshirt yang aku pinjamkan
sepertinya terlalu besar, dan dia melipat ujungnya beberapa kali.
Ngomong-ngomong, itu satu-satunya pakaian yang kupinjamkan......,
melihat lehernya dari hoodie yang longgar dan membayangkan sesuatu yang lain.
Kitaoka mendongak seolah-olah dia menyadari bahwa dia sedang ditatap.
Aku secara refleks mengalihkan pandanganku ke dinding.
"Kamu tadi mengucapkan sesuatu?"
"Oh, ......, showernya dingin."
"Oh, benarkah? Apa aku mengubahnya, ya?”
Aku sendiri tidak ingat mengubah tuas air panas menjadi air dingin, jadi
mungkin itu saja. Tapi itu normal untuk tidak tahu apa yang dilakukan di rumah
orang lain, aku tidak ingin menyalahkannya jadi aku biarkan saja.
Ucap Kitaoka, kakinya berayun-ayun, kembali menatap ponselnya.
"Apa kamu ingin keluar sebentar besok?"
"Keluar? Kemana?”
"Disekitar, Yamadera cukup dekat disini"
Aku yang baru saja tiba di sini, tahu tentang tempatnya. Itu adalah
salah satu tempat wisata paling terkenal di prefektur. Sangat mudah untuk pergi
dari sini, jadi mungkin sempurna untuk kunjungan singkat. Cepat atau lambat aku
ingin pergi ke sana.
Kemudian Kitaoka, yang sedang mengoperasikan ponselnya, terdiam.
"ah"
"Nani?"
"Kudengar Yamadera adalah kuil untuk memutuskan hubungan”
"Eh, beneran?"
Kuil dengan legenda bahwa pasangan akan putus jika mereka pergi ke sana
bersama. Yah, itu hanya kutukan, itu saja. Aku mencoba yang terbaik untuk
bertanya dengan datar.
"Karena kita di sini, kita bisa pergi jika kamu mau. Bagaimana
menurutmu?"
"Gak, aku gak mau......"
Suara Kitaoka tidak enak. Aku tahu seharusnya aku tidak bertanya. Aku
ingat gadis-gadis memang peduli tentang hal-hal seperti itu.
"Kalau begitu yang lain...?"
Sambil menggumamkan ini, Kitaoka mencari kandidat berikutnya. Mungkin,
akan lebih aman untuk pergi dengan tempat yang dia inginkan daripada membawanya
ke suatu tempat aneh yang harus aku cari.
Sementara itu, aku memindahkan meja dan mengeluarkan kantong tidurku
dari lemari dan meletakkannya di lantai di samping tempat tidur.
"Eh, kamu ngapain?"
"Aku akan tidur di sini. Kamu bisa menggunakan tempat
tidurku."
"Kenapa kamu tidak tidur saja denganku?"
Aku cemas dengan tawarannya yang berani.
Tentu saja, bukan karena aku tidak mau, hanya saja….
"......terlalu sempit kan?"
Tidak peduli seberapa ramping Kitaoka dan tubuhku tidak terlalu besar
untuk ukuran pria, aku merasa dua orang di tempat tidur 1 orang terlalu kecil
untuk tidur nyenyak. Agak canggung membuatnya merasa sangat sesak, mengingat
dia datang jauh-jauh ke sini.
Namun, mungkin dia merasa tidak enak karena memonopoli tempat tidur,
jadi dia melanjutkan, "Tapi .......”
"Di sana dingin. Nanti kamu masuk angin."
"Un, tapi ini lumayan....."
Kantong tidurnya terlihat tipis, tapi cukup untuk membuatku tetap hangat
di kamar.
Saat Kitaoka menyerah, Aku menyelinap ke dalam kantong tidurku.
"Eh, kamu mau tidur sekarang?
"Ah... sebaiknya tidur lebih awal jika ingin pergi besok. Kitaoka
juga capek kan? Kalau sudah selesai mencari-cari, pergilah tidur?"
