Di stasiun transfer besar, di mana orang-orang
terus datang dan pergi, Yasuki menatap papan buletin elektronik dan sekali lagi
memeriksa waktu keberangkatan kereta shinkansen pada tiket di tangannya.
Papan buletin menunjukkan berbagai tujuan yang
membentang di negara. Saat aku melihat arus orang yang lewat di depan ku, aku
bertanya-tanya dari mana semua orang berasal dan ke mana mereka pergi, aku
memikirkan hal-hal seperti itu.
“Yasuki”
Aku berbalik untuk melihat seorang wanita
mungil berdiri di sana, mengenakan jas putih dan rok yang terbuat dari bahan
kaku.
Dia memiliki kulit putih, rambut hitam
setengah panjang, dan wajah yang tidak menarik, juga tidak unik. Pada pandangan
pertama, dia mungkin tampak seperti wanita muda yang sopan dan santun, namanya
adalah Iijima Mikiko. Dia adalah kakak perempuan ku.
Mikiko berjalan ke arah ku dengan tas nilon
Boston di tangannya dan bertanya dengan suara yang sering digambarkan sebagai “jauh
lebih rendah dan polos” daripada yang bisa dibayangkan dari luar.
“Apa kamus udah mendapatkan tempat duduk?”
Aku mengangguk ya.
Kemarin, universitas nasional pilihan pertama
ku mengumumkan hasilnya, dan aku menemukan nomor ujian ku di sana. Hari ini, aku
berencana untuk pergi ke agen real estate di dekat universitas untuk memutuskan
kamar untuk ditinggali.
Awalnya, aku kira aku hanya akan browsing
internet untuk memilih apartemen, karena itu hanya untuk tahun pertama saja
(kampus akan berubah dari tahun kedua). Namun, keluarga ku, yang berhati-hati
dan cemas, mengatakan kepada ku bahwa aku akan membuat kesalahan jika aku tidak
melihat-lihat dan katanya aku tidak boleh merasa buruk bahkan jika itu hanya
untuk satu tahun, jadi itulah yang aku putuskan untuk lakukan.
Namun, sebagai siswa SMA, aku masih merasa
tidak nyaman memilih kamar sendiri. Orang tua ku yang sibuk tidak punya banyak
waktu istirahat, agen real estat buka pada hari kerja, dan jika aku tidak
segera mengambil keputusan, apartemen yang bagus akan segera hilang. ......
Jadi, kakak perempuanku, yang empat tahun lebih tua dari ku dan merupakan
mahasiswa yang sedang pada liburan musim semi, dipilih sebagai pendamping ku.
Aku diberitahu, “Kenapa kamu dan saudara
perempuanmu tidak pergi ke pemandian air panas saat kamu berada di sana?” Malam
ini, aku menginap di penginapan pemandian air panas di pinggiran kota, tidak
jauh dari universitas. Awalnya, aku mencoba menolak, bertanya-tanya mengapa aku
harus menikmati perasaan bepergian dengan Kakak perempuanku sendiri, tapi dia sendiri
sangat antusias, mengatakan, “Air panas di daerah itu terkenal dengan efeknya
pada kulit yang indah.” Aku selalu berpikir bahwa orang tua ku jauh lebih lunak
terhadap saudara perempuan ku daripada diriku.
Ne-chan, yang kuliah di sebuah perguruan
tinggi farmasi di Tokyo, meninggalkan kampung halamannya pagi-pagi sekali untuk
menjalankan beberapa tugas di sekolah. Aku menyerahkan tiket ekspres terbatas, kemudian
ditumpuk di atas boarding pass-nya, dan melewati gerbang tiket Shinkansen.
Aku berpikir, “aku tidak pernah keluar sendirian dengan Ne-chan sejak SD,” tapi aku tidak mengatakan apa-apa padanya.
Sambil menunggu kereta tiba di peron, aku
membeli kotak makan siang dan minuman untuk Ne-chan dan aku sendiri dengan uang
saku yang diberikan orang tua ku.
Setelah beberapa saat, sebuah kereta
mini-shinkansen berwarna perak meluncur di depan kami.
Aku pindah ke tempat duduk di gerbong yang
tertera di tiket ku. Aku meletakkan koper ne-chan di rak dan ranselku sendiri
di sebelahnya.
Kami duduk berdampingan, dan aku menyerahkan
salah satu kotak makan siang ku. Ini bahkan belum jam makan siang, tapi dia terlihat
lapar, jadi dia dengan cepat mematahkan sepasang sumpit dan menggigitnya.
“Aku tidak mengira kamu akan pergi
meninggalkan rumah”
Ne-chan bergumam sambil menghela nafas. Dia
sepertinya masih ingin mengatakan sesuatu, jadi aku berhenti mencoba memasang
earphone di telinga untuk mendengarkan musik dan menunggunya melanjutkan.
“Aku sangat terkejut ketika ibu memberi tahuku.
“Apa? Kapan itu terjadi?” Seperti itu.”
Kakak perempuan ku butuh waktu satu setengah
jam untuk pergi ke sekolah sekali jalan, dan dia sibuk dengan pelatihan praktis
dan eksperimen, jadi dia berangkat pagi-pagi sekali dan pulang sangat larut.
Selain itu, dia bekerja paruh waktu di hari liburnya, jadi kami hampir tidak
pernah bertemu di rumah.
Bukannya kami tidak rukun, tapi kami sedikit
berbeda usia, dan jenis kelamin kami berbeda. Baru minggu lalu, setelah ujian
selesai, saudara perempuan ku tahu bahwa aku mendaftar ke universitas yang
jauh.
“Aku bilang, “...... aku telah menemukan
sesuatu yang ingin ku lakukan,” dan mereka setuju.”
Saat aku memberi tahu orang tua ku hari itu
setelah aku menyelesaikan Center Test dan memutuskan untuk pergi dari sini,
ayah ku mendukungku untuk melakukan yang terbaik.
Ibuku terlihat sedih pada awalnya, tapi ketika
dia mengetahui kemauan kuatku, dia mulai mendungkungku seperti ayahku.
Aku percaya bahwa dengan dukungan orang tuaku
aku bisa lulus ujian masuk. Saat aku berterima kasih kepada orang tua ku atas
pengertian dan dukungan mereka, saudara perempuan ku mengendus ku seolah-olah
merusak suasana hati ku.
“Beneran? Karena itu kamu, aku pikir kamu
dicampakkan oleh seorang gadis dan melarikan diri.”
[dayum]
Aku meringis mendengar komentar tajamnya. Aku
tak memiliki kontak dengan ne-chan dan aku tahu dia hanya menebak, tapi tidak
ada keraguan ini adalah salah satu alasan ku.
Meskipun aku mencoba untuk menyangkalnya, mengatakan,
“Tentu saja tidak,” Ne-chan memandangku dengan mata waskitanya, sambil
melembapkan tenggorokannya dengan teh dari botol plastik.
“Gak apa-apa. Cobalah untuk tidak terlalu
terbawa suasana, oke? Kau masih di tulang punggung orang tuamu.”
Aku pikir aku masih seorang siswa, tapi aku
tidak bisa memukul balik kata-kata kakak perempuanku.
Yasuki, yang sekarang merasa terganggu, bilang, “Ya. Wakatta,” jawabnya pelan, menyandarkan punggungnya dan menutup kelopak matanya, berpura-pura tidur.
Aku benar-benar tertidur untuk sementara
waktu, tapi kemudian aku terbangun oleh “don” yang keras.
Aku melihat sekeliling untuk melihat apa yang
sedang terjadi, tapi sepertinya kami baru saja memasuki terowongan. Dinding
beton di luar jendela mengalir, dan smartphone di tanganku menunjukkan “tidak
ada sinyal”. Ne-chan, mungkin bahkan tidak menyadari hal ini, membenamkan
wajahnya di syalnya dan tidur dengan tenang.
Ketika aku melihat layar LCD lagi, aku melihat
sebuah pesan telah tiba tanpa ku sadari. Pengirimnya adalah Katsuya. “Aku sudah
mengirimimu foto-foto dari upacara kelulusan ke alamat di komputerku, jadi
tolong periksa nanti” katanya.
Kalau dipikir-pikir, aku belum memeriksa
alamat email ku di komputer selama sekitar seminggu sekarang. Kalau di
pikir-pikir, aku bisa memeriksa email ku dari ponsel tanpa menyalakan komputer ku.
Dengan tidak ada lagi yang harus dilakukan, aku
menunggu sampai keluar dari terowongan dan mengakses webmail ku dari browser
standar.
Setelah beberapa detik menunggu, layar surat masuk
ditampilkan. Ada banyak email yang belum dibaca, termasuk satu dari Katsuya.
Kebanyakan dari mereka adalah iklan atau buletin dari situs yang aku daftar, aku
menghapusnya tanpa membuka isinya.
Saat aku meletakkan “✓” di kotak centang, aku tiba-tiba
berhenti di satu email.
Tanggalnya adalah sehari setelah pengumuman
penerimaan ku, dan judulnya adalah “Lama tidak bertemu!”.
Mungkinkah, aku
mengklik email. Kemudian, bersamaan dengan tulisan “Akhirnya aku selesai
mengikuti ujian”, sebuah kalimat bersemangat berlanjut beberapa saat, dan pada
akhirnya tertulis sebagai berikut.
“Ngomong-ngomong, apak kamu ingat saat aku
memintamu untuk pergi ke konser Scosho denganku?
Aku mendapat tiket untuk yang berikutnya di
Quattro setelah berada di daftar tunggu! Keajaiban yang luar biasa! Jika kamu bebas,
aku sangat ingin pergi dengan mu!”
Alamat pengirimnya adalah “q35isogai@......”
Tidak ada tanda tangan atau nama, tapi aku yakin email ini dari Isogai
Kumiko-san.
Apa yang harus dilakukan, aku bertanya-tanya. Aku ingat aku telah membuat janji seperti itu, tapi
aku harus mempersiapkan kepindahanku, dan meskipun aku tampaknya punya banyak
waktu luang, aku sebenarnya cukup sibuk. Selain itu, aku bertemu dengan Kumiko
melalui perkenalan dari Kitaoka, dan sekarang setelah aku tidak berhubungan
dengan Kitaoka, aku merasa akan sedikit sulit untuk berteman dengannya.
Tapi itu juga ...... yang membuat perasaan “Aku
sangat ingin” Kumiko menghilang. Aku yakin gadis ini pasti memintanya karena kebaikan
murni. Akan canggung untuk menolaknya karena alasan pribadi. Tentu saja, aku
ingin pergi ke konser itu sendiri, tapi .......
aku bingung “Hmmm,” dan mencoba mengirim pesan
yang mengatakan “Maaf, tapi jika ada orang lain yang bisa pergi, tolong biarkan
aku mengajukan dia saja.”
Namun, tepat ketika aku akan membuka layar
balasan, kereta masuk ke terowongan lain dan aku berada di luar jangkauan.
Setelah itu, terowongan lebih banyak dan sinyal tidak stabil.
(Bodoamat, nanti ku balas ......)
Yasuki menyerah membalas di tengah jalan dan melemparkan smartphone-nya ke kompartemen penyimpanan di depan kursinya, lalu membuka lipatan makan siangnya dan mulai mengunyahnya. Setelah itu, dia memutuskan untuk tidur sebentar lagi sampai dia mencapai tujuannya.
“Cukup ramai,” adalah kesan ku saat melangkah
ke peron.
Gedung sekolah yang aku kunjungi untuk ujian
masuk bulan lalu adalah gedung yang akan aku hadiri di tahun kedua ku, dan di
tahun pertama ku, aku akan belajar di kampus utama di sini di kota Yamagata,
bersama dengan mahasiswa sarjana lainnya. Di depan stasiun banyak gedung-gedung
tinggi dan jalan lebar penuh lalu lintas. Ini memang ibu kota prefektur. Namun,
masih ada salju yang mencair di sana-sini di kota, dan suhu di sekitarnya jauh
lebih dingin daripada wilayah Kanto selatan. Tetap saja, udara yang dingin dan
jernih sepertinya membuatku merasa segar kembali, jadi aku tidak merasa buruk.
Karena aku telah menghubungi agen real estat
sebelumnya, orang yang bertanggung jawab datang menjemput ku di depan stasiun
dengan mobil. Dia adalah seorang wanita muda, tinggi, dan berpenampilan lincah
yang kelihatannya seumuran dengan kakak perempuanku. Juga, dia memiliki aksen
yang menawan dalam cara dia berbicara. Dia berbicara dengan ramah kepada kami
berdua saat dia mengemudi.
Kami melihat-lihat beberapa apartemen di dekat
universitas dalam urutan daftar yang direkomendasikan oleh penanggung jawab.
Ketika kami menelepon nya tempo hari, kami sudah memberi tahu dia kondisi kami
yang tidak dapat dinegosiasikan, jadi semua apartemen tidak buruk.
Salah satu pilihan utama ku adalah kamar di
lantai dua apartemen dua lantai yang agak jauh dari halte bus, tapi punya harga
sewa di kisaran 30.000 yen, kamar mandi dan toilet terpisah, pasokan air panas,
dan AC .
Meskipun dibangun dua puluh tahun yang lalu,
bagian dalamnya dibersihkan dengan baik dan tidak terlihat tua. Saat aku menanyakan
pendapat kakak perempuan ku, apa pendapatnya tentang tempat ini, dia sepertinya
setuju dengan ku, “Kurasa tempat ini bagus”
Pada awalnya, kami pikir kami hanya akan
melihat-lihat dan membuat pertimbangan formal setelah kami tiba di rumah, tapi
segera setelah kami tahu kami menyukai tempat ini, orang yang bertanggung jawab
menasihati kami dengan, “kalau kamu gak dapat kamar yang bagus sesegera
mungkin, nanti akan kehabisan dan terisi semua”. Aku menelepon ibuku untuk
konfirmasi dan dia menyuruhku untuk mengambilnya, jadi aku memutuskan untuk
membuat kontrak tentatif hari ini.
Aku pergi ke kantor agen real estat dan melanjutkan
dengan dokumen dan prosedur lainnya.
Aku pikir semuanya berjalan lancar, tapi pada
saat semuanya selesai, banyak waktu telah berlalu, dan pada saat aku tiba di
penginapan pemandian air panas yang telah ku pesan, matahari telah terbenam.
“Pacarmu, dia lebih muda darimu? Dia
menggemaskan.”
Itulah yang dikatakan nyonya rumah yang mengantar
ke kamar kepada kakak ku.