Aku menjawab dan duduk di lantai. Mereka bilang besok akan membawa angin
yang, dan mungkin ada solusi yang baru saat aku bangun tidur. Aku berharap
untuk itu malam ini.
[ashita
wa ashita no kaze ga fuku, besok akan ada angin baru, artinya tidak usah khawatir
besok akan terselesaikan, cmiiw]
Aku baru saja akan menarik kantong tidurku sampai ke pinggangku ketika
sebuah suara tanpa emosi memanggilku.
"Ijima."
Sebuah tangan terulur dari sisi tempat tidur dan menarik pipiku.
"Katakan."
Aku pikir dia bercanda, tapi dari tempat aku melihat ke atas, mata
Kitaoka punya warna yang serius.
"Bukannya itu jahat, barusan? Kenapa kamu menjauhkan diri?"
Punggungku langsung menegang karena aku tahu apa maksud dari apa yang
dia katakan.
Kitaoka terus menanyaiku tanpa ampun.
"Sungguh, menurutmu untuk apa aku datang sejauh ini?"
"Apa…. Itu….?"
"Apa menurutmu aku harus mengatakannya juga? Kita pacaran kan?”
Sementara aku kesusahan di bawah rentetan pertanyaan, suara Kitaoka
entah bagaimana mulai naik lebih tinggi dan lebih tinggi.
"Iijima juga bilang, 'Aku ingin melihatmu juga' apa itu
bohong?"
Tentu saja aku ingat mengirim pesan itu. Bahkan jika aku mencoba untuk
menyangkalnya, itu sia-sia.
"Itu bukan bohong. ......"
"Tapi kamu sebenarnya tidak melakukan apa-apa, kan? Kamu sepertinya
ingin aku pulang. Aku sudah lama kesepian, dan aku sangat senang akhirnya bisa
bersamamu, tapi kamu sepertinya sama sekali tidak seperti itu. Aku merasa
seperti aku satu-satunya yang bahagia, dan itu sangat bodoh."
Saat aku hendak bilang bahwa aku tidak ingin dia pergi… Kitaoka jatuh
kembali ke tempat tidur dan menutupi wajahnya dengan tangannya.
"Ini aneh, seperti ini. Walaupun hanya ada kita berdua...."
(...... Apa dia menangis?)
Aku melakukannya lagi, aku menyesal. Tubuhnya meringkuk sedih. Seperti
kucing yang ditinggalkan, dan itu menyakiti hatiku. Selama ini, aku mencoba
melindungi harga diriku, tak ingin ada yang tahu mengenai motif tersembunyiku,
sampai orang penting di depanku mengungkapkan emosinya dengan sangat jelas.
Dia pasti telah memikirkannya jauh lebih dari yang kubayangkan, dan
sampai sejauh ini. Pasti merasa frustrasi saat dia dikecewakan.
"Kitaoka."
Aku melepaskan kantong tidurku dan duduk di tempat tidur, menyisir dan
membelai rambutnya yang panjang dan baru dikeramas. Baunya seperti ...... milikku.
"Maafkan aku."
Menggelengkan kepalanya, tidak ingin mendengar lebih dari ini.
Dia mengajukan banyak pertanyaan, tapi dia tidak menginginkan jawaban apapun
karena dia tahu itu tidak ada artinya.
Bukannya aku ingin membuat alasan sepanjang waktu. Yang ingin kukatakan
padanya lebih dari itu adalah...
"Suki…"
Saat aku mendekatkan wajahku ke wajahnya dan berbisik di telinganya,
bahu kecilnya di bawah dadaku sedikit bergetar.
"Aku sangat mencintaimu.... rasanya, aku tidak tahu harus
bagaimana"
Ini menyedihkan, aku tahu kau mungkin tidak setuju denganku. Pada
akhirnya hanya ada itu saja. Aku tidak pernah begitu menyukai seseorang, jadi
pengalaman ku sama sekali tidak berguna dan aku tidak benar-benar tahu apa yang
harus aku lakukan. Aku telah mengikat diriku dengan aturan egois dimana aku tak
boleh melakukan kesalahan.
Aku dengan lembut meraih pergelangan tangannya dan menariknya menjauh
dari matanya. Wajah Kitaoka merah padam dan ekspresinya muram, tapi tidak ada
air mata. Aku duduk di sampingnya, masih memegang pergelangan tangannya, dan
menarik napas lega.
"Tak ada air mata, syukurlah."
"Aku tidak menangis...."
Wajah polos yang lebih dekat denganku dari biasanya. Rambutnya yang
berwarna terang memantulkan cahaya. Aku selalu berpikir dia "Seperti
malaikat", tapi lebih tepatnya dialah malaikatku. Dia mengajari ku apa yang
salah dengan ku, mendukungku, sangat menyukaiku, dan masih keras kepala dan
sangat imut. Jika itu bukan keajaiban, aku tidak tahu apa itu.
"Jangan lihat aku, aku malu."
Mungkin karena malu, Kitaoka memunggungiku saat dia melepaskan tangannya.
Aku benar-benar ingin menatapnya lebih lama, tapi kurasa aku tidak boleh
memaksanya.
Sebaliknya, aku dengan lembut memeluk punggung kurusnya dari belakang.
Dia tidak menunjukkan tanda-tanda mencoba melarikan diri, jadi aku menariknya
lebih dekat dengan seluruh kekuatanku. Kacamataku menghalangi, tapi aku belum
melepasnya. Aku ingin melihat bagaimana dia akan terlihat sampai menit
terakhir.
Ada kalimat yang telah aku persiapkan untuk kuucapkan di kepalaku sejak
kita bertemu lagi hari ini. Waktunya agak terlambat, tapi aku bisa
mengatakannya sekarang. Aku tidak peduli jika dia menolakku. Tekad ku teguh.
"Bisakah aku melanjutkan dimana kita tertinggal?”
Saat aku bertanya dengan berbisik, Kitaoka menoleh ke arah ku tanpa
mengucapkan sepatah kata pun. Tatapan curiga di matanya menyipit dan kemudian
tertutup. Aku meletakkan tanganku di pipinya untuk membuatnya sedikit menoleh
ke arahku, dan perlahan menyatukan bibirku. Hatiku meledak dengan ......
kegembiraan.
Akhirnya, jaraknya nol. Pacar pertamaku, ciuman pertamaku. Aku akhirnya
melakukannya saat keadaan yang kurang dari yang diharapkan, tapi aku tidak
peduli tentang itu sama sekali lagi. Bibirnya lembut, hangat, dan lebih basah
dari yang kuduga, dan itu membuatku merasa sangat hidup.
Akhirnya, lidah tipis merayap di antara gigiku. Aku menyambutnya dengan punyaku
sendiri. Awalnya pelan, lalu semakin lama semakin intens. Aku tidak tahu apa ini
cara yang tepat untuk melakukannya, tapi dia tidak melepaskan bibirku, jadi aku
hanya menanggapinya dengan ceroboh.
Aku tidak tahu sudah berapa lama melakukan ini. Lidahnya tertarik, dan desahan
keluar dari mulutnya. Ciuman pertamaku dengan seorang gadis begitu dalam hingga
hampir melelehkan otakku. Saat membuka matanya, Kitaoka sudah melihat ke depan lagi
dan memunggungiku.
Aku sedikit kecewa dengan sikapnya yang ketus. Tapi ......
"Wow…. Ini enak”
Aku tidak tahu bagaimana perasaan Kitaoka tentang itu. Tapi bagi ku,
yang sampai saat ini "tidak punya riwayat pacaran = diusiaku", ini
adalah pengalaman terbaik yang pernah ada. Tampaknya semua emosi positif
seperti kebahagiaan, keberuntungan, dan kegembiraan telah tersapu ke tingkat
maksimal.