Ne-chan segera menyangkal dan bilang aku
adalah adik laki-lakinya, tapi wajahnya tampak bahagia.
Aku segera pergi ke kamar mandi besar dan
berendam di air panas untuk menyegarkan diri. Air di sini sangat asam sehingga aku
merasa kulit ku akan meleleh kalau aku terlalu lama berada di dalam.
Aku kembali ke kamar dan menyalakan TV, yang
hanya memiliki beberapa saluran chanel, dan kakak perempuanku juga kembali tak
lama. Dia mengenakan yukata bermotif rumit, yang dipinjamkan hanya untuk tamu
wanita (Tamu pria diberi yukata standar dengan nama penginapan di atasnya tanpa
ada keluhan, dan aku tak punya keluhan tentang ini.)
“Bagaimana menurutmu? Apa terlilat cocok
denganku?”
Ne-chan bertanya padaku sambil menggoyangkan
tubuhnya dengan sumbatan di lengan baju. Aku merasa itu sedikit mengganggu,
tapi aku menjawabnya secara acak sambil menonton TV.
“Ya, telihat cocok”
“Aduh, ulang-ulang”
Tiba-tiba, wajah ne-chan datang ke arahku, dan
dia mencubit wajahku dengan kedua tangannya. Ne-chan terus memelototiku dengan
tajam.
“Oke? Tatap mataku saat kamu mengatakan
hal-hal seperti itu. Itu sebabnya kamu tidak populer, tahu? Juga, saat kamu
memberikan pujian, spesifiklah dengan pujianmu itu.”
“...... Kulitmu putih, berwarna pastel dan
indah. Aku belum pernah melihat seorang gadis terlihat begitu cantik dengan
yukata.”
Aku benar-benar terlempar untuk satu putaran,
dan memujinya dengan sengaja dan berlebihan. Mungkin pujian ku merupakan poin
yang bagus untukku, dan ne-chan tidak memaksaku mengulang lagi.
Makan malam adalah makanan kaiseki Jepang yang
disajikan di kamar kami. Secara khusus, daging sapi dari prefektur, yang
terkenal sebagai permata produk, dan sashimi, yang sebagian besar terdiri dari
ikan dan kerang dari wilayah Shoshinai di tepi laut, adalah salah satu makanan
terlezat yang pernah aku makan, dan aku sangat bersyukur bahwa uang orang tua ku
memungkinkan ku untuk hidup dalam kemewahan.
Ne-chan ku telah memesan sake untuk diminum,
tapi mungkin karena dia bukan peminum yang kuat, dia berhenti setelah minum dua
cangkir kecil sake.
“Kenapa?”
“… Kayakynya, aku gak kuat lagi”
“Kalau gitu beri aku beberapa”
Yasuki meminjam sisa botol dan mencoba
mencicipinya agar terbiasa dengan rasanya. Segera kepalanya mulai bergetar
seolah-olah hanyut dalam ombak, dan dalam waktu setengah jam dia tenggelam ke
dalam kehangatan selimut.
[cih, yowai mo]
Keesokan harinya, kami punya waktu untuk
dihabiskan karena kami sudah selesai mencari kamar, jadi kami memutuskan untuk
jalan-jalan. Saat check out, aku bertanya kepada staf di penginapan apakah
mereka punya rekomendasi tempat untuk dikunjungi.
“Nah, karena kalian di sini, mengapa tidak naik
kereta gantung ke atas? Kamu dapat melihat “Jyu-hiyo” yang indah.
[Rime
ice (霧氷),
search di google]
“Jyu-hiyo?”
“Ya, namanya “Monster Es” dan terkenal di
seluruh dunia. Sedikit panas, jadi mungkin akan sedikit mencair.”
Aku mendengarkan nasehatnya dan meninggalkan
penginapan, menuju kereta gantung, yang membawa ku ke puncak gunung.
Pemandangan indah dari pepohonan yang tak berujung dan hawa dingin yang
menyengat masih ada di ketinggian yang lebih tinggi.
Aku bersyukur telah membawa SLR digital ku
untuk berjaga-jaga. Aku asyik mengabadikan dunia putih keperakan dengan kamera
ku sementara ne-chan mengeluh, “Kakiku basah kuyup oleh air.”
Ketika kami kembali ke kota sumber air panas
di kaki gunung, kami berendam di baskom, makan siang dengan mie soba yang
terkenal, dan menghabiskan waktu bersantai di baskom lagi.
Pada saat kami selesai berbelanja oleh-oleh,
matahari terbenam dan kami melakukan perjalanan yang tak terduga.
“... Ini sangat menyenangkan.”
Dalam perjalanan pulang dengan kereta Shinkansen,
aku bergumam begitu saat aku makan manju mirip mochi, makanan khas lokal
lainnya.
Ne-chan yang duduk sibelah sedang menatap ke
luar jendela ke pemandangan bersalju dari celah gunung, bergumam dengan suara kecil.
“...... kamu beneran akan pergi?”
Suasananya bergitu berbeda dan misterius
membuatku gak percaya.
Saat aku menjawab, “oh, ya ......,” Ne-chan
menghela napas dalam-dalam sebelum melanjutkan.
“Kamu mungkin menantikan kehidupan barumu,
tapi yang tertinggal akan kesepian.”
“Apa ......?”
Ne-chan dengan bingung melirikku, yang tanpa
sadar bertanya, “Apa?”
“Tidak, itu mengejutkan bahwa Ne-chan
mengatakan itu.”
Ne-chan biasanya pendiam dan sering diangggap “berdarah
dingin,” dia tidak pernah menunjukkan sisi seperti ini di masa lalu.
Kakak ku mengatakan sesuatu yang sentimental
kepadaku, dan aku tak tahu bagaimana harus bersikap sebagai anggota keluarga.
Sepertinya mengerti apa yang coba kukatakan,
dan setelah tersenyum masam, dia berbicara dengan jelas.
“Kita sudah bersama selama delapan belas
tahun. Aku tidak mengira kamu akan pergi sebelum aku pergi. Lagi pula, kamu
tidak akan kembali ke rumah setelah kuliah, kan?”
“Aku belum memastikan tentang itu…”
Aku tidak tahu, tapi aku merasa bahwa
kemungkinannya sangat tinggi.
Dengan kata lain, aku hanya akan menjadi
bagian dari rumah selama beberapa minggu lagi, dan setelah itu, aku mungkin
kembali ke rumah, tapi mungkin tidak akan pernah “tinggal” di rumah itu lagi.
Saat aku memikirkan hal itu, aku tiba-tiba
merasa sedih. Tempat di mana aku menghabiskan sebagian besar waktu ku sejak
lahir memiliki beberapa kenangan yang menyakitkan, tapi itu bukan satu-satunya.
Setidaknya, aku diberkati dengan sebuah keluarga. Ayahku, ibuku, dan tentu
saja, Ne-chan, semua menerima ku sebagai manusia dan merawat ku ...
“Setidaknya kamu harus menjaga orang tuamu
untuk terakhir kalinya.”
“Aku tahu, juga...”
“Apa?”
“Ne-chan, arigatou”
Aku tidak yakin apakah dia mencoba
menyembunyikan rasa malunya, tapi dia meraih kepalaku, mendorongku menjauh, dan
mengacak-acak rambutku.
Setelah menggumamkan kalimat biasa “Aku lelah”,
memakai penutup mata yang disimpan di tas dan tertidur.
Aku yg sekarang merasa sendirian, mengeluarkan
ponsel, memasang earphone dan mulai mendengarkan musik.
Saat aku mendengarkan musik di shuffle, aku
mendengar lagu dari Scosho. Itu adalah lagu yang keras dan intens dengan solo
gitar yang khas di awal.
(Oh ya.)
Aku ingat aku belum membalas email Kumiko.
Jika tidak, aku seharusnya menghubunginya sesegera mungkin, pikirku, meragukan
ingatanku yang buruk.
Aku menggunakan browserku untuk mengakses
webmailku dan mencoba mengeja kata-kata penolakan yang aku pikirkan kemarin,
tapi berhenti sendiri.
(Yah, mau bagaimana juga ya.)
Karena Kitaoka kami bisa saling mengenal, tapi
kemudian kami menjadi teman karena kesamaan kami sebagai “penggemar Scosho”,
dan aku rasa Kitaoka tidak ada hubungannya dengan itu sekarang.
Selain itu, ini akan menjadi pertama dan
terakhir kalinya aku akan pergi ke konser dengan Kumiko. Akan menjadi ide yang
baik untuk berbakti kepada teman-temanmu, selain hanya kepada orang tua saja.
Yasuki berkata, “Maaf baru bales. Selamat
telah lulus ujian”, Dan segera masuk ke topik utama.
“Apa masih terlambat untuk konser? Kalau gak
masalah buatmu, aku ingin ikut denganmu.”
Jika aku harus pergi dengan orang lain karena aku
frustrasi dengan jawaban ku yang lambat, itu saja. Dengan mengingat hal itu, aku
mengklik ikon “Kirim”.
Saat melewati terowongan, pemandangan bersalju yang dalam berbalik, dan matahari terbenam merah yang lebih luar biasa berkibar di seluruh langit.
(Ah, ini hari yang indah. ......)
Hari ini, aku pergi ke Tokyo untuk konser
Scosho malamnya. Karena Kumiko dan aku janjinya ketemuan di stasiun, aku
meninggalkan rumah di siang hari dan pergi ke stasiun dengan sepeda, ini
kesempatan yang baik untuk pergi ke Tokyo dan jalan-jalan sampai konser
dimulai.
Saat aku memarkir sepeda di tempat parkir
sepeda depan stasiun, aku mendengar pengumuman kedatangan kereta dari dalam
stasiun. Kalau aku gak bergegas, aku mungkin ketinggalan kereta yang seharusnya
aku naiki. Aku bergegas ke gerbang tiket di bawah terik matahari musim semi dan
angin kencang.
Aku menyentuh Suica-nya dan melewati gerbang
tiket. Saat aku menaiki tangga, kereta baru saja meluncur ke platform atas, dan
aku bisa naik tepat pada waktunya.
(Are......)
Bersandar di dinding dekat pintu, mau tak mau
aku melihat melalui jendela pada sosok seseorang yang duduk di sisi lain peron.
(Gadis itu...)
Seorang gadis duduk bersender di bangku dengan
rambut panjangnya tergerai. Rambut coklat gelapnya, memantulkan sinar matahari
musim semi, terlihat sangat mirip dengan Ema Kitaoka. Tidak, mungkin bukan
mirip, itu dia.
Aku bertanya-tanya mengapa dia ada di sini.
Siapa yang dia tunggu? Dan kenapa dia terlihat sangat kesepian...?
Pada saat yang sama saat aku masuk, pintu
tertutup. Kereta mulai bergerak dan pemandangan mengalir, aku tersadar.
(...... beneran?)
Jangan bodoh. Kitaoka tidak mungkin turun
disini. Kau tidak bisa salah mengiranya dengan orang lain hanya karena sedikit
mirip.
Bahkan, aku bermimpi tentang dia lagi pagi
ini. Untuk beberapa alasan, dia terlihat seperti siswa SMP, dan aku
menghiburnya setelah dia berpisah dari teman-temannya, bilang kepadanya bahwa
semuanya akan baik-baik saja. Memikirkan itu di pikiranku, mungkin itu sebabnya
orang tadi terlihat seperti Kitaoka bagiku.
Aku membelakangi jendela dan menghela napas. Aku
melihat sekeliling gerbong dan kursi di belakang kosong, aku pindah kesana dan
duduk.
“Fu......”
Aku menguap tak terbendung. Aku benar-benar
sibuk akhir-akhir ini.
Aku sudah berkemas dan membersihkan rumah,
mengunjungi kerabat, dan belajar memasak dari ibu. Aku bertemu dengan
teman-temanku dari SMP, yang sudah lama tak ada kabar, dan jalan-jalan yang panjang
dengan mereka agar aku tak akan menyesal sebelum meninggalkan kota ini. Tujuanku
adalah tempat indah yang terkenal dengan bunga plumnya.
Tadi malam, Katsuya dan aku bermain game shooting
online, yang ternyata menyenangkan dan kami bermain sampai hampir subuh.
Jadwal perpindahan sudah ditentukan. Itu akan
menjadi dua hari sebelum aku bisa menyerahkan barang-barangku, dan empat hari
sebelum aku bisa pergi ke sana dan mengambilnya.
Aku mengelus daguku. Terakhir kali aku berada
di ryokan onsen, seorang karyawan menggoda ku tentang betapa lucunya aku, dan
itu sedikit mengganggu, jadi aku sekarang cenderung membiarkan janggutku
panjang akhir-kahir ini untuk menghindari hal serupa. Aku lupa mencukurnya saat
meninggalkan rumah, tapi Kumiko tidak melihatku dengan perhatian yang khusus.
Jadi aku membiarkannya apa adanya, pikirku tak perlu bersikap keren mengenai
hal ini.
Kereta bergemuruh, dan setelah beberapa kali
pindah, aku turun di kota yang ramai.
Setelah menelusuri toko elektronik besar, aku
mampir ke toko pakaian yang pernah kukunjungi dengan kakaku, dan menemukan
kemeja bagus dengan setengah harga. Aku mencobanya dan merasa cukup nyaman,
jadi aku membelinya dan meninggalkan toko. Kemudian aku menghabiskan beberapa
waktu di toko buku dengan pilihan barang yang maniak, dan setelah matahari
terbenam, aku tiba di stasiun terdekat tempat live music yang ingin ku
kunjungi.
Aku berjalan melewati kerumunan dan tiba di
depan toko buku baru tempat aku akan bertemu Kumiko sedikit lebih awal dari
yang ku rencanakan.
Aku menunggu, mendengarkan lagu-lagu dari
album baru, yang tidak terlalu aku dengarkan untuk persiapan pertunjukan, aku
melihat seorang gadis yang akrab di antara orang-orang yang lewat saat aku
sudah memutar tiga lagu.
“Oh, itu dia!”
Kumiko datang berlari ke arahku pada saat yang
sama aku melepas earphoneku. Hari ini dia mengenakan jaket katun dan jeans
berwarna krem seperti pegas, dan rambutnya tampak tumbuh sedikit lebih
panjang dari terakhir kali aku melihatnya, dan dia terlihat lebih kurus dari
sebelumnya, mungkin karena dia belajar untuk ujian. Tapi senyum cerahnya sama
seperti dalam ingatanku. Aku lega melihatnya, dan juga merasa sedikit malu.