Tapi sebenarnya,......, ada hal-hal yang terasa lebih enak dari ini, dan
aku tahu ini karena naluri ku dan pengetahuan tambahan yang telah diberikan
kepada ku. Bagaimana rasanya menjadi lebih hebat dari ini, ketika ciuman saja
bisa seperti ini? Aku ingin tahu. Aku ingin jawabannya di sini dan sekarang.
Aku menarik lenganku di sekitar perutnya erat-erat. Dalam pelukanku,
Kitaoka sedikit menunduk. Lengan yang ada di sekelilingnya tergelincir ke area
yang lembut. Seolah dibimbing, aku memijatnya dengan tanganku. Itu sensasi yang
belum pernah kurasakan sebelumnya, tapi aku tidak yakin melalui pakaian yang
tebal. Aku ingin tahu bagaimana rasanya secara langsung. Instingku berteriak
padaku.
(Apa ini baik-baik saja? ......)
Aku menurunkan ritsleting, meligat reaksinya. Aku tahu dia tidak
mengenakan apa-apa di bawahnya. Sebuah pusar kecil vertikal mengintip keluar.
Dengan tangan gemetar karena gugup, aku membuka ritsleting dan membiarkannya
menunjukkan payudaranya sedikit demi sedikit.
"nnn...."
Sebagian besar tubuh bagian atasnya telanjang. Tonjolan bundar dengan
ketegangan begitu putih sehingga pembuluh darah bisa terlihat, dan puncaknya
memiliki warna manis yang mengingatkan pada madu air persik. Dan pinggangnya
yang ramping semakin menekankan ukuran payudaranya. Merasakan sesuatu yang
muncul di tubuhku, aku bergumam dalam hatiku.
Tidak dapat menahan rasa ingin tahuku, aku mencubit bagian sensitif.
Semakin aku memainkannya, semakin keras jadinya, dan semakin panas napasnya.
Aku bisa mendengar suara erangan
"Redupkan lampu, ......"
"Tunggu sebentar."
Saat aku menahannya, Kitaoka sedikit menegang. Ada alasannya.
"Aku selalu ingin melihat Kitaoka telanjang."
Aku sudah berfantasi tentang hal itu untuk waktu yang lama sekarang.
Sebenarnya, aku mungkin telah membayangkannya sesekali sejak kita berada di
kelas yang sama di kelas satu,....... Bahkan saat ada sedikit permasalahan di
musim dingin, dia sering dan sering muncul dalam mimpiku. .
"Aku memikirkannya sepanjang waktu, dan itu membuatku gila."
Aku benar-benar merasa seperti orang yang tidak berdaya. Maukah kau
mencintaiku bahkan jika aku seperti ini?
"Baka......"
Suaranya begitu cabul dan meleleh sehingga aku tahu dia tidak marah.
Aku membaringkannya di punggungku dan melepas sweatshirt yang menutupi
kakinya, bersama dengan celana dalamnya. Hoodie itu jatuh di bawah tempat tidur
sebelum aku menyadarinya. Sekarang dia tidak punya apa-apa lagi untuk dipakai.
Aku sudah lama melihatnya dari sudut kelas. Tapi ada saat aku menyerah
dengan fakta bahwa aku tidak akan bisa memilikinya, bahkan aku tidak bisa
berinteraksi dengannya. Sekarang, dia memperlihatkan tubuhnya kepada ku, layaknya
baru terlahir. Dia bahkan lebih kurus dan lebih lembut dari yang kubayangkan,
dan ketelanjangannya yang indah terbentang di hadapanku. Kau tidak akan pernah
bosan melihatnya, tidak peduli berapa lama kau melihatnya. Tapi..
"Mou, …tidak apa..."
Sebuah tangan terulur dan melepas kacamataku. Dari sini, aku melepas
semua yangku miliki di tubuh ku untuk merasakan miliknya di kulit ku. Dan
karena dia begitu dekat sehingga aku bisa melihatnya bahkan dengan rabun jauh, aku
baik-baik saja.
Kami berulang kali mencium dan merangsang area responsif satu sama lain.
...... Apa-apaan ini? Hebat, seperti berada di surga. Jika malaikat yang
memelukku, maka mungkin ini adalah surga.