Saat aku menyapanya, Kumiko berhenti di
depanku dan membuka matanya karena terkejut.
“Wah, kamu punya jenggot.”
Langsung ditunjuk. Apa aku keliatan
menjijikkan, aku sedikit menyesalinya, dan Kumiko memukul bahu ku sambil
tertawa kecil.
“Haduh kenapa kamu selalu membuatku tertawa,
beri aku nafas.”
Tampaknya ...... secara mengejutkan diterima
dengan baik. Dia memiliki selera yang sangat tidak biasa, jika ini yang dia
suka.
Ini mungkin lebih baik daripada dikritik, tapi
juga cukup memalukan.
“...... Aku akan mencukurnya besok.”
Aku bergumam, mulut Kumiko menggelembung dan
frustasi.
“Beneran. Sayang banget.”
Aku mengabaikan komentar Kumiko, gak tahu apa
itu serius atau pantas, dan bertanya berapa biaya tiketnya.
Setelah menerima tiket sebagai ganti uang, kami berjalan menaiki tangga sempit menuju tempat konser di lantai atas gedung.
Konser hari ini hanya berdiri di ruangan.
Pintu sudah terbuka, dan kursi di dekat
panggung penuh sesak dengan para penggemar yang berusaha mendapatkan tempat,
tapi ini bukan masalah bagi kami, karena kami yang terakhir mendapatkan nomor
tiket.
“Ah, aku akan ganti baju dulu”
Setelah memasuki venueaku bilang begitu ke
Kumiko di lobi dan pergi ke kamar kecil. Aku membawa t-shirt yang aku beli di
konser lama, karena selalu panas saat konser.
Sekitar tiga menit untuk berganti pakaian dan
saat aku kembali, Kumiko melihat T-shirt hitam punyaku dengan logo band lalu
bilang,
“Aku juga ingin T-shirt”
Mau beli yang mana? Sambil melihat T-shirt
yang tergantung di belakang stand penjualan produk, dia bilang yang ungu
terlihat bagus.
Kumiko ragu-ragu untuk beberapa saat, tapi akhirnya
bilang, “Yah tak masalah kan kalau punya banyak T-shirt sekaligus?” dan
kemudian bergegas ke stan penjualan produk.
Aku menunggu Kumiko yang pergi untuk berganti
pakaian. Sepertinya butuh beberapa saat, jadi aku turun di bar dan membeli
minuman.
“Omatase.”
Kumiko kembali. Kupikir akan terlihat rampingd
an gak kebesaran di bahu, jadi t-shirt tidak cocok untuknya, tapi dia terlihat
seperti “gadis rock yang nakal”.
Aku memberikan minuman yang telah kutaruh di
atas meja ke arah Kumiko. Hanya ada dua jenis minuman: soda dan teh oolong, aku
beli keduanya.
“Aku beli minuman, pilih yang kamu mau”
“Oh, makasih. Kamu membayarnya, bukan?
Minuman dibayar saat masuk bar, aku membayar
minuman Kumiko, karena dia masih sibuk dengan mencari dompetnya.
Kumiko buru-buru mengeluarkan beberapa koin
dari dompetnya, tapi aku menolaknya.
“...... kamu memberiku tiket, gak apa-apa. Ini
traktiranku.”
“Kamu tak perlu khawatir tentang itu.”
“Tidak, itu tidak membuatku merasa lebih baik.”
Saat aku dengan keras kepala menolak untuk
menerima uang itu, Kumiko bilang, “Kalau gitu aku akan nuruti kemauanmu,” dan
akhirnya menarik dompetnya.
Aku paksa barangku ke dalam loker kecil untuk
dua orang.
Pertunjukan akan segera dimulai, jadi kami
berjalan menuju aula. Musik techno asing dimainkan dengan keras di lantai live,
dan ada gelombang besar kegembiraan dari orang-orang yang menunggu pertunjukan
dimulai. Antisipasi ku meningkat, entah aku menginginkannya atau tidak.
“Aku ingin tahu apa lagu pertama.”
Kumiko bergumam, dan pada saat yang sama,
pandanganku menjadi gelap dan area itu dipenuhi sorakan keras.
Tirai terbuka pada pertunjukan live pertama
dan mungkin terakhir yang aku lihat dengan seorang gadis yang aku temui secara
kebetulan.
Siluet anggota band muncul melalui tirai, dan
sorak-sorai semakin keras.
Riff gitar yang diukir secara teratur dengan
gut, gut, gut ... Kemudian, suara drum yang dibanting dengan keras ditambahkan,
dan kain tipis yang memisahkan panggung dan penonton langsung dilepas.
“Dimulai dengan yang ini-!”
Kumiko meraung di tengah sorak-sorai.
Nomer yang menghiasi pembukaan juga dipilih
untuk singel yang dirilis sekitar setengah tahun yang lalu, dan ketidakcocokan
antara bagian atas lagu dan lirik bias meninggalkan kesan tertentu. Aku sangat
suka yang ini, pikirku, meskipun aku belum benar-benar mendengarkan album baru.
Sangat bagus untuk mendengarkan versi rekaman
di rumah atau di pemutar musik, tapi rasanya berbeda mendengarkannya secara
langsung. Aku secara tak sadar berpikir, “Ini adalah lagu yang bagus.” Aku
yakin ini akan jadi lagu yang akan sering ku dengarkan mulai sekarang.
Kumiko berteriak dengan penuh semangat dalam
deru musik, mengatakan bahwa Mimura terlihat sedikit lebih keras dan Nishi-kun
benar-benar keren. Begitu lagu selesai, lagu berikutnya dimulai tanpa jeda, dan
semangat penonton terus bertambah.
Setelah sekitar empat lagu, sang vokalis
Mimura memberikan MC singkat.
“Baiklah, Mina-sama, terima kasih telah
bepergian sejauh ini untuk datang kesini......”
Tawa bocor keluar dari mana-mana. Kumiko di
sebelah kiriku menggoyangkan bahunya, berkata, “Kau menggigitku”. Vokalisnya
memiliki karakteristik garang dan tajam seperti pisau ketika dia bernyanyi,
tapi begitu dia mulai berbicara, dia menjadi lebih seperti gadis normal, yang
tampaknya populer dengan penggemar gadisnya yang mengatakan, “Aku tidak bisa
cukup hanya dengan ini”
Kemudian pertunjukan dimulai lagi. Awalnya aku
tak yakin apa aku ingin datang atau tidak, tapi aku senang aku menerima ajakan
Kumiko. Sangat menyenangkan bisa berbagi musik favorit ku dengan begitu banyak
orang, dan aku merasakan kegembiraan yang tak terlukiskan. Sebenarnya, aku
berharap aku tak ragu-ragu untuk pergi ke lebih banyak acara ini hanya karena aku
sedang ujian. Penyesalan seperti itu adalah semua yang ku miliki.
“Mimura, suaranya sangat keras hari ini.”
“Ya, entah mengapa nadanya bagus.”
Kami mendengarkan lagu sambil mengobrol di
antara lagu-lagu yang dinyanyikan, tapi setelah beberapa lagu, aku melihat
sesuatu yang aneh.
Sepertinya Kumiko cemas dengan orang disamping
dan berpura-pura ingin menjaga jarak. Di sebelah kirinya ada seorang pria muda
bertubuh gemuk yang tampaknya datang sendirian, dan berkeringat begitu banyak
sekali.