"Ijima ......"
"n?"
"Aku... mencintaimu, entah kenapa rasanya aneh"
Akan lebih mudah dipercaya jika ini disebut mimpi.
Gadis yang ku cintai telah menerima ku dengan air mata dan rasa sakit
untuk pertama kalinya. Itu pasti jenis mukjizat yang paling membahagiakan yang
bisa diberikan dunia begitu saja.
Aku memeluk tubuhnya dan menyatu. Aku membelai punggung dan kepalanya
lagi dan lagi sampai rasa sakitnya mereda.
"Emma."
Saat aku memanggilnya dengan nama itu untuk pertama kalinya, hubungan di
antara kami memanas. Wajahnya, yang berbaring miring, menjadi sangat merah
sehingga aku bisa melihatnya bahkan dalam kegelapan. Ini pertama kali aku
memanggilnya dengan nama depannya, dan koneksi memanas.
Bahkan jika itu adalah mimpi, aku tidak ingin melupakannya. Aku memeluknya kembali gemetar sekali lagi, dan mengguncang tubuhku, berharap kuat.
Tidurku tiba-tiba menjadi dangkal saat aku merasakan sedikit pakaian bergesekan
dikulitku. Dalam keadaan melamun, aku ingat kalau aku tidak sendirian sekarang,
tapi ada seseorang yang tidur di sebelahku. Lalu aku merasakan sesuatu yang
hangat di pipiku. Aku hampir tersenyum saat sadar apa yang sedang dilakukan
......, dan melanjutkan tidurku alan anjing rakun.
Tempat tidur berderit keras. Aku berpura-pura berbalik dalam tidurku dan
melihat kembali ke arah di mana aku mendengar suara itu. Sebuah lentera, salah
satu perlengkapan pendakian ku, dinyalakan di samping tempat tidur ku. Berkat
lentera, yang biasanya ku gunakan untuk membaca, aku bisa melihat meskipun
samar-samar. Kitaoka meraih botol plastik di bawah tempat tidur, dan hendak
membuka tutupnya dan meminumnya sambil berbaring telentang. Bahkan dalam cahaya
redup, aku bisa melihat profil wajahnya yang pucat.
Sepertinya dia tidak berpengalaman seperti yang kubayangkan, dan dia
tampak sangat kesakitan selama kejadian sebelumnya. Dia juga sedikit berdarah.
Itu tidak terduga dan mengejutkan, tapi mengingat fakta bahwa dia dulu terlalu
takut dilecehkan di kereta yang penuh sesak, aku kira itu bisa dimengerti.
Setelah dia menghabiskan minumannya, aku bertanya.
"Hei, ......
"Apa?"
"Apa kamu baik-baik saja?"
"Ya, itu… gak apa kok."
Aku ingin tahu apa itu benar. Kitaoka punya sedikit sifat keras kepala,
jadi aku tidak bisa langsung menelan kata-katanya yang berani.
Meski begitu, bagian atas tubuhnya yang mencuat dari selimut tampak
dingin. Berat bagiku untuk meninggalkannya, meskipun kita hanya bersama sekali.
Aku berbalik dan memeluk pinggangnya yang kurus, dan permukaan punggungnya yang
halus terasa sejuk saat disentuh.
Saat aku menggosok kulit ku untuk menghangatkannya, emosi yang aku rasakan
sebelumnya datang kembali. Setelah sedikit mencicipi area sensitif, aku
menyelipkan tanganku di antara pahanya.
"Oh ya. Kamu sudah basah."
"Disini juga. Ini sudah ngaceng."
Sebuah jari tipis mencengkeram bagian tengah tubuhku. Aku merasa seperti
akan keluar hanya dari itu.
Kami akhirnya tetap "dekat" sampai fajar, dan waktu berikutnya
aku bangun, matahari sudah tinggi di langit. Kemarin aku bilang untuk pergi
keluar bersama, tapi tidak mungkin di kondisi sekarang. Aku memutuskan untuk
menyimpannya diwaktu yang lain dan bersantai di kamarku sedikit lebih banyak
hari ini.
"Aku akan mandi."
Kitaoka yang pertama bangun dari tempat tidur.
Aku terlelap sejenak, mendengarkan suara air yang mengalir dan menikmati
kehangatan tubuhnya yang berlama-lama di atas futon.
(Oh, ......, apa yang harus aku lakukan? ......)
Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku tahu aku merasa seperti seorang
pengecut. Tidak mungkin waktu bahagia ini bisa bertahan lama. Meskipun aku tahu
aku harus lebih tegas, tidak mungkin aku, pria malang yang sedang jatuh cinta,
bisa melakukan hal yang sia-sia seperti mengakhirinya sendiri.
Akhirnya, suara air berhenti, dan sebagai gantinya, bau menggelitik
perut yang lezat datang dari dapur.
"Kamu membuat apa?"
Aku bertanya padanya saat dia kembali ke kamar, berbaring.
"Kupikir aku akan membuat bubur nasi dengan sisa dari pot kemarin.
Aku sedang memanaskannya sekarang."
Dia menjawab dan mulai membersihkan kamar.
Aku tahu aku harus membantunya, tapi udara yang sedikit dingin membuat
futon sulit untuk dilepaskan. Saat aku menurunkan kelopak mata ku untuk memberi
ku waktu tiga menit lagi.
Aaaaah!"
Tiba-tiba, aku mendengar teriakan. Saat aku bangun untuk melihat apa
yang terjadi, Kitaoka memegang sesuatu di tangannya dan bilang, "Ini
.......
Dalam penglihatan ku yang tidak jelas, aku mengambilnya.
(Tidak mungkin. ......)
Firasatku buruk, dan saat aku mendekatkan apa itu ke mataku untuk
melihatnya, itu adalah kacamataku, seperti yang kuduga.
(Wow ......)
Bingkainya benar-benar rusak, dan lensanya rusak parah, seolah-olah diberi
tekanan yang lebih. Aku memegang bingkainya dan mencobanya untuk melihat apakah
aku bisa menggunakannya, tapi penglihatannya terdistorsi dan aku tak tahan
menggunakannya. Dia pasti menginjaknya saat sedang bersih-bersih, secara tak
sengaja.
"Ini benar-benar buruk"
"Maaf, ......."
"Tidak, yah, ....... Lagipula sudah terjadi ......"
Itu tidak disengaja dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Jika ada,
itu salahku sendiri karena meninggalkannya di sana. Tapi ......
"Bagaimana ya......, tapi ini satu-satunya kacamata yang kumiliki
saat ini......."
Aku meninggalkan yang berbingkai logam yang biasa nya ku gunakan saat
sekolah di rumah orang tuaku. Aku akan meminta ibu untuk membawanya kembali
ketika dia datang untuk menghadiri upacara penerimaan lusa, tapi masalahnya
adalah apa yang harus dilakukan sampai saat itu. Lebih buruk lagi, aku tidak
sengaja kehabisan lensa kontak sekali pakai.
Hari ini dan besok ....... Situasi ini sangat tidak nyaman karena aku
tidak terbiasa dengan kota atau rumahku. Bagi mereka yang rabun jauh dengan
huruf "d" (mungkin maksudnya dioptri) di atas, hanya bisa terpana…
akan kurangnya alat korektif untuk mengoreksi penglihatan.
Terhadap aku yang tercengang, Kitaoka berkata dengan riang,
"Kalau begitu, ayo kita beli kacamata nanti."
"Apa?"
"Karena kita di sini, ayo cari sepasang yang bisa melihat dengan
baik. Aku akan memilihnya bersamamu."
Saat aku tidak bisa segera menanggapi tawaran tak terduga itu, Kitaoka
melanjutkan.
"Juga buat bisa dipakai saat kuliah. Jadi kacamata nerd itu harusnya
kadaluwarsa."
Kurasa aku pernah mendengar itu sebelumnya ......, dia sepertinya tidak
terlalu menyukai kacamata nerd itu.