Aku mengamatinya beberapa saat setelah lagu
dimulai. Orang itu tampaknya secara tidak wajar dekat dengan Kumiko saat lagu
mulai berlanjut.
Ini, aku menyadari. Mungkin dia mencoba
memanfaatkan kerumunan untuk menyentuh tubuh Kumiko. Ini adalah orang cabul
yang sama yang ditakuti Kitaoka di kereta.
Aku tercengang, bertanya-tanya apa yang
dilakukan orang ini. Dia pasti kesusahan untuk merebutkan tiket konser, tapi
menggunakannya untuk hal tercela seperti ini sangat menjijikkan.
Bagian depan dan belakang ruangan dipenuhi
orang, tapi aku bisa bergerak sedikit. Aki menarik lengan kaos yang baru saja
dibeli Kumiko dan berbicara dengannya.
“Kumiko-san.”
Kumiko kembali menatapku. Ada sedikit
kebingungan di matanya.
“Tukar tempat kuy, lebih gampang lihat dari
sini”
Aku bilang dengan lembut, dan kemudian dengan
sedikit paksa melangkah di antara Kumiko dan orang itu untuk bertukar posisi.
Sebenarnya, tinggi kami gak terlalu berbeda,
dan tak ada perbedaan dalam penglihatan saat berganti posisi, tapi jika aku
bilang begini, tentu tidak akan ada masalah nantinya.
“Oh makasih .......”
Saat gumaman Kumiko mencapai telingaku, orang
di sebelahku memelototiku sebentar dan keliatan kesal. Tapi dia gak ada
keberanian untuk menantangku, dan setelah itu dia tak terlibat dan sepertinya
hanya menonton dengan tenang.
Setelah itu, Kumiko bahkan lebih bersemangat
dari sebelumnya, mungkin karena dia tidak perlu khawatir lagi. Dia sepertinya
lebih suka bernyanyi mengikuti lagu daripada menari atau melompat-lompat, dan
aku bisa mendengar suara nyanyiannya yang samar datang dari sisi kanan.
Aku sangat senang mendengarnnya.
Tirai jatuh sejenak, dan member band mundur.
Lampu diredupkan, tapi tidak ada tanda-tanda penonton akan pergi.
Seruan untuk encore terus berlanjut. Aku merasa
konser ini lebih menarik daripada konser yang aku kunjungi sebelumnya. Aku takt
ahu apa karena peforma band atau kehadiran gadis disampingku ini. Tapi
bagaimanapun, ini sangat menyenangkan dan aku tak keberatan jika harus berdiri
sampai dua jam lamanya.
Saat tirai dibuka kembali, semua member sudah
berganti pakaian dengan kaos T-shirt tur yang dijual di merchandiser. Salah
satu anggota favorit Kumiko, sang gitaris, mengenakan yang sama dengannya, dan
Kumiko berkata dengan suara melengking, menunjuk ke panggung, “Ini sama dengan
Nishi-kun,”
Lagu pertama encore adalah lagu cover yang
dijanjikan. Lagu aslinya dirilis ketika seorang model terkenal dan talenta
idola wanita aktif sebagai penyanyi, dan sepertinya lagu itu tidak menjadi hit
sama sekali saat itu. Namun, untuk beberapa alasan, anggota Scosho sepertinya
menyukainya, dan ini adalah lagu yang dimainkan hampir di setiap pertunjukan
live. Sudah menjadi kebiasaan bagi semua penonton untuk melompat pada jawaban “YA!”
Berteriak di depan karat.
Setelah itu, band terus memainkan lebih banyak
lagu klasik dari masa lalu. Ketika lagu keempat, balada lambat, berakhir,
suasana sedih mulai memenuhi venue.
Mungkin semua orang tahu bahwa lagu berikutnya
adalah yang terakhir. Sejujurnya, aku sudah lihat setlist tempat lain di
Internet sebelumnya, jadi aku tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Lagu baru
yang baru dirilis akan dimainkan sebagai nomor terakhir.
“Nah, ini akan menjadi lagu terakhir...”
Vokalis berbicara ke mikrofon dengan nada
berbisik. Aku tahu, pikirku, tapi semua orang masih menantikan lagu
terakhir.
Seolah ingin meredam suasana yang suram, suara
bass drum menggelegar memenuhi venue. ...... Intro ini bukan lagu baru.
Aku menatap Kumiko dan dia juga sama, dengan
ekspresi yang terkejut diwajahnya.
“Jangan-jangan ini ...”
Melodi bass dan gitar saling tumpang tindih
seolah-olah mereka saling menutupi. Melodinya terdengar familiar, tidak
diragukan lagi.
“Ini “Junjo Clumsy Boy”.”
Kumiko berteriak, dan pada saat yang sama,
seluruh area hampir berteriak “Aah! Tegangan di venue mencapai titik tertinggi.
Ini adalah lagu favorit Kumiko dan mahakarya
fantastis yang jarang dibawakan. Tidak hanya Kumiko, tapi hampir semua penonton
menyenandungkan lagu itu dengan mata yang berapi-api. Ini adalah kedua kalinya
bagi ku untuk mendengar lagunya secara langsung, tapi jujur aku jarang
mendengarkan liriknya dengan benar.
Saat aku mendengarkan lagu yang diputar dengan
volume tinggi, aku membaca liriknya dan menemukan bahwa itu adalah “lagu cinta
pengakuan “boku” kepada “kimi” yang selalu kejam dan menyembunyikan perasaannya
yang sebenarnya untuk waktu yang lama.” Hubungan antara “aku” dan “kamu” tidak
jelas dan tidak dapat dipahami sepenuhnya hanya dengan mendengarkan lagunya. Aku
bisa merasakan nuansa hubungan yang sangat dalam, tapi aku juga bisa merasakan
bahwa ini cinta bertepuk sebelah tangan.
Namun, aku mengerti inti dari lagu ini. Ini
adalah bagian di jembatan babak kedua di mana sang vokalis berteriak sekuat
tenaga.
Kau bisa terluka, tapi cinta tidak akan membunuhmu, kau hanya perlu bangkit kembali. Tapi, aku mendengarnya dengan seksama, aku adalah satu-satunya yang tidak bisa bergerak sedikit pun di antara kerumunan orang yang berubah menjadi ledakan kegembiraan.
Konser berakhir dengan hiruk pikuk. Saat aku
mengikuti arus orang keluar dari venue, Kumiko bertanya apa aku ingin makan di
suatu tempat dan pulang.
Aku yang lapar, menyetujui ajakannya dengan
dua kata.
“Oh, tapi ini sudah larut, apa kamu baik-baik
saja dengan itu?”
“Aku punya kereta terakhir sampai pukul 12:30.
Aku akan baik-baik saja.”
Kumiko, yang pasti lebih jauh dariku, punya
teman SMA yang sudah mulai tinggal sendiri di kota, dan dia berencana untuk
tinggal di rumah temannya.
Saat aku bertanya ke mana dia ingin pergi, dia
memberi tahu ku bahwa ada restoran udon yang selalu ingin dia coba, jadi kami
memutuskan untuk berjalan ke sana, meskipun agak jauh.
Angin malam musim semi terasa nyaman di
tubuhku yang terbakar. Kami berbicara tentang kesan kami tentang konser sebelumnya,
dan sebelum kami menyadarinya, kami telah berjalan sekitar tiga puluh menit ke
restoran.