Aku sedikit sedih dengan perbedaan pendapat karena aku dulu menyukainya.
Tapi memang benar desainnya tidak terlalu cocok dengan pakaian casualku,
apalagi seragam sekolahku.
Saat aku bergumam, "Kurasa aku akan ikut," dia tampak
tersenyum melalui kabut penglihatanku.
Setelah mandi sebentar, kami makan bubur dari panci (cukup enak dan
penuh rasa. Tentu saja, aku menambahkan telur), Kitaoka mencari optician di
lingkungan sekitar.
Aku diberitahu ada toko populer di gedung stasiun yang dikunjungi
kemarin menawarkan bingkai dan lensa dengan harga tertentu, jadi aku memutuskan
pergi kesana.
Seperti yang diharapkan, suhu di luar telah turun drastis, aku
mengenakan jaket tebal dan pergi keluar.
“Ada tangga disana, hati-hari”
Setelah meninggalkan rumah, Kitaoka menggandeng tanganku dan kami naik
bus menuju stasiun. Samar-samar aku penglihatanku buruk, tapi dia dengan semangat
memimpin, aku hanya patuh mengikutinya.
"Mari kita lihat, lantai tiga di sini?"
Sepertinya ini adalah gedung stasiun yang kita kunjungi. Aku naik lift
dan menuju ke toko kacamata.
Segera setelah tiba, mencoba setiap kacamata yang berjejer di toko.
"Bagaimana dengan ini?"
"Rasanya malah terlihat seperti badut"
"Bagaimana dengan yang ini? Gak jatuh kan dari hidung?"
"Ah, ini gak bagus saat melihat ke bawah"
"Yang ini sedikit tidak nyaman di telinga"
"Hmm, ya benar, sedikit gak pas"
Kami memakainya satu demi satu dan betukar pendapat
Setelah melihat-lihat, aku akhirnya memutuskan untuk membeli yang
menurut Kitaoka adalah "yang terbaik", karena aku sendiri tidak dapat
melihat dengan baik.
Setelah tes mata, aku diberi formulir untuk diisi, dan Kitaoka
mengisinya untuk ku, karena penglihatanku buruk. Aku ingin tahu apa ini yang
mereka sebut dengan ulet.
Aku mengganti ke lensa tipis, dan tidak ada biaya tambahan untuk itu. Aku
beruntung karena aku sedikit khusus ke hal tersebut.
Kitaoka juga membayar setengah dari biaya. Awalnya dia ingin membayar
keseluruhan, dengan bilang, "Jelas, kan aku yang merusaknya." Aku
menolak gagasan itu, tapi dia dengan keras kepala menolak untuk mundur. Jadi aku
berhasil membujuknya untuk membagi 50/50.
Setelah sekitar satu jam menunggu, kacamata baru sudah siap.
Kami pergi ke restoran cepat saji terdekat, memakai kacamata dan senyum
bahagianya terlihat jelas melalui lensa.
"Itu cocok dan bagus untukmu."
"Beneran?"
"Ya. Kurasa yang ini lebih bagus dari sebelumnya.”
Aku berpikir, "Tidak terlalu lebar, itu pas," tapi sepertinya
itu awalnya dibuat untuk perempuan. Jika diperhatikan lebih dekat, kau dapat
melihat pola polka dot di bagian dalam pokok anggur, yang menurut ku agak
terlalu imut, tapi aku rasa aku akan terbiasa dengan itu.
"Hei, ......."
"Apa?"
"Aku akan menjaganya dengan baik."
Itu seperti hadiah nyata pertama yang pernah ku terima, meskipun aku
membayar setengahnya.
Saat aku berterima kasih padanya, Kitaoka menopang dirinya dengan satu
siku dan menyeringai senang.
"Jangan menginjaknya."
Aku ingat saat masih di SMP, aku juga menginjak kacamataku dan merusak bingkainya.
"Akan kupastikan untuk tak meletakkannya di lantai."