“Itu dia, di sini.”
Dia menunjuk ke sebuah rumah yang terbuat dari
dinding putih dengan kesan yang santai.
Kami harus menunggu beberapa saat, tapi karena
itu mie, tidak butuh waktu lama untuk menunggu. Aku sedang tidak ingin sesuatu
yang terlalu mewah, jadi udonnya pas untuk perutku.
Setelah meninggalkan restoran, kami berjalan
di sepanjang jalan besar sampai kami tiba di stasiun kereta bawah tanah. Kumiko
bilang dia akan naik bus dari sini, jadi sudah waktunya untuk mengucapkan
selamat tinggal.
Daerah itu adalah daerah perumahan kelas atas
tanpa fasilitas komersial yang besar, dan beberapa toko yang ada sudah tutup
kecuali restoran. Oleh karena itu, jalanan jarang berpenduduk dan jauh lebih
gelap daripada kota yang baru saja kami kunjungi. Saat kami tiba di halte bus, aku
memutuskan untuk menunggu bersamanya sebentar sampai waktu bus tiba.
Tidak ada seorang pun di halte bus kecuali kami
berdua. Kumiko duduk di pagar pembatas merentangkan tangan dan kakinya yang
panjang.
“Aku gak tahu mau ngomong apa, tapi hari ini
luar biasa!”
Aku mengangguk di sebelahnya, “Ya, ya.”
Mungkin reaksiku terlihat setengah hati, Kumiko bertanya, “Beneran?” menggodaku
dan memukul bahuku.
Aku sangat senang Kumiko mengundangku hari
ini. Jika aku pindah, aku tidak akan bisa pergi ke konser untuk sementara
waktu. Sebelum aku pergi, aku ingin memiliki kenangan yang bagus.
“Ngomong-ngomong, Iijima-kun juga kuliah, kan?
“Ya.”
“Kemana kamu pergi?
“Yamagata.”
Kumiko lalu mengangguk kagum, “Heh,” tapi
menurunkan nada suaranya...
“Kalau begitu aku tidak akan bisa bertemu
denganmu untuk waktu yang lama.”
Aku hampir setuju dengannya. Tapi wajah Kumiko
terlihat sangat sedih sehingga aku menelan kata-kataku.
“Sebenarnya, kamu tahu, aku akan segera
pindah.”
“Eh...”
Ini baru ku dengar. Dia hanya menulis di
emailnya, “Aku lulus ujian masuk universitas,” tapi sepertinya tidak hanya
sampai disana.
Saat aku tanya kemana dia pergi, dia menjawab,
nama kota setempat di sebelah barat. Kebalikan dari tempat yang kutuju. Bahkan
jika menggunakan Shinkansen atau pesawat terbang, dibutuhkan satu hari penuh
untuk sampai.
“Aku mendapat nilai bagus di Center, jadi aku
mendaftar ke sekolah kedokteran gigi.”
“Apa keluargamu juga dokter gigi?”
“Gak, gak sama sekali. Aku dari keluarga pembisnis
biasa. Aku mendaftar ke sekolah swasta, dan aku masuk ke departemen yang
berbeda. Tapi saat aku berbicara dengan orang tua ku tentang hal ini, mereka bilang,
“Kamu sudah diterima, jadi mengapa dibuang begitu saja?”
Ini adalah keputusan seumur hidup, tapi sangat
mudah untuk mengatakan itu hanya kebetulan belaka. Orang tuanya, apa layak
mengatakan seperti itu? Aku tertawa dan menepis anggapan itu, merasa bahwa itu
adalah topik yang perlu dieksplorasi lebih jauh.
“Saat buka praktek nanti, tolong kunjungi ya”
“Tentu, tapi itu akan menjadi dua puluh tahun
dari sekarang.”
Kami berdua tertawa kecil. Dua puluh tahun
kemudian ...... Aku hanya hidup delapan belas tahun, dan aku tidak bisa
membayangkan apa yang akan terjadi di masa depan. Aku yakin orang yang
mengatakannya juga sama.
Kumiko bilang, “Pokoknya,” dan menatap wajah
ku.
“Ada banyak hal di sana juga, jadi datanglah
bersama Ema.”
Aku membeku saat namanya disebut begitu saja.
Dia tidak menyebutkannya saat mengobrol dari tadi, aku merasa lega, api pada
saat-saat terakhir…
Kumiko memiringkan kepalanya dengan rasa ingin
tahu, seolah-olah dia menganggap reaksi ku aneh.
“Apa yang salah?”
Aku tidak bisa membohonginya sekarang, jadi
aku menjawab dengan jujur.
“Yah, ...... dan Kitaoka-san dan aku......”
Aku ingin tahu apa dia mendengarnya juga dari
Kitaoka. Memang benar mereka berdua mungkin terlalu sibuk dengan ujian mereka,
dan aku bisa memprediksi bahwa Kitaoka tidak akan berani membicarakannya dengan
orang lain. Jadi wajar saja kalau dia tidak tahu.
“Apa, kalian bertengkar?”
“Bukan, bukan kek gitu…”
Aku tidak bisa menyebutkannya secara detail.
Kitaoka adalah teman Kumiko sebelum aku menjadi teman sekelasnya. Sederhananya,
aku mendengar Kitaoka berbicara buruk tentangku, dan sejak itu hubungan kami
terputus. Selain itu, masih ada banyak keadaan lain yang tidak ingin dia
ketahui.
Aku tak merasa nyaman menceritakan hal ini
padanya, dan aku sendiri tak ingin menyebutkan tuduhan sepihak.
“Apa masalahnya?”
“Yah, gimana ya ...”
Bahu Kumiko bergetar saat dia menutup mulutnya
dengan dua tangan. Apa yang begitu lucu tiba-tiba?
Saat dia selesai tertawa, Kumiko melihat
kembali ke wajah ku yang bingung dan mengangkat suaranya.
“Bagaimana ya, rasanya kita ini tak berbeda—!”
Aku tidak mengerti apa yang dia maksud, dan aku
bingung bagaimana harus menanggapinya.
Setidaknya, aku tidak pernah menganggap diriku
seperti Kumiko. Faktanya, Kumiko sangat aktif dan ramah, dia adalah kebalikan
dari orang sepertiku
“Kok begitu?”
Saat aku bertanya balik dengan tambahan, “Malah
sebaliknya, kan?” Kumiko menjawab tanpa menghilangkan seringainya.
“Kita punya hobi yang sama loh, dan kamu pria
yang baik hati yang peduli dengan orang lain dengan cara yang aneh. Tapi kamu
juga kikuk dan keras kepala.”
...... Apakah dia melihat ku seperti itu? Aku
sadar aku canggung dan kikuk, tapi apa aku keras kepala juga?”
Aku hampir setuju dengannya. Tapi wajah Kumiko
terlihat sangat sedih saat itu sehingga aku menelan kata-kataku.
“Bahkan, saat kita bertemu, aku berpikir “Jika
aku laki-laki, aku akan seperti ini,” begitu.”
Aku bahkan lebih bingung. Gadis punya imajinasi
yang paling aneh. Tapi, aku tahu Kumiko benar-benar merasa dekat dengan ku.
Mungkin itu sebabnya dia memperlakukanku seperti teman lama saat kami bertemu
lagi dan lagi kali ini.