Saat menjawab begitu, dia bilang, "bagus," dan menyipitkan
matanya dalam suasana hati yang baik.
Kami mengobrol sambil minum kopi sebentar, tapi seiring berjalannya
waktu, mata Kitaoka perlahan-lahan jatuh ke layar ponselnya dan semakin sering.
Senyumnya semakin berkurang.
Setelah beberapa kali memeriksa layar, dia perlahan bergumam.
"Aku ada part-time job malam ini."
Saat dia mengucapkannya dengan nada tanpa emosi, Kitaoka tersenyum di
sudut mulutnya saja.
"…jadi lebih baik aku bergegas."
Aku tahu aku akan mendengar kata-kata itu, tapi aku masih bisa merasakan kesepian yang tidak dapat dijelaskan.
“Sepertinya kita tepat waktu."
Kitaoka bergumam saat dia berdiri di depan gerbang tiket, melihat papan
elektronik di atas. Dia akan naik kereta Shinkansen untuk pulang, dan beruntung
tidak harus mengantri karena kami telah memesan tempat duduk.
Terakhir kali aku yang diantar, tapi kali ini sebaliknya. Aku merasa
ngeri dengan keegoisanku sendiri, hampir berharap bahwa kereta akan berhenti.
Pengumuman kereta shinkansen yang mendekat terdengar. Membeli tiket
masuk dan berjalan ke peron bersama-sama.
Segumpal warna putih berhamburan ke bawah, "Oh, salju," gumam Kitaoka,
menatap ke langit. Setitik salju akhir musim juga menempel di lensa kacamata
yang baru saja ku beli. Itu menghilang lebih cepat sebelum aku bisa menyipitkan
mata untuk melihat kristal dari enam lapis bunga.
"Kalau begitu, sampai jumpa. Rasanya menyenangkan."
Kitaoka tersenyum, tapi ku tidak tahu apa dia tersenyum dari lubuk
hatinya atau tidak.
"Terima kasih untuk ini."
kataku lagi, menyentuh tepi kacamataku. Dia menjulurkan satu jari ke
arahku.
"Lain kali kita bertemu, kamu juga bisa memakainya."
"Ya....... Mungkin ini satu-satunya kupunya."
Yang aku gunakan di SMA sangat mudah untuk melihat, tapi yang ini lebih
ringan dan lebih pas. Dan itu jauh lebih murah daripada yang aku beli
sebelumnya. Sungguh menakjubkan seberapa jauh teknologi dan industri telah
berkembang. Aku hanya terkesan.
Sudah lama sejak aku punya pandangan yang jelas dari setiap sudut dunia.
Dunia adalah tempat yang begitu hidup. Seolah-olah aku berada di tempat yang
telah dilahirkan kembali.
Tapi itu sangat indah, sangat bersih - terkadang sulit, pikirku saat
melihat orang di depanku.
Shinkansen tiba di peron. Tapi aku masih merasa belum mengatakan
apa-apa. Apa ini baik-baik saja? Tidakkah aku menyesal meninggalkannya seperti
ini? Pikiran frustasiku mencair sebelum aku bisa mengatakannya dengan keras.
Saat pintu terbuka, Kitaoka perlahan mengangkat tangan kanannya dan
melambaikannya ke udara.
"Sampai ketemu lagi."
"Au."
Bahkan saat masuk ke gerbong, dia terus melambai padaku dari kursi dekat
jendela. Aku melambai kembali sampai aku tidak bisa melihatnya lagi. Ketika
kereta menghilang di kejauhan dan aku tidak bisa mendengarnya lagi, dan tidak
ada seorang pun di peron, aku akhirnya pindah dari tempat itu.
Aku merasa seperti aku masih di tempat yang tidak nyata.
Walaupun sudah seeegh
BalasHapusMc ama fmc masih kaku mau ngungkapin perasaan satu sama lain:v
udh dijebol wkwk
BalasHapusInilah kenapa MC beginian disebut perjaka Krn emng terlalu banyak mikir walau udah jadi pacar
BalasHapus