Kumiko berhenti tersenyum, menatap kakinya dan
berbicara perlahan,
“Jadi, aku tidak ingin merasa lega jika aku bisa.
Aku ingin kamu merasa hebat tentang masa depan dan juga bahagia.”
Setiap kata menarik perhatianku. Aku pikir itu
terdengar seperti pidato perpisahan. Seolah-olah, atau mungkin Kumiko
menyadarinya.
Sekarang Kitaoka dan aku berpisah, dan tujuan
mereka masing-masing telah berpisah, aku tidak akan pernah bertemu lagi.
Angin meniup poniku saat sebuah truk angkutan
umum besar lewat di depanku.
Saat lewat, aku bisa melihat lampu gedung
pencakar langit di kejauhan. Itu adalah simbol kota itu sendiri, berkedip
seperti kerlap-kerlip bintang di puncak gedung, dan mata mataku berlalu di
pemandangan.
“Hei, kamu tahu ...”
Kumiko berbisik seolah dia sedang merencanakan
sesuatu.
Dia berbalik dan mengulurkan tangannya
perlahan ke pipiku.
“Boleh aku menciummu untuk terakhir kalinya?”
Tubuhku menggigil pada tawaran tak terduga
itu. Aku bertanya-tanya bagaimana dia bisa mengatakan hal seperti itu dengan
nada yang begitu jujur.
“Itu sedikit.”
Aku buru-buru melihat ke bawah dan menolak.
Tidak mungkin aku bisa menciumnya dalam lalu lintas seperti ini, bahkan jika
ada beberapa orang di sekitar. Untuk seseorang yang belum pernah dengan seorang
gadis sebelumnya, permintaan itu terlalu banyak rintangan.
[cih dasar perjaka]
Aku senang hari sudah gelap. Aku yakin wajahku
memerah dari telinga hingga leher seperti orang idiot.
Aku sangat malu sehingga aku menjawab dengan
singkat, tapi Kumiko tidak terlihat tersinggung dan bertanya dengan nada yang
sama.
“Boleh aku memelukmu dengan erat?”
...... Nah, jika itu masalahnya, tidak ada
yang tidak bisa kau lakukan dalam memainkan peran sebagai seseorang yang
sedikit terlalu emosional. Itu tidak lain permintaan Kumiko, dan jika dia
benar-benar ingin melakukannya, tidak apa-apa.
“Tentang itu”
Kumiko membuka tangannya dan melingkarkannya
di leher ku.
Tubuh kurus Kumiko menempel erat di tubuhku.
Napas berulang di telinga ku terasa panas, dan itu membuat jantung ku berdetak
kencang.
“Aku senang bertemu denganmu”
Gumam Kumiko. Dia sepertinya tahu bahwa ini
adalah kencan terakhir kita.
Itu pasti juga spesial untuknya. Dia pasti
ingin meninggalkan kenangan terakhir dan terbaik sebelum dia meninggalkan tanah
dan kota yang dia kenal.
“Aku juga sama. Terima kasih untuk semuanya.”
Ini bukan panggilan sosial, tapi aku
benar-benar merasa seperti itu. Konser hari ini jauh lebih menyenangkan
daripada yang sebelumnya, dan kehadirannya memberi warna samar pada kehidupanku
yang tidak bersemangat. Aku belajar bahwa tidak semua gadis di dunia ini
sekeras ne-chan dan teman-teman sekelasku, tapi ada juga gadis-gadis yang baik,
perhatian, dan pengertian.
Jadi bagaimana jika, pikirku. Jika aku bertemu
Kumiko tanpa Kitaoka, aku mungkin bisa memiliki hubungan yang lebih dalam
dengannya. Namun, tanpa Kitaoka, aku tidak akan pernah bertemu gadis ini, jadi
tidak ada artinya membayangkan hal yang tak mungkin.
Tapi bagaimana jika, dengan suatu keajaiban, aku
tiba-tiba bertemu dengan gadis ini? Di sudut jalan, di kereta, di toko kosong,
di suatu tempat seperti itu, jika aku bisa bertukar kata dengan gadis ini
sebelum hari kamp pelatihan...
Aku dengan lembut melingkarkan lengan ku di
punggungnya dan melipat tanganku di pinggangnya.
Pada saat itu, dia berbisik padaku seolah-olah
diliputi emosi.
“Aku akan melakukan yang terbaik.”
Lengan yang dilingkarkan di sekelilingku
ditarik lebih erat. Masih sedih untuk mengucapkan selamat tinggal dan aku
merasakan sedikit rasa sakit di sudut kiri atas bagian tengah tubuhku.
“Aku akan melakukan yang terbaik dan menemukan
kebahagiaan.
Aku menahan lidahku saat mencoba menjawab, “Kamu
juga, Kumiko-san.” Kumiko mungkin sudah bekerja cukup keras. Tidak mungkin aku
bisa memberinya nasihat yang tidak bertanggung jawab untuk bekerja lebih keras.
Pada akhirnya, Yasuki tak bisa mengatakan ya
atau tidak, tapi mengangguk berulang kali sambil mengusap pipinya ke leher
Kumiko.
Dari balik bahu Kumiko, dia bisa melihat dua
lampu depan yang menyilaukan. Bus itu mendekat. Kami melepaskan ikatan tangan
kami dan menarik diri dari tubuh masing-masing, sayangnya.
Dengan lambaian tangannya, Kumiko berjalan
menaiki jalur bus. Pintu ditutup dan mesin hidup.
Sosok yang telah melihat melalui jendela menjadi semakin jauh. Aku terus melambai padanya sampai bus yang membawanya menghilang dari pandangan.
Aku berjalan menuruni tangga ke peron kereta
bawah tanah. Hanya ada beberapa orang yang menunggu di dalam gerbang tiket, dan
kereta yang datang ke peron hanya memiliki beberapa penumpang yang duduk di
setiap gerbong.
Yasutaka naik kereta dari pintu di depannya,
tidak memikirkan perpindahan, dan duduk di tepi kursi panjang, menutup kelopak
matanya dengan tenang.
Kereta bawah tanah mulai bergerak. Dalam dua
jam, dia akan berada di rumah, khawatir akan pindah lusa, dan dia tidak percaya
apa yang baru saja dia lihat.
Yasutaka memikirkan hari-hari yang akan
datang.
Demi gadis yang telah mendukungku, dia pasti
akan senang. Karena aku adalah dirinya sendiri. Aku tidak ingin membuatnya
sedih, karena dia memberi ku banyak keberanian tanpa memberinya imbalan apa
pun. Bahkan jika aku tidak pernah melihatnya lagi.
Lain kali aku jatuh cinta, aku akan melakukan
semua yang aku bisa untuk memastikan tidak ada penyesalan. Dan jika aku
terluka, ingat apa yang kau lakukan hari ini dan apa yang dia katakan kepada mu
sebelumnya, “Tidak apa-apa.” Ini mungkin tidak terlihat bagus, tapi kau bisa
bangkit lagi dan lagi sampai kau menemukan kebahagiaan.
Aku sangat senang bertemu Kumiko.
Terima kasih dan sampai jumpa. Mari kita
bertemu lagi dalam dua puluh tahun, jika kita bisa, sambil membayangkan
siluietnya yang memudar.
Chapter selanjutnya adalah puncaknya
Hadeeeeeh
BalasHapus